Harian Sederhana – Belasan warga korban pembangunan jalan tol Cinere-Jagorawi melakukan aksi damai di Kantor Kementrian Agraria dan Tata Ruang di Jalan Sisingamaraja, Jakarta Selatan, Kamis (18/10).
Aksi ini digelar agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang mencabut atau membatalkan Surat Pemutusan Hubungan Hukum yang dikeluarkan oleh BPN Kota Depok.
Salah satu warga Cijago Syamsudin mengatakan warga sengaja melakukan aksinya di Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk membatalkan SPHH yang dikeluarkan oleh BPN, karena tidak sesuai dengan aturan.
“SPHH BPN Kota Depok kami nilai janggal tidak ada surat kop BPN-nya dan itu yang kami adukan ke Kementerian Agria dan Tata Ruang,” katanya.
Bahkan, lanjutnya, surat itu dijadikan alasan atau dasar PPK Tol Cijago untuk mengajukan permohonan eksekusi kepada PN Depok.
Dia mengatakan padahal Ombudsman sudah menyurati atau peringatkan BPN Depok untuk menunda SPHH sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Ombudsman juga meminta BPN Depok agar menyampaikan kepada pihak terkait (PPK) untuk tidak menggunakan SPHH tersebut dan nyatanya BPN Depok membiarkannya,” imbuhnya.
Syamsudin menegaskan warga akan melakukan penolakan, bahkan mengadang pembongkaran terhadap rumahnya. Para pemilik rumah menolak pembayaran uang ganti rugi, yang sudah dititipkan di Pengadilan Negeri Kota Depok atau konsinyasi.
“Kami menolak uang ganti rugi yang dititipkan di pengadilan negeri, karena tidak sesuai dengan nilai tim appraisal,” katanya.
Dia mengatakan warga juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Depok terkait konsinyasi, yang nilai ganti ruginya ditetapkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Depok selaku Panitia Pengadaan Tanah (P2T).
“Kami menuntut keadilan dan disamakan untuk ganti rugi dengan yang lain. Selama ini tim appraisal masih menggunakan survei tahun 2015, dimana masa berlakunya sudah habis,” katanya.
Warga telah mengajukan gugatan ke PN Depok mengenai ganti rugi lahan tersebut dan proses hukumnya sedang berjalan.
“Kami warga korban tol Cijago meminta agar eksekusi pembebasan lahan Jalan Tol Cijago ditunda, sampai keputusan hukum inkrah. Kami meminta agar PN Depok berlaku adil, dengan menunda eksekusi sebelum adanya pembayaran lahan warga,” jelasnya.
Warga akan melakukan perlawanan jika PN Depok tetap melakukan eksekusi pengosongan rumah. “Jika tetap dilakukan eksekusi, warga kami akan tetap mempertahankan rumah dengan cara apa pun,” tegasnya.
Terpisah, warga di beberapa RW di Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji, yang terkena pembebasan lahan Jalan Tol Cijago menolak mentah-mentah harga ganti rugi yang diajukan tim aprraisal dari Pemkot Depok.
Mereka menilai banyak kejanggalan dalam penentuan harga ganti rugi lahan yang terkena dari tim apresial sebelumnya. “Kami jelas menolak bila ganti rugi lahan hanya ditetapkan tidak sesuai permeternya. Sebab, sebelumnya pernah disampaikan beberapa tahun lalu mencapai nilainya yang sesuai, belum termasuk bangunan dan tanah,” katanya. (Aji/HS/SG)