Depok – Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Depok yang dialokasikan untuk Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp467 miliar ternyata tidak banyak terserap. Penyebabnya pun beragam, namun rata-rata akibat terbentur aturan.
Hal itu diakui Kepala Dinas PUPR Kota Depok, Manto Djorghi saat merilis capaian jelang akhir tahun 2018.
Manto pun mengakui anggaran yang diamanahkan pada dinas yang ia pimpin sebesar Rp467 miliar. Dana itu terbagi untuk belanja tidak langsung meliputi gaji dan tunjangan pegawai 113 orang plus UPT yang totalnya Rp13,6 Miliar.
Kemudian belanja modal terdiri dari fisik maupun non fisik yang jumlahnya dianggarkan Rp453,4 miliar. Namun serapan sampai dengan 30 November 2018, hanya sekira 27,88 persen atau setara dengan Rp126,4 miliar. Dana itu digunakan diantaranya untuk perbaikan jalan, drainase, jembatan dan lain sebagainya.
Manto mengatakan, banyaknya dana yang tidak terserap akibat beberapa faktor. Yang pertama terkait dengan penyesuaian Perpres 2018 No 16. Yang menyangkut aturan terkait masalah pejabat penerima hasil pekerjaan.
“Dulu yang menerima langsung habis disitu, tapi sekarang yang bertanggungjawab pejabat pembuat komitmennya. Jadi ada format-format yang harus menjadi acuan. Nah itu baru dibuat darurat pada bulan Oktober 2018,” katanya pada wartawan, Senin (10/12).
Sedangkan disatu sisi, jelas Manto, fisik dari pelaksanaan proyek sudah dilaksanakan. Sampai dengan Oktober dan November tahun ini, Manto mengklaim ada lebih dari 50 persen proyek yang direncanakan sudah terlaksana di lapangan.
“Tapi hanya saja penyerapan pembayarannya yang belum karena tadi, harus disesuaikan dengan Perpres tadi.”
Kemudian kendala lainnya, kata Manto adalah pada tahun anggaran 2018 ini, bentuk dokumen pelaksanaan anggaran atau yang disebut DPA berbeda dengan tahun 2017.
“Pada tahun 2018 ini di dalam DPA itu sudah rijit, sudah ada lotusnya kemudian sudah ada volume dan sudah disebutkan jenis konstruksinya. Nah ketika teman-teman mau melaksanakan dilapangan, ternyata ada masalah tekhnis,” jelasnya.
Masalah tersebut, dicontohkan Manto, biasanya adalah soal pengerjaan jalan. Masyarakat yang tadinya ingin jalanannya di aspal ternyata memilih untuk di cor atau di semen.
“Persoalan kemudian muncul, kalau enggak di cor, ditolak. Akhirnya kami mundur satu langkah. Nah itu tidak bisa langsung merubah begitu saja butuh waktu,” katanya.
Perubahan DPA sendiri, harus melalui tahapan dan ada mekanismen yang mengatur di dalamnya. Dan biasanya ini membutuhkan proses lebih dari satu bulan.
“Kurang lebih kita mengajukan pergeseran empat kali. Dan selama saya menjabat di PUPR ini paling banyak. Kalau tidak mengikuti aturan kami salah,” katanya.
“Permasalahan lapangan ada penolakan segelintir orang, kasihan warga yang enggak menolak. Yang menolak itu kebanyakan oknum warga, mungkin kurang puas terhadap pendekatan yang dilakukan lalu melakukan provokasi,” timpalnya lagi.
Capaian PUPR
Rincian anggaran di Dinas PUPR Kota Depok yang dialokasikan Rp 453,4 miliar itu dikelola secara terinci dari beberapa bidang. Pada bidang Bina Marga Rp72 miliar, bidang Pemeliharan Rp24,9 miliar, itu meliputi perbaikan jalan rusak, jembatan rusak untuk biaya setahun.
Kemudian biaya penanganan banjir, longsor terkait bidang Sumber Daya Air, yang pagu anggaran Rp99,8 miliar dan serapannya sampai saat ini baru 27,9 persen.
Selanjutnya yang paling besar dibidang jalan dan drainase lingkungan yang menghabiskan sekitar 53 persen dari anggaran Dinas PUPR.
“Dengan demikian serapan anggaran sampai dengan 30 November 2018 yakni 29,53 persen,” ujar Manto.
Lebih lanjut Manto menjelaskan, pada tahun anggaran 2018 ini kegiatan fisik yang dikelola Dinas PUPR ada 1.713 paket. Itu meliputi jalan lingkungan, drainase, turap dan lain sebagainya yang terkait dengan pekerjaan umum.
Adapun data paket tersebut, terdiri dari bidang Sumber Daya Air yang anggaranya Rp99,8 miliar untuk membiayai 220 paket.
Yang sudah selesai dilaksanakan 160 paket. Sedangkan dalam proses atau masih berjalan sebanyak 59 paket. Kemudian gagal lelang atau tidak bisa dilaksanakan 1 paket.
“Kalau bidang Bina Marga total paketnya 95 paket fisik, dari pagu anggaran Rp72,6 miliar. Sampai dengan saat ini bidang Bina Marga sudah menyelesaikan 13 paket dan 79 paket sedang proses. Terutama jalan dan jembatan. Dan tiga paket sisanya tidak bisa dilaksanakan,” jelasnya.
Untuk bidang Pemiliharaan ada 114 lokasi paket atau kegiatan dengan pagu anggaran Rp24,9 miliar. Meliputi jembatan, drainase dan jalan.
Kemudian UPT I itu ada 349 paket. Yang sudah dilaksanakan, 252 paket dan dalam proses pelaksanaan 91 paket.
“Kalau tidak bisa dilaksanakan di UPT I ada enam paket. Nah UPT I ini pagu anggarannya Rp65,8 miliar untuk membiayai 349 paket,” kata Manto.
Lalu untuk UPT II, kata Manto, itu ada 441 paket. Yang sudah selesai dilaksanakan 293 paket dan proses 148 paket. Pagu anggarannya Rp85,8 miliar.
Sedangkan UPT III ada 475 paket, baik jalan maupun drainase lingkungan. Yang sudah selesai 396 paket dan sedang dilaksanakan masih dalam proses 79 paket dengan pagu anggaran Rp83,4 miliar.
“Kesimpulannya ada 1.713 paket yang sudah selesai dilaksanakan sampai dengan 30 November 2018 adalah 1.206 paket. Kemudian sedang dalam proses pelaksanaan 495 paket yang di dominasi Bina Marga. Dan yang tidak bisa dilaksanakan karena berbagai hal ada 13 paket pada tahun ini,” ungkapnya.
Kemudian Manto juga mengakui ada dana bantuan dari DKI Jakarta yang jumlahnya cukup besar. Diantaranya terkait normalisasi situ di Universitas Indonesia sebesar Rp8 miliar, normalisasi Situ Pedongkelan Rp6 miliar dan pelebaran jalan akses UI-Lenteng Agung sebesar Rp3,4 miliar.
“Pelebaran jalan untuk memecah kemacetan, sebenarnya pagunya Rp10 miliar tapi karena terlambat keluar dan lelang, kita hanya serap Rp3,4 miliar,” tandas Manto. (Zahrul Darmawan/Wahyu Saputra)