Harian Sederhana – Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Sukabumi Abdul Rachman menegaskan, trotoar yang mengganggu akses warga harus dibongkar dengan biaya pembongkaran dan perbaikan dari pihak ketiga atau pemborong.
Menurut Abdul, warga dibebaskan dari tanggung tanggung jawab untuk memperbaiki trotoar yang mengganggu akses rumah pribadi, sarana pendidikan, tempat ibadah, dan sarana umum lainnya.
“Prinsipnya semua akibat dari pembangunan trotoar akan diminimalisir dampaknya terhadap warga dan lingkungan sekitar. Saya sudah turun ke lapangan untuk menyelesaikan keluhan warga yang aksesnya terganggu oleh trotoar yang sedang dibangun,” kata Abdul kepada wartawan, Kamis (13/12).
Pernyataan Abdul itu disampaikan menanggapi keluhan warga di sekitar Jalan Gudang Kota Sukabumi yang terkena proyek pembangunan trotoar.
Salah satu warga yang mengeluhkan gangguan akses oleh trotoar adalah Ketua Yayasan Institut Manajemen Wiyata Indonesia (IMWI), Maria Wiyata yang kampusnya terletak di Jalan Gudang.
Terkait keluhan yang disampaikan Maria, Abdul mengatakan, sebelumnya Dishub Kota Sukabumi telah mengimbau pemborong untuk berkomunikasi dengan pemilik rumah, sekolah, tempat ibadah, dan kantor yang terlewati proyek trotoar agar terjadi kesepahaman.
Apa yang terjadi di Jalan Gudang, kata Abdul, menunjukkan adanya miskomunikasi antara warga dan pemborong. Beberapa warga mengeluhkan akses menuju jalan menjadi terhalang karena trotoar terlalu tinggi.
“Untuk melandaikan jalan akses ke rumah warga yang dilalui tortoar, biayanya tidak akan dibebankan sedikit pun kepada pemilik lahan, semua tanggung jawab pelaksana pembangunan,” ujar Abdul.
Seperti diketahui, Kota Sukabumi mendapatkan bantuan dari Pemprov Jabar sebesar Rp12 miliar untuk pembangunan dan penataan trotoar di lima ruas jalan.
Kelima ruas jalan yang dijadikan lokasi proyek trotoar itu terdiri dari Jalan Gudang, Jalan Siliwangi, Jalan Syamsudin, S.H., Jalan RE. Martadinata dan Jalan Suryakencana.
Di ujung proses penyelesaian proyek tersebut, Maria Wiyata mengajukan keberatan karena jalur trotoar menjadi lebih tinggi sehingga tidak bisa dilewati kendaraan. Jalur trotoar di sekitar akses masuk Kampus IMWI menjadi lebih tinggi 25 cm dari badan jalan.
“Saya sangat kesal ketika melihat tempat masuk kendaraan yang dipasang trotoar. Lantai yang semula sebahu dengan jalan aspal menjadi lebih rendah sekitar 25 cm,” kata Maria.
Tidak jauh dari IMWI, ada geraja yang akses masuknya terhalang oleh trotoar dengan tinggi sekitar 50 cm dari badan jalan. Beberapa unit kendaraan roda empat yang terparkir di halaman gereja tertahan selama berhari-hari karena tidak memiliki akses ke jalan aspal. (Ryan/Satiri)