Harian Sederhana – Para pemilik lahan terkena tol Depok – Antasari (Desari) di wilayah RW04 dan 05 Kelurahan Krukut, Kecamatan Limo, Kota Depok, melakukan unjuk rasa di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok dan Pengadilan Negeri (PN) Depok, kemarin.
Kedatangan para pemilik lahan ini guna memperjuangkan hak terkait pembayaran uang ganti kerugian (UGK) atas lahan seluas 4,8 hektar senilai Rp 129 milyar dan pembatalan 7 Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB) atas nama PT Megapolitan Developments Tbk di atas lahan milik mereka.
Salah satu pemilik lahan Husen Sanjaya yang bertindak sebagai koordinator pada aksi mengatakan pelaksanaan aksi unjuk rasa di Kantor Pengadilan Negeri dan Kantor BPN Depok merupakan upaya lanjutan dari para pemilik lahan yang merasa telah dizalimi oleh para oknum pejabat BPN dan PN Depok, terkiait penerbitan 7 Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB) di atas lahan Girik Letter C 675a milik warga dan penyerahan uang konsinyasi tol kepada PT Megapolitan sebagai salah satu pihak bersengketa tanpa proses musyawarah dan putusan peradilan.
“Ada dua permasalahan yang kami tuntut diantaranya pembatalan Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB) nomor 433, 434, 435, 436, 437, 441 dan SHGB nomor 442 karena diatas lahan tersebut sudah ada bukti kepemilikan berupa Girik Letter C 675a yang belum pernah diover alih atau diperjualbelikan kepada pihak lain,” ujar Husen.
Pihaknya juga mempertanyakan soal uang konsinyasi sebesar Rp129 miliar yang dititipkan oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T) tol Desari kepada Pengadilan Negeri (PN) Depok pada tanggal 14 Desember 2017, yang informasinya kemudian diserahkan kepada salah satu pimpinan PT Megapolitan pada tanggal 18 Desember 2017.
“Pada tanggal 14 Desember 2017, kami para pemilik tanah di atas lahan Letter C 675a dan Perwakilan PT Megapolitan selaku pemegang 7 SHGB diundang oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Tol Desari Ambardi Effendy untuk dimintai persetujuan penitipan pembayaran uang ganti kerugian (UGK) atas lahan 4,8 hektar tersebut lantaran P2T menilai bahwa lahan tersebut masih dalam status sengketa. Namun anehnya, pada tanggal 18 Desember 2017 atau empat hari setelah itu, Pengadilan Negeri Depok menyerahkan uang konsinyasi itu secara sepihak kepada pihak tertentu dalam bentuk 7 lembar cek tunai Bank BTN. Hal inilah yang kami pertanyakan kebenarannya, jangan sampai merampas hak kami selaku pemilik laha Letter C 675a,” imbuhnya.
Di lokasi yang sama, Sunaryo Pranoto pemilik lebih dari 19 hektar lahan di Letter C 675a memastikan bahwa lahan yang dibelinya pada tahun 19974 itu belum pernah diperjualbelikan atau dioper alih kepada pihak manapun.
Karena itu, dirinya mengaku bingung tatkala muncul tujuh sertifikat hak guna bangun (SHGB) pada tahun 2012, setelah diketahui bahwa sebagian lahan bakal terkena proyek tol.
“Saya pastikan bahwa Girik Letter C 675a masih utuh dan murni dan belum pernah diperjual belikan atau dioper alihkan kepada pihak manapun juga untuk itu kami menganggap bahwa lahan seluas 4,8 hektar yang masuk dalam Girik Letter C 675a mutlak merupakan hak kami tapi faktanya uang ganti rugi pembayaran tol diberikan kepada pihak lain,” ujar Sunaryo Pranoto.
Dia menambahkan, pihaknya menggelar aksi demo di Kantor BPN dan PN hanya bertujuan memperjuang hak yang telah dirampas oleh pihak lain. Pihaknya juga ingin meminta penjelasan kepada instansi terkait perihal hak para pemilik lahan yang terkena tol.
Para perwakilan pendemo diterima di BPN dan PN Kota Depok untuk beraudeinsi. Kepala BPN Kota Depok Sutanta secara tegas menyampaikan bahwa pihaknya belum mengeluarkan surat pengantar terkait permasalahan yang disampaikan.
“Saya belum mengeluarkan pengantar,” singkatnya.
Sementara, pihak PN meminta waktu untuk melakukan pengecekan perihal aduan yang disampaikan oleh para pendemo dan meminta diberikan waktu selambat-lambatnya 2 minggu untuk memberikan jawaban.
Usai menggelar aksi demonstrasi di Pengadilan Negeri (PN) dan Kantor BPN Depok, para peserta demo yang berjumlah puluhan orang bergerak menuju lokasi lahan di RW04 dan 05 Kelurahan Krukut Kecamatan Limo.
Di lokasi lahan, lagi lagi pimpinan aksi melakukan orasi sebagai bentuk protes terhadap kesemena menaan para oknum pejabat yang jelas-jelas telah merugikan warga pemilik lahan. (Wahyu Saputra)