Harian Sederhana – Berkas perkara kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail dan mantan Sekda Depok, Harry Prihanto untuk kesekian kalinya dimentahkan jaksa. Padahal, keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polresta Depok sejak (20/8) 2018, lalu.
Dari hasil penelusuran Harian Sederhana terungkap, alasan berkas perkara keduanya belum sampai pada ranah pengadilan atau belum P 21 dikarenakan beberapa faktor. Salah satunya ialah, jaksa peneliti menganggap point pidana yang menyeret keduanya belum memenuhi unsur pidana dalam hal korupsi.
“Dari kejaksaan sudah memberikan petunjuk, petunjuknya ya itu, sebatas unsur yang disangkakan. Tapi unsur-unsur (korupsi) yang disangkakan kami anggap belum terpenuhi,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Sufari saat dikonfirmasi Jumat (22/3).
Adapun unsur yang dianggap belum dipenuhi oleh penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi Polresta Depok, ialah fakta perbuatan kedua tersangka. Menurut Sufari, berkas yang selama ini diberikan penyidik tidak menggambarkan secara jelas terkait dengan pasal yang disangkakan pada kedua tersangka.
“Pasal yang disangkakannya itu kan melawan hukum, kemudian merugikan keuangan negara, menyalahgunakan kewenangan, jadi itu yang belum terpenuhi,” jelasnya.
Meski demikian, Sufari mengaku pihaknya akan tetap menunggu hingga penyidik melengkapi unsur yang kurang tersebut tanpa memberikan batas waktu. Sufari mencatat, pihaknya sudah empat kali mengembalikan berkas perkara yang dilimpahkan penyidik karena dianggap belum memenuhi unsur pidana.
“Tidak ada di KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) diatur berapa kali (berkas dikembalikan), saya menunggu sampai petunjuk kami dipenuhi. Jadi tidak ada bahasa berkas itu di bolak-balik.”
Lebih lanjut dirinya juga mengaku, sudah pernah melakukan gelar perkara bersama antara polri dan bahkan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Kala itu, gelar perkara dilakukan di gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati).
“Upaya itu sudah dilakukan. Kami bersama dengan penyidik sudah meminta expose antara penyidik, jaksa peneliti dan KPK. Itu sudah kami lakukan. Kami transparan kok, jadi tidak ada yang ditutup-tutupi,” katanya.
Seperti diketahui, Nur Mahmudi dan Harry Prihanto ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik atas kasus dugaan korupsi terkait dengan pelebaran Jalan Nangka, Kecamatan Tapos pada tahun anggaran 2015.
Adapun kerugian negara disebut-sebut mencapai Rp 10,7 miliar. Dana itu disinyalir berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD. Tak hanya itu, keduanya diduga menerima aliran dana tanpa persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD.