Harian Sederhana, Depok – Kericuhan saat rekapitulasi suara pemilihan umum 2019 di GOR Perumahan BPK, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, berbuntut panjang. Seorang kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengaku menjadi korban dugaan penganiyaan. Korban akhirnya membawa kasus yang menimpanya tersebut ke ranah hukum.
Humas PSI Kota Depok, Leo Fran Pinem dalam siaran tertulisnya pada awak media menjelaskan, peristiwa persekusi bermula ketika Andi Rudini Lumban Gaol (korban) yang merupakan calon anggota legislatif PSI daerah pemilihan Beji, Cinere, Limo yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPD PSI Kota Depok, menghadiri rapat pleno Kecamatan Cinere pada Rabu, (1/5/19), lalu.
Saat itu, bagian dari anggota PPK Kecamatan Cinere melihat saksi PSI (Andi) dan langsung memanggilnya menggunakan pengeras suara. Anggota PPK tersebut menanyakan kemana saja selama 10 hari baru muncul.
“Saksi (korban) menceritakan alasan dirinya muncul di akhir perhitungan karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Selain menunjukan surat mandat, saksi PSI itu sempat menanyakan bagaimana untuk mendapatkan salinan perolehan suara partai bila perhitungan sudah selesai. Namun mendapatkan jawaban langsung yang tidak mengenakan,” katanya.
Kemudian korban pun menanyakan aturan dan regulasi yang bisa membatasi partai politik tidak bisa mendapatkan salinan rekapitulasi suara. Namun petugas PPK tersebut tidak terima, lalu memanggil Panitia Pengawas Kecamatan Cinere dan ternyata dibolehkan.
“Akan tetapi, anggota PPK tersebut tidak terima, lalu memprovokasi peserta pleno dengan pengeras suara. Dia bilang apakah PSI berhak mendapatkan hasil rekapitulasi, sebagian saksi partai setuju atau tidak, mereka jawabtidak. Lalu saksi PSI berdalih bahwa percaya pelaksanaan pemilu yang dilakukan KPU, yang hasilnya lagi direkap oleh petugas PPK, berjalan baik. Namun yang terjadi justru salah paham,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Leo dalam keterangan tertulisnya, anggota PPK tersebut melalui mikrofon kembali melakukan provokasi dengan mengatakan, selama ini kami jujur-jujur saja. Pernyataan itu menyulut emosi peserta yang hadir hingga akhirnya terjadilah dugaan persekusi terhadap saksi PSI (Andi).
“Baik petugas PPK dan saksi-saksi partai lainnya yang ikut pleno merangsek ke saksi PSI (Andi) dan melakukan persekusi terhadapnya. Saksi PSI itu dicekik, dan ditarik keluar ruang pleno,” katanya.
Atas kejadian tersebut, korban kemudian meminta bantuan tenaga kepada teman partai untuk mendampingisidang pleno lanjutan. “Informasi penganiayaan dan persekusi itu telah sampai ke KPU Kota Depok dan Bawaslu Kota Depok. Melalui lobi, akhirnya saksi dari PSI diperkenankan mengikuti jalannya sidang pleno.”
Kericuhan rupanya tidak sampai disitu. Kasus dugaan penganiayaan kembali dialami Andi ketika dirinyamencoba mengklarifikasi atas insiden persekusi yang menimpanya. Bukannya mendapat penjelaskan, kader PSI itu justru mendapat perlakuan yang tidak mengenakan dan mendapatkan provokasi dan persekusi berikutnya.
“Leher saksi PSI (Andi) sempat dicekik dan mengalami luka berbekas cakaran tangan. Akhirnya terjadi keributan di ruang sidang pleno. Peristiwa itu redam setelah dilerai polisi dan korban diamankan ke luar ruangan,” kata Leo
Terkait dengan dugaan kasus penganiayaan itu, PSI ingin menegakan hukum dengan clear. Sebab, menurut Leo, sejatinya PSI ingin mendapatkan data selengkap-lengkapnya salinan rakapitulasi hasil perolehan suara PSI di Kecamatan Cinere. Namun kenyataannnya terjadi mis understanding, sehingga menimbulkan preseden buruk yang berujung pada dugaan terjadinya penganiayaan.
“Atas terjadinya persekusi dan penganiayaan dilakukan di tempat rekapitulasi perhitungan suara di Kecamatan Cinere, DPD PSI Kota Depok mendukung langkah jalur hukum yang dilakukan korban yang juga selaku Wakil Ketua DPD PSI Kota Depok. Kami sudah laporkan kasus ini ke Polresta Depok,” katanya.
Menurut PSI, langkah hukum ini perlu dilakukan karena selain mencederai sistem demokrasi, peristiwa itu juga menyangkut eksistensi partai. Terlebih, kejadiannya telah viral di media sosial dan dianggap sangat merugikan keberadaan PSI di Kota Depok.
“Mengingat kejadian ini menyakut nama baik partai, PSI tidak ingin dijadikan kambing hitam atas kejadian ini. Karena di media sosial sudah beredar infromasi yang menyesatkan, seakan akan PSI mengobrak abrik rekapitulasi perhitungan suara,” ujarnya.
Sementara itu, ketika Harian Sederhana berupaya mengkonfirmasi kasus tersebut, sayangnya hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan dari polisi.
(*)