Harian Sederhana, Sukabumi – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Sukabumi, Sri Utami meminta Regulasi Pemilu Serentak 2019 dievaluasi kembali. Pasalnya, dirinya menilai regulasi yang digunakan belum tepat dengan pemilu sekarang yang begitu kompleks dan rumit.
“Dalam pelaksanaan pemilu serentak kemarin, memang banyak kekurangan -kekurangan. Namun demikian, tidak menyebabkan hal yang krusial untuk Kota Sukabumi,” terang Sri kepada wartawan, Senin (6/5/2019).
Sri menambahkan, sejauh ini, di Kota Sukabumi sendiri tidak ada persoalan. semua berjalan dengan baik dan pada intinya C1 Pilpres dan Pileg telah diserahkan ke KPU Propinsi Jawa Barat.
Meski berjalan lancar, kata Sri, tetapi dirinya tetap memberi catatan dan memandang banyak kekurangan dalam Pemilu serentak 2019 ini. Menurutnya, Pelaksanaan pemilu secara nasional harus ditinjau ulang.
“Regulasi itu harus diperbaiki lagi. Undang-undang apakah sudah tepat dengan Pemilu Serentak yang begitu kompleks dan rumit,” ujarnya.
Bahkan Sri mengaku sangat setuju, jika evaluasi dilakukan dari mulai tingkat bawah, yakni di level Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
“Ya bahus, ini demi kelancaran pelaksanaan pemilu serentak. Mereka bekerja sangat luar biasa meski kelelahan. Petugas banyak terkena sakit dan ada yang meninggal dunia karena kelelahan, ini semua perlu ditinjau ulang,” jelasnya.
Sri juga meminta DPR selaku pembuat undang-undang, harus juga ikut mengkaji berbagai permasalahan yang muncul selama pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Termasuk kesiapan logistik yang harus matang.
Sementara itu, KPU sendiri belum memberi putusan resmi mengenai pemenang pemilu serentak dari mulai presiden dan wakil presiden, DPR RI, Provisi, DPD, Kota dan kabupaten.
“Gambaran susunan caleg terpilih sudah diketahui secara terbuka oleh masyarakat,” tambah dia.
Dirinya menanggapi pertanyaan masyarakat, mengapa caleg yang perolehan suaranya lebih kecil dapat terpilih. Padahal caleg yang perolehan suaranya lebih besar justru tidak terpilih.
“Ya, hal itu banyak menjadi pertanyaan, karena masyarakat belum sepenuhnya memahami metoda penentuan jumlah kursi untuk peserta pemilu,” tuturnya.
Dalam menentukan jumlah perolehan kursi dan caleg terpilih berdasarkan metode Sainte Lague, fokus penghitungan bukan pada perolehan suara caleg melainkan pada perolehan suara partai politik.
“Metoda ini memberlakukan cara menentukan perolehan kursi berdasarkan ranking perolehan suara pada setiap putaran. Penghitungan dilakukan secara berulang sampai semua kursi habis,” terangnya.
Cara menghitung Metoda Sainte Lague, untuk perolehan parpol yang telah mendapat kursi harus dibagi bilangan ganjil 3, 5, 7, dan seterusnya jika telah memperoleh satu kursi pada putaran sebelumnya.
“Dengan demikian, parpol yang peraihan suaranya tidak terlalu signifikan dapat meraih kursi setelah perolehan suara parpol-parpol besar dibagi bilangan ganjil tertentu,” ungkapnya.
Lrbih lanjut ia menjelaskan, dilihat secara utuh kursi dari masing-masing peserta pemilu atau partai politik. Otomatis dari dapil yang bersangkutan caleg yang mendapat suara paling tinggi di parpolnya berhak mendapat kursi, walaupun perolehan suaranya hanya beberapa ratus.
Untuk Pemilu 2019, lanjut dia, sudah diperoleh gambaran partai politik yang perolehan kursinya naik yaitu PKS dan Partai Gerindra, sedangkan PDI Perjuangan berkurang jumlah kursinya. Prinsip dasarnya, perolehan kursi oleh parpol langsung dialihkan ke caleg yang perolehan suaranya paling tinggi di parpol dan dapil tertentu.
“Mengenai adanya informasi aksi unjuk rasa oleh masyarakat pada H+7 setelah rapat pleno, kami tidak tahu. Disini kami selalu siap untuk melayani publik dan memberikan informasi yang sejelas-jelasnya,” pungkasnya.
(*)