Harian Sederhana, Depok – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Asasta menyebutkan, ada lebih dari 20 tempat komersil seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen dan perusahaan yang masih menggunakan air tanah di Kota Depok, Jawa Barat. Kondisi ini mengkhawatirkan karena berpotensi menyebabkan terjadinya longsor.
Hal itu diungkapkan oleh Manager Pemasaran PDAM Tirta Asasta Kota Depok, Imas Dyah Pitaloka pada awak media, Senin (6/5/2019). Sejumlah tempat komersil yang masih menggunakan air tanah itu, kata wanita yang akrab disapa Imas ini tersebar hampir merata di sejumlah wilayah diantaranya Margonda, Jalan Raya Bogor dan Cinere.
“Dari data yang kami punya ada kurang lebih 20 tempat komersil seperti perusahaan, hotel dan apartemen yang masih menggunakan air tanah. Tentu saja ini mengkhawatirkan karena penggunaan air tanah berlebihan dapat menyebabkan kemiringan bangunan atau amblas dan berpotensi terjadinya longsor,” katanya.
Selain itu, penggunaan air tanah dalam jumlah besar di tempat-tempat komersil itu juga merugikan warga sekitar. Sebab, ketersediaan air tanah akan terus berkurang akibat disedot oleh pompa dengan kekuatan yang lebih besar.
Imas pun mengakui ada banyak faktor penggunaan air tanah di tempat-tempat komersil masih saja terjadi di Kota Depok. Salah satunya adalah lemahnya pengawasan.
“Pengawasan dari pemakaian air tanah pada tempat-tempat komersil kurang. Ijin adanya di provinsi, sementara pengawasan masih sangat lemah. Kita PDAM sifatnya hanya imbauan tidak bisa melakukan tindakan,” bebernya.
Untuk mensiasati petugas, lanjut Imas, biasanya para pelaku hanya menggunakan jaringan PDAM sebagai formalitas untuk mendapatkan ijin mendirikan bangunan atau IMB.
“Salah satu syarat IMB bagi tempat komersil adalah menggunakan PDAM. Tapi pada kenyataannya kami masih menemukan tempat-tempat komersil yang bandel,” ujarnya.
Aksi curang itu, lanjut Imas dapat diketahui dari hasil pantauan data yang masuk ke PDAM. Misalnya, temuan terhadap salah satu hotel yang diketahui hanya menggunakan 12 kubik air PDAM selama satu bulan. Kondisi ini janggal lantaran dalam pemakaian di rumah saja bisa mencapai 40 kubik.
“Jadi mereka ini rata-rata hanya membayar pemeliharaannya saja tapi tidak menggunakan air dari PDAM. Kita ada data disini. Tapi kami tidak bisa bersikap, kami hanya bisa ngasih laporan keluhan yang jadi permasalahan kita,” ungkapnya.
Selain terkait dengan Pendapatan Asli Daerah atau PAD, hal penting yang menjadi sorotan penggunaan air tanah adalah dapat memicu longsor.
“Misi utama kami adalah menyelamatkan air tanah. Makanya kami juga mendorong uslan kenaikan pajak air dalam (tanah), terakhir katanya sampai Rp 4500/kubik untuk tempat-tempat komersil, ya kami inginnya lebih dari itu. Kami berharap harga sumur dalam lebih besar dari kita, agar beralih ke PDAM,” kata Imas.
(*)