Harian Sederhana – Sudah satu minggu lebih kita ditinggalkan oleh bulan suci Ramadan dan Idul Fitri, namun ada pelajaran Ramadan bagi umat Islam yang relevan kita hangatkan kembali dalam rangka mengembalikan kejayaan bangsa dan keutuhan Negara, yaitu persaudaraan ummat dan persatuan bangsa, sekaligus sebagai buah atas hasil pendidikan Ramadan.
Puasa tidak saja memberikan efek menguatnya hubungan kita dengan Allah SWT melalui aktivitas-aktivitas ibadah mahdhah (ritualistik). Namun, puasa juga mengajarkan kita tentang menumbuhkan spiritualitas sosial terhadap sesama manusia.
Hubungan horizontal yang begitu intens terjadi di bulan Ramadan melalui perilaku amal sosial seperti memberikan makanan dan minuman untuk berbuka puasa, membagikan zakat, shalat berjamaah dan berbuka puasa bersama telah menghadirkan quwwatu shilah (kekuatan hubungan) di antara kaum Muslimin.
Kita telah melewati hari-hari puasa kita dengan saling berbagi, saling mengunjungi dan saling memaafkan kesalahan. Social training yang baru saja kita selesaikan sebulan penuh tersebut menjadi sangat tepat untuk terus dipraktikkan di saat umat Islam saat ini sedang mengalami tantangan terberat dalam merawat keberagaman bangsa Indonesia.
Persaudaraan kita di tahun-tahun politik diuji, ketidakstabilan situasi politik, situasi ekonomi nasional yang belum menunjukkan adanya tanda-tanda akan meroket, serta kini kian diperparah dengan munculnya isu-isu provokatif yang mengandung fitnah dan adu domba serta berpotensi merusak ukhuwah insaniyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah Islamiyah di negeri ini.
Sebagai umat yang diwarisi akhlak mulia dari baginda Nabi Muhammad SAW maka sudah sepantasnyalah umat Islam menjadi penebar rahmat, pembawa kedamaian, dan penjaga persaudaraan di tengah bangsa yang sarat dengan kemajemukan ini. Sungguh elok apa yang telah Nabi Muhammad ﷺ sabdakan agar kita dapat saling menguatkan antara satu sama lain.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam berkasih sayang dan mencintai seperti tubuh yang padu, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota tubuh yang lain ikut merana karena sulit tidur dan demam.” (HR. Muslim)
Pesan baginda Nabi Muhammad SAW tersebut menegaskan bahwa, ukhuwah atau persaudaraan dalam Islam bukanlah slogan dan jargon semata, tetapi menjadi sebuah kewajiban insaniyyah dalam merawat kedamaian di sebuah negeri.
Perbedaan politik biarlah menjadi sebuah dinamika dan keberagaman dalam peran-peran kebangsaan kita, namun wihdatul ummah atau persatuan umat harus berada di atas segala perbedaan itu.
Beda pilihan, beda pendapat ataupun pendapatan tidak boleh menggerus semangat ukhuwah insaniyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah Islamiyah. Justru ukhuwah ini yang harus melandasi semangat kebersamaan terlepas dari semua perbedaan yang ada.
Setidaknya ada 2 hal yg dpt menghangatkn suasana ukhuwah dan persatuan: (1) merawat ketaqwaan kepada Allah SWT sebagai hasil dari ibadah selama Ramadhan, dan (2) saling memaafkan, sebagai implementasi salah satu bentuk sikap dan perilaku taqwa dalam dimensi spiritualitas sosial.