Harian Sederhana – Pemerintah Kota Bogor akan menghapus sedikitnya 1.700 angkutan kota yang berada di 32 trayek peremajaan angkutan. Berdasarkan surat edaran nomor 551.21/383-Angkutan tertanggal 16 Mei 2019 yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Kota Bogor, pengusaha angkutan kota nantinya diminta mengganti armada yang sudah tak layak jalan dengan angkutan massal yang lebih besar.
“Pengurangan dan penghapusan kendaraan akan dilakukan secara bertahap dengan cara mengganti dengan bus sedang dan mengganti dua angkutan massal kecil dengan angkutan massal sedang atau tiga angkutan massal kecil diganti dengan angkutan massal besar,” begitu kira-kira bunyi surat edaran tentang Batas Usia Operasional Kendaraan Angkutan Perkotaan dan Mekanisme Perpanjangan Perizinan Angkutan Dalam Trayek di Wilayah Kota Bogor tersebut.
Sesuai batasan usia layak jalan, penyedia jasa layanan angkutan harus sudah mengganti kendaraan yang berusia di atas duapuluh tahun. Sedangkan, kendaraan yang berusia sepuluh tahun harus melalui uji kelayakan jalan.
Baca Juga : Tidak Mau Penggunaan Media Sosial Dibatasi, Ini Syaratnya
Saat ini, jumlah angkutan kota di Kota Bogor diperkirakan mencapai 3.412 angkot. Sekitar separuhnya merupakan kendaraan produksi sebelum tahun 2000. Itu berarti separuh dari kendaraan-kendaraan itu nantinya harus diremajakan atau diganti dengan bus sedang dan bus besar.
Ketentuan mengenai peremajaan ini belum sepenuhnya bisa dipenuhi oleh pengusaha. Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor, M. Ishak mengatakan pihaknya telah menerima SE tersebut dan memasyarakatkan kembali kepada pengurus badan hukum angkutan.
Menurut M.Ishak, hal tersebut bukan hal baru di Kota Bogor. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengamatkan batas usia kendaraan angkutan 10 tahun.
“Kami keberatan kalau diterapkan sesuai UU yakni 10 tahun, sebab kalau diberlakukan seperti itu angkot bisa habis semua,” kata Ishak, Kamis (13/6). Ia pun akan memfasilitasi pertemuan 15 badan hukum dengan Dinas Perhubungan guna membahas hal tersebut pada Jumat (13/6) besok.
Ishak berpendapat, peremajaan bisa menjadi pintu untuk meningkatkan daya saing. Sebab dia melihat kondisi usaha angkot tengah terpuruk dengan hadirnya transportasi online.
Supaya tidak memberatkan para pengusaha angkot kata dia, Ishak menganggap kendaraan itu tak harus diganti dengan mobil baru, tetapi kendaraan tahun 2010. Dengan begitu kendaraan itu masih punya waktu beroperasi selama 10 tahun.
“Ya, masukan dari mereka (pengurus badan hukum) sudah ada di antaranya meminta keringanan sehingga tak perlu mobil baru, atau bisa saja beli dari luar Kota Bogor, misalnya mutasi dari Jakarta atau dari daerah lain. Ini akan kami fasilitasi besok,” ungkap Ishak.
Ia menjelaskan, sebetulnya penyediaan angkutan itu kewajiban pemerintah yang kemudian diserahkan kepada masyarakat dalam hal ini pengusaha angkutan. Oleh karenanya, pihaknya akan mencoba meminta subsidi dari pemerintah.
“Jadi untuk pengadaan angkutan kita akan coba meminta subsidi dalam rapat besok sehingga tidak terlalu memberatkan kita. Karena selama ini subsidi yang diajukan oleh dinas ditolak,” tukasnya.
Di tempat berbeda, Sekertaris Dishub Kota Bogor, Agus Suprapto mengatakan, bahwa batas usia operasional angkot sebenarnya dari dulu sudah berjalan seperti terutang dalam Perda 3/2013.
“Dikatakan peremajaan, konversi itu menjadi bagian utuh karena di Perda 3/2013 sudah jelas baik terhadap rencana penataan koridor, konversi 3:1, 3:2 ataupun di trayek lain angkot sebagai feeder. Kelayakan jalan, batas usia operasional angkutan diatur di sana,” ungkapnya.
Dalam konteks ini, sambung Agus, tentunya kebijakan batas usia angkot 10 tahun juga melihat sisi kondisi usaha masyarakat saat ini. Sehingga ini masih ada tahapan seperti halnya terutang dalam SE batas usia operasional angkot adalah 20 tahun.
Jadi lanjut Agus, tidak serta merta karena melihat sisi kondisi usaha masyarakat saat ini. Kalaupun penggantinya yang penting dari umur operasionalnya dan kondisi kelayakannya masih masuk. Jadi tidak ada yang mengatakan kendaraan baru.
“Paling utama adalah kebijakan secara umum rerouting bisa berjalan dengan kolaborasi peremajaan dalam peningkatan pelayanan dan keselamatan,” pungkas Agus.