Harian Sederhana, Bogor – Setelah gagal dilaksanakan pada pemerintahan Bima Arya periode pertama, dua program reformasi transportasi yakni rerouting rute angkutan dan konversi moda transportasi akan kembali digarap dari titik nol.
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim mengatakan moda transportasi yang sudah jadi ikon kemacetan di kota hujan itu saat ini sudah kalah saing dengan kendaraan umum lainnya yang new comer di era milenial ini.
Terlebih kata Dedie, angkot akan semakin tenggelam jika transportasi kereta dalam kota alias trem sudah hadir dalam menunjang kebutuhan warga perkotaan.
“Pemkot Bogor mendapatkan bantuan moda transportasi dari negara Belanda dan segera mendatangkan trem sebagai penunjang transportasi pembangunan light rail transit (LRT),” kata Dedie, Minggu (21/7/2019).
Namun Dedie menyebut dalam mengembalikan re-routing dan konversi angkot ke titik nol, terlebih dulu menunggu pembahasan final LRT dan Trem agar tidak ada tumpang tindih.
“Pemahasan itu pun simultan dengan pembenahan PDJT dan kelanjutan pengelolaan Terminal Baranangsiang oleh Pemerintah Pusat,” paparnya.
Alasan lain dalam mengembalikan rerouting dan konversi angkot ke titik nol, Dedie menyebut, saat ini persaingan antara Angkot dengan ojek online atau Ojol dan taksi online alias Takol menambah turunnya daya saing kendaraan umum warga perkotaan yang sudah ada sejak tahun 1980-an itu.
Bahkan kini, angkot tidak lagi jadi pilihan masyarakat. Dan menurutnya Fenomena ini bukan hanya terjadi di Kota Bogor saja, tetapi hampir diseluruh Kota-kota besar di Indonesia.
Eksitensi keberadaan angkot sendiri sebagai kendaraan umum bukan hanya banyak di tinggal oleh warga perkotaan saja. Namun bisnis transportasi ini pun sudah tidak lagi dilirik oleh-oleh perusaahan penyediaan atau penanaman modal.
“Angkutan ini hanya dimodali oleh perseorangan atau kepemilikan angkot secara sendiri atau pribadi. Bahkan tidak banyak institusi keuangan atau leasing company, mau membiayai unit angkot,” pungkas Dedie.
(*)