Harian Sederhana, Depok – Penggunaan media sosial (medsos) sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari dari anak-anak sampai dewasa. Mudahnya akses internet melalui HP, laptop dan lainnya, menjadikan anak sebagai korban di medsos. Hal itu dibenarkan Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah.
Dari pengaduan yang masuk di KPAI, anak-anak dalam mengakses internet rentan terpapar berbagai berbagai konten negatif seperti pornografi, game online yang bermuatan kekerasan dan pornografi, informasi hoaks, ujaran kebencian, adiksi gadget, radikalisme, serta perilaku sosial menyimpang.
“Kasus Pengaduan Anak Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak Bidang Pornografi dan Cyber Crime KPAI Tahun 2011-2018 mengalami kenaikan,” tuturnya melalui pesan elektronik sebagai refleksi Hari Anak Nasional.
Menurutnya jenis aduannya berupa Anak korban kejahatan seksual online, anak pelaku kejahatan online, anak korban pornografi di medsos, anak pelaku kepemilikan media pornografi, dan anak pelaku bullying di medsos. Ia menyebutkan jumlah total pengaduan kasus pornografi dan cyber crime tahun 2014 sebanyak 322 kasus, 2015 ada 463 kasus, 2016 meningkat 587 kasus, 2017 menjadi 608 kasus dan tahun 2018 naik menjadi 679 kasus.
“Sedangkan untuk kasus anak korban anak di medsos tahun 2014 ada 134 kasus. Tentunya, kita mewaspadai ancaman adanya kasus pornografi melalui medsos dan cyber crime,” paparnya.
Ia menambahkan, bentuk pengaduan kejahatan siber seperti pelaku video pornografi, sexting (chat bermuatan konten pornografi), terlibat dalam grup-grup pornografi, maupun Grooming (proses untuk membangun komunikasi dengan seorang anak melalui internet dengan tujuan memikat, memanipulasi, atau menghasut anak tersebut agar terlibat dalam aktivitas seksual).
Selain itu, ada juga sextortion (pacaran online berujung pemerasan), cyber bully, perjudian online, live streaming video dan trafficking dan penipuan online.
“Dengan adanya kasus ini adalah tantangan bagi orang tua dalam mendidik anaknya di tengah deras dan cepatnya perkembangan teknologi melalui internet. Untuk itu, perlu adanya kewaspadaan pada orang tua dalam melindungi anak-anaknya,” terangnya.
Dikatakannya, perlunya pendampingan orang tua dalam penggunaan HP dan internet. Selain itu, lanjutnya, adanya komunikasi dan kesepakatan antara orang tua dalam penggunaan internet melalui HP maupun laptop.
“Melihat ancaman bahaya tersebut, perlunya antisipasi dalam melindungi anak-anak kita dari pengaruh negatif internet dan kejahatan siber. Belum lagi, adanya ancaman UU ITE bagi anak. Tugas melindungi anak itu tidak dibebankan pada pemerintah saja, tapi juga pada orang tua dan masyarakat secara umum,” tandasnya.
(*)