Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof M. Anis”Tapi kalau di UI kan ada statuta yang memang mengatur calon rektor boleh dari luar UI. Tapi disitu tercantum juga syaratnya harus WNI (warga negara Indonesia). Kalau memang orang asing ya tidak sesuai dengan administrasi. Kalau diubah baru bisa,” katanya pada wartawan, Rabu 24 Juli 2019.
Anis menilai, masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan kebijakan yang diwacanakan tersebut. Berbeda dengan dunia pendidikan di internasional.
“Sesuatu yang baru itu kan harus direspon secara arif, bijak dilihat mana kelemahan dan keunggulannya. Apa permasalahannya. Itu kan sesuatu yang kita harusnya jangan alergi terhadap perubahan,” ujarnya.
Namun jika hal itu diterapkan, Anis optimis akademisi Indonesia mampu bersaing dengan akademisi dari luar negeri secara kompetensi dan itu dibuktikannya saat ia masih mengemban pendidikan di Inggris.
“Kalau dari kompetensi kita mampu, buktinya saya pernah membuktikan waktu saya sekolah di Inggris dulu. Bahkan saya mengalahkan orang-orang yang dari Inggris-nya sendiri. Secara kapasitas, kompetensi kita bisa,” katanya.
Menurut Anis, yang jadi kendala utama di Indonesia adalah pendanaan untuk merunning (menjalankan) suatu universitas.
“Coba aja kalau berani kita melakukan benchmark berapa biaya-biaya yang dibutuhkan dan dana yang tersedia untuk perguruan tinggi di dalam negeri dengan perguruan tinggi negara tetangga kita aja Malaysia, coba aja dicek. Jauh berbeda bumi dan langit biayanya,” tuturnya.
Anis menambahkan, “Tapi kalau kita bersaing dengan luar negeri itu, ibaratnya kalah sebelum berperang. Karena keterbatasan dana aja,” katanya.
Selain itu, jika ingin mendatangkan akademisi dari luar negeri pemerintah juga harus siap dalam segi pendanaan. Karena menurutnya, akademisi asing belum tentu menerima kondisi pendanaan universitas, khususnya PTN di Indonesia.