Harian Sederhana, Depok – Wakil Wali Kota Depok, Pradi Supriatna akhirnya ikut angkat bicara terkait kemacetan di Kota Depok. Pradi menegaskan secara pribadi dirinya telah berupaya mencari solusi atas akar permasalahan yang ada, namun nyatanya ide maupun gagasan yang sempat diusulkannya selalu menemui titik buntu.
Pradi menjelaskan, usulan tersebut telah kerap kali ia sampaikan, bahkan di tahun 2017 dirinya sempat menggagas Jalan Juanda diteruskan sampai ke wilayah Beji, Limo dan sejumlah jalan alternatif lainnya dilebarkan.
“Dengan anggaran sekira Rp 120 miliar, tapi itukan dicoret lagi. Malah dibikin yang parsial-parsial, itu trotoar yang di tengah jalur cepat dan lambat dibuat diancurin lagi buat apa. Itu kan pedagang juga jadi sepi. Kalau mau dilebarin ya pejalan kakinya lah dilebarin satu meter pedestrian supaya aman dan nyaman,” katanya pada wartawan, Kamis (25/7/2019).
Idealnya, ucap Pradi, Depok mempunyai jalan yang saling menghubungkan dari timur ke arah barat. “Sebetulnya dari master plan yang kita rencanakan tata ruang itu sudah ada kenapa engga dilanjutkan. Itu yang jadi pertanyaan,” imbuhnya.
Pradi meyakini, gagasan itu sebetulnya mudah saja direalisasikan sebab dapat dituangkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah atau RPJMD.
“Dengan demikian bisa dilihat mana yang menjadi skala prioritas. Sementara masyarakat kan sudah teriak-teriak masalah kemacetan. Ini bisa jadi skala prioritas,” ujarnya.
Pradi berpendapat, konektivitas antar wilayah itu wajib dimunculkan lagi untuk mengurai kemacetan di Kota Depok. “Ini yang ada di kepala saya hendaknya kita pikirkan, kita buat mudah transportasi dari wilayah timur ke barat, utara ke selatan atau sebaliknya,” ujarnya.
Politisi Partai Gerindra itu mengaku dirinya telah berupaya untuk merealisasikan wacana tersebut, namun sayangnya hal itu mendapat penolakan dengan dalih terbentur anggaran.
“Sebetulnya kan bisa dikalahkan dengan kegiatan fisik lainnya yang sifatnya parsial bisa kita buat lebih tematik. Ini kan lebih prioritas. Kalau tematik kan bisa kita buat wilayah ini dulu, kemudian yang lain,” ucapnya.
Pradi menambahkan, kalaupun memang tidak bisa, coba dbangun komunikasi dengan invesment dengan swasta tapi tentunya mengikuti kaidah aturan yang ada. “Termasuk tata ruang di Depok jangan ditabrak-tabrak. Ini nanti menyalahi prosedur dan bisa ke ranah hukum,” katanya.
Harusnya, lanjut Pradi, langkah pertama yakni menyiapkan master plan (rancangan) harus dilakukan mulai dari sekarang. Nantinya, jika perlu direvisi rencana tata ruang itu maka dapat melibatkan konsultan publik.
“Kalau perlu dari luar kita ambil konsultannya untuk penataan kota lebih baik,” kata dia.
Selain terbentur dengan dalih anggaran, Pradi mengaku dirinya tidak dapat berbuat banyak karena tidak memiliki kewenangan mutlak.
“Persoalnnya saya bukan pengambil kebijakan, tugas utama saya sementara terbatas. Kami sifatnya hanya memberikan masukan bagi pengambil kebijakan. Cita-cita saya sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan di Depok, adalah memprioritaskan mana yang buat ruang terbuka hijau, pendidikan, pemukiman dan lain-lain,” tandasnya.
(*)