Harian Sederhana, Bandung – Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jawa Barat, Dewi Sartika meluruskan maksud Gubernur Jabar, Ridwan Kamil mengenai wacana pembubaran sekolah menengah kejuruan (SMK).
Kadisdik menjelaskan, pembubaran tersebut berarti sebuah evaluasi yang akan dilakukan oleh pemerintah.
“Bukan. Bukan membubarkan SMK. Tapi, kami akan terus mengevaluasi SMK yang ada di Jawa Barat dan terus mendorong SMK agar dapat mencetak lulusan yang dibutuhkan industri,” tegasnya, Rabu (31/7/2019).
Saat ini, lanjut Kadisdik, di Jabar terdapat 108 kompetensi keahlian, terdiri dari 9 bidang keahlian dan 49 program keahlian. Setidaknya, ada 5 kompetensi keahlian yang paling banyak dibuka di sekolah-sekolah.
Lima kompetensi keahlian tersebut, antara lain teknik komputer dan jaringan sebanyak 1.152 sekolah, otomatisasi dan tata kelola perkantoran (869), teknik kendaraan ringan otomoif (735), teknik dan bisnis sepeda motor (675) serta akuntansi dan keuangan lembaga (547).
Dari lima kompetensi keahlian itu, akan dlihat apakah masih relevan dengan kebutuhan industri atau tidak. Beberapa kompetensi keahlian harus direvisi kurikulumnya, bahkan ada rencana re-grouping atau merger sekolah.
“Kami sudah melihat, sejumlah SMK memiliki siswa kurang dari 60%. Kalau sudah begini, bagaimana kita akan bicarakan mutu sekolah,” ucapnya.
Menurut Kadisdik, saat ini jumlah SMK Negeri di Jabar hanya 9,6% atau 285 sekolah. Sedangkan SMK swasta mencapai 2.665 sekolah atau 90,4%. Tahun ini, total siswa SMK mencapai 1.074.424 siswa.
Untuk merevitalisasi SMK, setidaknya ada lima hal yang harus diperhatikan. Yakni kelembagaan, guru dan tenaga kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan serta peserta didik.
Persoalan kelembagaan, lanjutnya, terkait persebaran SMK yang tidak merata di Jabar. Ke depan, pendirian SMKN di kabupaten/kota harus dengan prioritas kearifan lokal atau potensi wilayah. Untuk itu, diperlukan keterlibatan pemerintah daerah agar pembangunan sekolah disesuaikan dengan rencana umum tata ruang wilayah (RUTR).
Hal lainnya, tambah Kadisdik, berkaitan dengan penataan kompetensi keahlian dengan mengurangi kompetensi keahlian yang sudah jenuh dan memiliki risiko dampak otomatisasi. Masih banyak kompetensi keahlian yang belum memperbarui teknologinya.
Selain itu, Kadisdik menilai perlunya menambah jumlah SMK berlisensi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP-P1) pada setiap kota/kabupaten dan akan mendorong 80% SMK terakreditasi A. “Ini juga terus dibahas, apakah sertifikasi itu cukup dilakukan oleh sekolah atau ada lembaga lain,” ujarnya.
Persoalan berikutnya, papar Kadisdik, yaitu berkaitan dengan guru dan tenaga kependidikan. Guru, pengawas, dan tenaga kependidikan masih belum sebanding dengan kebutuhan.
Ditambah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) tidak menyediakan pendidikan untuk guru produktif dari beberapa kompetensi keahlian, seperti guru kedirgantaraan.
Terkait kurikulum, Kadisdik menyatakan, perlu kerjasama aktif dengan kalangan industri untuk merancang kurikulum yang sesuai kebutuhan industri. Saat ini, setidaknya terdapat 700 kalangan industri yang sudah bekerja sama dengan SMK di Jabar.
“Harapan kami, penyusunan kurikulum ini akan implementatif. Selain itu, dibarengi pengembangan teaching factory,” paparnya.