Harian Sederhana, Bekasi Selatan – Ratusan buruh yang tergabung dalam SP KEP SPSI yang juga salah satu elemen dari GEKANAS menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Wali Kota Bekasi, Kamis (08/08).
Aksi unjuk rasa yang dijaga ketat oleh aparat keamanan kepolisian tersebut menuntut dukungan Wali Kota Bekasi untuk menolak revisi Undang-Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan yang dinilai merugikan pekerja.
Guntoro, salah seorang perwakilan penunjuk rasa, mengatakan pada aksi kali ini pihaknya meminta komitmen pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan bagi pekerja dan membuat surat rekomendasi ke Pemerintah Pusat dan DPR RI untuk menolak rencana revisi UU tersebut.
“Kami berharap Pemerintah Kota Bekasi bisa memberikan dukungannya terhadap penolakan revisi UU Ketenagakerjaan tersebut, agar terjaganya kondusifitasan dunia usaha dan ketenangan bekerja,” pintanya, Kamis (8/8).
Menurut dia, sebenarnya wacana revisi UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sudah digulirkan sejak tahun 2004 yang lalu. Lalu pada tahun 2006 digulirkan kembali dan memicu perlawanan yang masif dari seluruh pekerja dan serikat pekerja di Indonesia.
“Kemudian diajukan kembali pada tahun 2010 dan 2012 dan terakhir pada tahun 2019 ini yang semakin memanas di kalangan pekerja Indonesia,” jelasnya.
Sambung dia, beberapa kajian telah dilakukan dan benang merah yang dihasilkan bahwa UU nomor 13 tahun 2003 dianggap kurang kompatibel bagi dunia usaha dan iklim investasi.
Serta lupa mempertimbangkan tinjauan dan kepentingan dari sisi pekerja sehingga secara umum rekomendasi materi perubahan yang diberikan tidak menyentuh sisi perlindungan bagi pekerja bahkan justru sebaliknya merugikan kepentingan pekerja.
“Selain itu, dengan adanya materi pasal-pasal, fleksibelitas hubungan kerja, hilangnya kepastian kerja dan pengurangan nilai kesejahteraan, menjadi hal yang sangat kami perhatikan pada aksi ini,” imbuhnya.
Wakil Ketua Bidang Sosial, Ekonomi dan Kesejahteraan PC FSP KEP SPSI Kabupaten-Kota Bekasi, Abdul Gho’ur Muhammad, mengatakan penolakan serikat pekerja terhadap rencana revisi UU Ketenagakerjaan yang dilakukan, bukan berarti serikat pekerja tidak mementingkan investasi dan dunia usaha.
Tetapi revisi UU Ketenagakerjaan dapat saja dilakukan demi perbaikan iklin investasi dan dunia usaha di Indonesia sepanjang perubahannya tidak semakin merugikan dan memperburuk kesejahteraan dan perlindungan bagi pekerja.
“Jika revisinya buruk dari pada UU sebelumnya, maka dipastikan gelombang penolakan akan dilakukan oleh pekerja dan serikat pekerja seluruh Indonesia dan serikat pekerja akan all out untuk mempertahankan UU nomor 13 tahun 2003 yang ada sekarang,” tegasnya. (*)