Harian Sederhana, Depok – Tekanan Kota Depok untuk berpisah dari Provinsi Jawa Barat (Jabar) nampaknya sudah mulai terasa. Kali ini suara tersebut muncul dari anggota DPRD Kota Depok dan DPRD Provinsi Jabar.
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Imam Budi Hartono mengaku dirinya lebih suka Kota Depok bergabung dengan Provinsi Bogor Raya. Hal ini lantaran pertimbangan pendekatan pelayanan, budaya, serta potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Kalau saya sih lebih suka ya kalau kota ini gabung dengan Provinsi Bogor Raya,” tuturnya ketika dikonfirmasi oleh Harian Sederhana, Kamis (22/08).
Ia mengatakan, faktor koordinasi selama ini hubungan antara DKI Jakarta-Jabar mengalami birokrasi yang panjang. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya semacam forum Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek).
“Karenanya kalau sudah jadi provinsi sendiri akan lebih cepat dan lebih simple,” katanya.
Pria yang akrab disapa IBH ini juga menyebut kalau Jawa Barat terlalu luas. Untuk itu, dirinya menyarankan agar sebaiknya Jabar dibagi menjadi tiga provinsi baru supaya lebih cepat maju dan berkembang.
“Banyak provinsi-provinsi baru yang lepas dari induknya dan bisa lebih cepat maju dan berkembang dari segala macam aspek. Contohnya seperti Provinsi Bangka Belitung,” imbuh IBH.
Ketika disinggung kenapa tidak memilih ke Depok, dari sisi politis IBH melihat kalau bergabungnya kota ini ke DKI Jakarta rasanya tidak pas. Sebab Jawa Barat memiliki DPRD di tingkat kota/kabupaten, sedangkan DKI Jakarta tidak memiliki itu.
“Itu kalau dilihat dari sisi politik ya. Kalau ada provinsi baru kan kami akan punya gubernur baru,” kelakarnya.
IBH juga melihat dari sisi perekonomian dan masyarakat sendiri maka wilayah baru akan lebih cepat berkembang sehingga tidak akan selalu tergantung dari Jakarta. Selain itu, mobilitas manusia tidak hanya akan ke Jakarta saja melainkan ke Ibukota provinsi baru.
“Lowongan kerja seperti kebutuhan Aparatur Sipil Negara (ASN) akan banyak karena membutuhkan pelayanan di pusat pemerintahan baru, BUMD baru, dan otomatis kantor-kantor baru pihak ketiga atau swasta,” bebernya.
Ia bahkan menyebut dari sisi kemacetan sendiri bisa dipastikan akan berkurang lantaran Depok tidak akan lagi tergantung ke Jakarta dan bahkan sebaliknya.
“Sekarang kita bergantung, bisa saja nanti sebaliknya. Jakarta akan bergantung dari kita seperti pembuangan sampah adanya di kita, masalah banjir pun pengendaliannya ada di kita dan lain sebagainya. Kan TPA Bantar Gebang sama TPAS Nambo ada di luar Jakarta,” kata IBH.
Disinggung soal budaya yang berbeda dengan Bogor, IBH menyebut selama ini tidak masalah saat bergabung dengan Jabar. “Jangan dibuat alasan lah untuk itu, kita biasa bhinneka tunggal ika, semakin berwarna semakin indah dan cantik,” ujarnya.
Saat disinggung soal sikap Gubernur Jawa Barat, IBH menyebut menyebut akan menolak. Namun, hal itu adalah wajar karena siapapun bebas berpendapat.
“Kalau secara langsung sikapnya seperti apa kepada kami (DPRD Jawa Barat-red) sih belum ada. Namun, saya pikir gubernur ga bakal setuju karena beliau lebih suka pemekaran kota/kabupaten se-Jabar dari 27 menjadi 36 kota/kabupaten,” tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok, Hendrik Tangke Allo justru menilai Depok akan lebih efektif jika bergabung dengan Provinsi Bogor Raya ketimbang DKI Jakarta.
“Bogor Raya sebenarnya menurut saya akan lebih bagus bila penggabungan kabupaten-kota. Kalau dari tata kelola kita kan koordinasi jadi lebih dekat dari pada ke Jawa Barat. Dan menurut saya, potensi sumber daya alam Bogor Raya yang terdiri dari beberapa kabupaten-kota sudah memenuhi syarat,” katanya.
Politisi sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Kota Depok ini pun yakin dan optimis, bila wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya terealisasi maka akan berdampak positif pada Kota Depok.
“Depok akan jauh lebih berkembang karena koordinasi lebih cepat dan pemerintah Provinsi Bogor Raya bisa terfokus hanya pada beberapa kabupaten kota. Jadi lebih efektif,” imbuhnya.
Ketika disinggung soal banyaknya warga Depok yang beraktivitas di Jakarta, Hendrik menilai hal itu terjadi karena selama ini Jakarta menjadi sentra pusat perekonomian.
Itu artinya, lanjut Hendrik, jika pembentukan tersebut terealisasi maka pusat perekonomian pun akan berkembang dan tidak hanya di Jakarta, namun bisa meluas ke wilayah penyangga lainnya.
“Kan kalau misalnya ada Bogor Raya, nanti ada ibu kota provinsinya. Nah itu bisa jadi pusat pemerintahan dan pusat bisnis, peluang pekerjaan bagi warga yang ada, termasuk Depok. Disana lebih dekat,” katanya.
Pria yang akrab disapa HTA ini pun menambahkan akan ada peluang masyarakat Kota Depok yang selama ini mencari nafkah di Jakarta bisa lari ke Bogor.
“Misalnya terbentuk, kemudian disetujui kabupaten kota disitu (Bogor), kita secara administrasi ke sana, bisnis ke sana, pembukaan lapangan kerja pasti ke sana juga. Jadi mungkin yang mencari nafkah di Jakarta bisa ke Bogor,” imbuhnya.
Lebih lanjut Hendrik menegaskan jika salah satu alasan Wali Kota Depok, Mohammad Idris memilih gabung bersama DKI Jakarta hanya karena dari sisi budaya atau bahasa, maka itu tidaklah tepat.
“Kalau dari segi bahasa Depok kan heterogen, banyak sekali suku agama, ras termasuk bahasanya. Kalau berpatokan bahasa semua juga banyak di Depok. Artinya kita tidak setuju kalau masalah primordial yang diangkat,” imbuhnya.
Namun demikian, Hendrik berharap wacana yang bergulir itu melalui mekanisme dan tahap kajian yang menyeluruh dari setiap aspek. “Biarkanlah petinggi-petinggi memikirkan itu,” tandasnya.
Terpisah, Gubernur Jabar, Ridwan Kamil melihat wacana pemekaran provinsi seperti usulan terbentuknya Provinsi Bogor Raya tidak relevan. Dirinya malah lebih berkenan bila di Provinsi Jabar dilakukan pemekaran desa atau wilayah tingkat dua (kota/kabupaten).
“Jadi, berbagai bantuan keuangan dari pemerintah pusat itu turunnya ke daerah tingkat dua bukan ke provinsi. Makanya enggak relevan kalau pemekaran provinsi mah dan kalau menurut saya yang berpengaruh itu adalah pemekaran tingkat dua (kabupaten/kota) atau desa,” tuturnya selepas menghadiri Rapat Paripurna di Gedung DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, Kamis (22/08).
Menurut Emil, jika dilakukan pemekaran wilayah tingkat dua sebanyak 10 daerah maka jumlah anggaran dari pemerintah pusat ke Provinsi Jabar akan bertambah. “Kalau nambah 10 daerah saja itu maka bantuan keuangan triliunan rupiah akan masuk dari pusat karena berbanding lurusnya dengan jumlah daerahnya,” kata Emil.
Dia mengatakan hingga saat ini pihaknya masih melakukan kajian pemekaran desa di Jawa Barat. “Sampai saat ini masih dikaji. Orang bicara pemekaran lihat urgensi-nya yaitu datang dari pelayanan publik yang terlalu lama di perjalanan dan terlalu jauh. Oleh karena itu, saya cenderung pemekaran desa dan pemekaran tingkat dua,” kata dia.
Menurut dia, pemekaran desa dan daerah tingkat dua ini jika dibandingkan dengan wilayah Provinsi Jawa Timur yang berjumlah penduduk 40 juta sedangkan jumlah wilayah pemerintahan sebanyak 38 kabupaten/kota.
Provinsi Jawa Barat, kata Emil, jumlah penduduknya sebanyak 50 juta jiwa sedangkan jumlah wilayahnya hanya 27 kabupaten/kota.
Ketika ditanya tentang ideal jumlah desa di Jawa Barat, Gubernur Emil mengatakan pihaknya belum bisa menentukan dan hal itu masih menunggu hasil kajian yang hingga saat ini masih dilakukan.
Akan tetapi, lanjut Emil, saat ini banyak desa yang terlalu luas sehingga pelayanan kepala desanya terlalu jauh. “Itu kasihan kepala desanya karena wilayah desanya terlalu luas,” ujar Emil. (*)