Harian Sederhana, Bogor – Rencana pemerintah pusat memindahkan Ibu Kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur berimbas terhadap munculnya wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya bagi wilayah sekitar Jakarta atupun penggabungan kota-kota penyangga Jakarta.
Hal itu pun membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menggandeng IPB untuk melakukan kajian dampak dari pemindahan ibukota bagi wilayah-wilayah di sekitar Jakarta.
Kepala Lembaga Pengembangan Institut (LPI) IPB, Ernan Rustiadi mengatakan bahwa pemindahan ibu kota merupakan salah satu muara akibat tak tuntasnya permasalahan di Jabodetabek.
“Sebenarnya bila ibu kota dipindah pun masalah tetap ada. Jabodetabek adalah kota global di Indonesia dan juga pusat bisnis,” ujarnya saat konferensi pers di Sekolah Bisnis IPB, Jalan Pajajaran, Minggu (25/08).
Menurut dia, meski Jabodetabek merupakan kota global namun gagal bersaing dengan kota global dunia lainnya. Lantaran selama ini Jabodetabek masih terjebak dalam permasalahan kemiskinan, kemacetan dan ketidakharmonisan antar pemerintah daerah.
Ia juga menilai bahwa rencana pemindahan ibu kota dilakukan lantaran beberapa pertimbangan. Diantaranya ingin mendekatkan ibu kota dengan seluruh penduduk Indonesia lantaran berada di tengah-tengah nusantara.
“Tapi salah satu alasan pokoknya adalah tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang ada di Jabodetabek. Karena itu apabila perencanaan salah, sama saja memindahkan masalah ke daerah lain,” katanya.
Ernan menilai bahwa pemindahan ibu kota juga takkan berdampak pada roda perekonomian Jabodetabek. Sebab, biar bagaimanapun ekonomi bukan digerakan oleh pemerintah.
“Nggak bisa pemerintah memindahkan pusat ekonomi ke suatu daerah,” kata pria yang juga peneliti P4W IPB ini.
Lebih lanjut, kata dia, pihaknya akan melakukan kajian terhadap semua aspek, di antaranya daya dukung lingkungan, sosial, ekonomi, transportasi dan tata ruang. Setelah itu, sambungnya, barulah melakukan kajian terhadap governancy atau tata kelola daerahnya akan seperti apa.
“Apa akan dibuat provinsi baru, atau penggabungan ke wilayah tertentu ataupun membentuk lembaga baru di luar sistem administrasi kota dan kabupaten yang ada. Jadi pemekaran wilayah itu hanya opsi,” jelas Ernan.
Ia menambahkan, pemekaran wilayah harus dilihat sebagai opsi pilihan. “IPB melakukan kajian dengan pintu masuk dampak pemindahan ibukota terhadap daerah lain,” paparnya.
Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa Kota Bogor harus menghitung potensi kenaikan atau stagnannya Pendapatan Asli Daerah (PAD) bila ibukota dipindahkan.
“Luas wilayah takkan bertambah. Kemudian akan ada urbanisasi dan lain-lain. Jadi apabila ibu kota pindah dampaknya apa bagi wilayah sekitar, itu diperlukan adanya kajian,” ucap Bima.
Bima menyatakan bahwa perluasan wilayah, pembentukan provinsi baru hingga bergabung dengan wilayah lain merupakan salah satu opsi untuk mengantisipasi dampak pemindahan ibukota. “Seperti perluasan wilayah Kota Bogor ini kan mencuat setelah Pak Dedie membicarakan hal itu di forum antar pemerintah,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama Rektor IPB, Arief Satria menuturkan bahwa kajian tersebut direncanakan akan rampung pada Desember 2019, dan setelah itu pihaknya akan mengeluarkan rekomendasi hasil kajian. “Rencananya Desember rampung, setelah itu akan kita berikan rekomendasinya,” katanya.
Terpisah, Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto menyatakan bahwa hingga kini belum ada pembahasan terkait pembentukan provinsi baru atau bergabung dengan wilayah lain. “Belum ada (pembahasan). Makanya kami dukung kajian ini. Kalau sudah selesai akan ditindaklanjuti di DPRD,” katanya.
Lebih lanjut, kata dia, aspek ekonomi, sosial dan ekologi harus dijadikan salah satu bahan kajian terkait dampak pemindahan ibukota, serta opsi apa yang harus diambil oleh Kota Bogor.
Rektor Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Ending Bahruddin menyebut Wali Kota Bogor yang mengemukakan wacana tentang perluasan wilayah, pembentukan provinsi baru, gabung ke DKI atau Megapolitan Jabodetabek sangat lah logis karena dengan meningkatnya pertumbuhan warga dan kebutuhan wilayah baru dalam meningkatkan ekonomi, ekologi dan sosialnya.
Namun Ending juga menyebut, hal itu harus dibarengi dengan kajian mendalam dan fakta di wilayahnya. Karena menurut Ending, masih banyak wilayah Kota Bogor yang harus di perhatikan dan diselesaikan persoalannya yang terbilang kompleks.
Ending menuturkan, dulu ketika masih di zaman orde baru Kota Bogor sudah menerima sebanyak 24 wilayah tingkat Desa dari Kabupaten Bogor dan berubah menjadi kelurahan karena masuk wilayah administrasi kota madya.
Embing menyebut, sejak masuk wilayah kota madya ke 24 kelurahan itu biasa saja sama seperti ketika masih di wilayah kabupaten. Cuma, sedikit perbedaannya mereka tidak terlalu jauh mengurus administrasi kependudukannya.
“Jadi wacana itu saya rasa logis ya, tapi tolong sebelum jauh melebar coba diselesaikan dulu nih wilayah sekarang yang ada. Tolong di perhatikan dan diselesaikan persoalannya, perbaiki ekonomi dan sosialnya. Ini aja nih yang ada disekitar sini, mana atuh,” papar Ending saat dimintai komentar perihal kajian secara akademisi yang dikemukakan Pemkot Bogor bersama IPB Universty Bogor, Senin (26/8).
Ending pun mengatakan, saat dirinya bertemu dengan Bupati Bogor, Ade Yasin, pada perayaan Milad UIKA, Bupati Bogor menanggapi datar perihal wacana perluasan wilayah Kota Bogor. Ending menuturkan, bahwa Bupati Bogor lebih menanggapi perihal pembentukan provinsi Bogor raya.
“Bupati berseloroh gini, Kota dan Kabupaten Bogor itu ibarat adik kakak. Jadi seharusnya kalau ada apa-apa teh harusnya dibicarakan saja dan waktu acara Milad UIKA kemarin itu, Bupati hadir sama Wakil Wali Kota saat jalan sehat dan pada kesempatan lain Wali Kota bertemu dengan mantan Bupati, nah dari sanalah muncul wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya,” ungkap Ending.
Namun Ending mengakui, meski perluasan wilayah dan pembentukan Provinsi baru banyak yang menentang, dia sangat setuju jika wacana itu dikaji melalui kajian-kajian mendalam lainnya termasuk kajian akademisi.
Menurutnya, jika betul ada atau terbentuknya provinsi baru akan sangat membantu warga masyarakat dalam mengurusi administrasinya ke Ibu Kota Provinsi, yang terpenting para pemangku kebijakan dalam mencetuskan wacana itu berdasarkan niat untuk pengabdian kepada masyarakat dan tidak ada implik-implik lainnya.
“Jika itu untuk kepentingan umat atau masyarakat, ya saya pikir logis karena akan sangat membantu dalam mendekatkan masyarakat dengan ibu kotanya. Termasuk waktu itu Gubernur juga pernah membahas, silahkan saja tapi harus melalui kajian matang dan dampaknya akan sangat bermanfaat tidak bagi masyarakat. Khususnya dalam pembenahan, peningkatan dan kesejahteraan rakyat itu sendiri. Jadi itu saja sih menurut saya kajian yang harus di prioritaskannya, yaitu kembali kepada masyarakat jangan hanya isu wacana ini beredar dikalangan pejabat aja,” pungkas Ending. (*)