Harian Sederhana, Depok – Belum adanya aturan yang mengubah diksi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di kabupaten dan kota ternyata masih menjadi pertanyaan. Pasalnya, regulasi tersebut membuat lembaga yang sudah berdiri kurang lebih satu tahun itu lemah hukum.
Hal tersebut dirasakan juga oleh Bawaslu Kota Depok yang mengaku hingga saat ini masih menunggu keputusan dari pusat atau Bawaslu Republik Indonesia.
“Kita sebagai pengawasan pemilu di wilayah kabupaten/kota bertugas melaksanakan perundang-undangan, seharusnya ini sudah menjadi perhatian pusat,” tutur Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Kota Depok, Dede Slamet Permana selepas kegiatan Refleksi Pengawasan Pemilu Tahun 2019 di Gedung Hotel Bumi Wiyata Jalan Margonda, Kota Depok, Kamis 29 Agustus 2019.
Pada prinsipnya, menurut Dede dalam seluruh undang-undang yang mengatur Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) maupun Pemilihan Umum (Pemilu) telah ditetapkan bahwa pengawasan ada di tangan Bawaslu.
“Jeleknya kalau terkendala aturan teknis kabupaten kota, maka Bawaslu RI akan mengambil alih (take over) pengawasan bagi pemilihan di seluruh indonesia. tentunya nanti akan ada solusi,” bebernya.
Namun, disisi lain Dede enggan berspekulasi terhadap imbas dari perubahan tersebut. Karena, dengan merubah aturan tentunya akan banyak juga undang-undang yang direvisi, maka perlu ada solusi dari permasalahan tersebut.
“Ada solusi jangka pendek, lembaga ini sudah setahun umurnya. Kalau dibubarkan begitu saja pertimbangannya apabila ada kekosongan hukum juga tidak bisa diputuskan sepihak. Hemat saya, tentu ada antisipasinya dari pusat,” tegasnya.
“Ini juga sudah dilakukan pertemuan dengan pihak pusat dan dibahas panjang lebar. Intinya kami bersikap menunggu arahan pusat,” tandasnya.
Sementara menunggu, Dede menyebut pihaknya akan terus melakukan rutinitas pekerjaan sesuai tugas pokok dan fungsi sebagai Bawaslu seperti mempersiapkan MPHD, perencanaan personel, dan menyusun anggaran.
“Kita lakukan tugas seperti biasa, tidak ada yabg berubah terutama saat ini mengawasi KPU dalam menginput DPK yang nantinya menjadi bahan DP4,” bebernya.
Namun, dirinya menegaskan ada hal-hal yang dikhawatirkan akan menuai kontroversi yaitu ketika UU Pilkada sebelumnya telah berjalan dan telah menemukan kepastian hukum laku tiba-tiba diubah menjadi aturan baru maka akan menimbulkan status hukum yang menggantung.
“Ada beberapa aturan di Pilkada lama dieliminir contohnya putusan atau rekomendasi yang nantinya akan terasa dalam hal kasus administrasi calon. Seperti diketahui, itu selalu menjadi isu hangat di Kota Depok. Dengan pemberlakuan aturan baru, akan menimbulkan kegamangan dan merugikan peserta juga,” pungkasnya.
Sementara itu, saat ditanya apakah perubahan tersebut akan berpengaruh pada pengesahan anggaran, Dede hanya tersenyum. Dirinya memaparkan, tidak pernah ada persoalan terkait anggaran Bawaslu dari awal penyelenggaraan Pemilu.
“Jadi, secara langsung belum tau tapi prinsipnya dari Permendagri mengharuskan anggaran soal itu (Bawaslu), aturan keuangan selama ini Bawaslu belum ada satker mandiri karena masih menginduk pada Dipa mandiri. Nanti tentu ada penyelarasan antara anggaran dan aturan baku dari pusat,” tandasnya. (Octa/Wahyu Saputra)