Harian Sederhana, Depok – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Depok 2020 sebentar lagi akan digelar. Namun, sampai saat ini pengajuan dana penyelenggaran pemilu yang diajukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok sebesar Rp 74 miliar infonya ditolak.
Namun, KPU Depok pun sudah mengajukan permintaan efisiensi anggaran untuk penyelenggaraan pemilu ini. Dari 74 miliar, KPU diminta melakukan kajian lagi terkait besaran anggaran ini. Mereka pun mengajukan kembali dana sebesar 64 miliar yang kini tengah dibahas oleh Badan Anggaran DPRD Depok.
Ketua KPU Depok, Nana Shobarna menuturkan pihaknya belum secara resmi menerima persetujuan dana, namun informasi yang ia dapatkan, KPU Depok dialokasikan anggaran sebesar Rp 60 miliar.
“Sesungguhnya kami ini sedang galau karena pada saat ini kita mengajukan anggaran itu ke Pemkot maupun DPRD Kota Depok. Kita masih memasukkan honor untuk PPK dan PPS versi pemilu kemarin. Belum lama ini kami diundang rakor ke Jogja bersama KPU RI yang mana disana pihak KPU juga sedang menunggu persetujuan terkait peningkatan honor ini,” tuturnya, Kamis (05/09).
Peningkatan honor, lanjut Nana, dapat berimbas pada kurangnya nilai anggaran sebesar Rp 60 miliar tadi. Menurutnya, peningkatan honor bagi petugas pemilu akan naik signifikan.
“Untuk honor saja bisa Rp 15 sampai Rp 20 miliar. Tapi sampai saat ini kita juga belum tahu kenaikan itu disetujui Kemenkeu atau tidak. Kalau itu terjadi, waduh kita mau bilang apa lagi nih sama Pemkot,” katanya.
Nana mengungkapkan, kenaikan honor tersebut diperkirakan dua kali lipat dari honor pemilu kemarin. Untuk Ketua KPPS saja, ujarnya, dianggarkan Rp 550 ribu per orang. Jika mengacu pada pemilu serentak kemarin, total pengeluaran dalam sehari menyentuh angka Rp 42 miliar.
“Kita lihat saja pemilu serentak kemarin honor, TPS, makannya sehari aja Rp 42 miliar dengan jumlah TPS 5.775,” bebernya.
Pada periode sebelumnya tahun 2015, anggaran Pilkada sebesar Rp 54 miliar sehingga pihaknya menilai jumlah Rp 74 miliar masih rasional. Besaran tersebut, kata Nana, tergantung kemampuan daerah untuk membiayai penyelenggaraan Pilkada.
Kendati demikian, pihaknya tetap melakukan efisiensi dan revisi terkait besaran anggaran tersebut dengan pencermatan dan penghitungan kembali. “Ya hal yang mungkin kami efisiensikan sifatnya sunnah. Tapi kalau wajib ya harus seperti honor, pengadaan kotak, bilik dan lainnya kan gak mungkin kita efisiensikan,” bebernya.
Lebih lanjut, Nana mengungkapkan yang mungkin akan diefisiensikan adalah sosialisasi. Sosialisasi tersebut nantinya akan melibatkan banyak pihak tak hanya petugas KPU namun juga pemerintah daerah dan semua elemen terkait. Pengurangan sosialisasi ini, dikatakannya, mejadi dilema tersendiri bagi KPU khawatir dengan berkurangnya pemilih.
“Itulah dilematis kita sebagai pengendara, di satu sisi ingin meningkatkan pemilih tapi di sisi lain dibatasi oleh anggaran. Ya mau tidak mau harus bekerja ekstra dan kami juga ingin Pemkot untuk all out, kalaupun tidak teranggarkan di KPU ya anggaran lain,” tandasnya. (*)