Harian Sederhana, Bekasi – Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi kabarnya akan melakukan evaluasi pada kebijakan Kartu Sehat (KS) Bekasi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Nantinya evaluasi tersebut mencakup penggunaan kartu jaminan kesehatan yang berlaku untuk seluruh warga Kota Bekasi tanpa terkecuali.
“Rencananya bakal ada semacam pemilihan mana yang mampu, setengah mampu dan tidak mampu,” tutur pria yang akrab disapa Bang Pepen kepada wartawan, Kamis (12/09).
Ia mengatakan, pihaknya akan terus melakukan evaluasi terhadap efektivitas KS Bekasi. Hal ini lantaran kebijakan yang ada harus benar-benar tepat sasaran. Program jaminan kesehatan ini memang berlaku bagi seluruh warga Kota Bekasi, tetapi ada beberapa warga yang rupanya tidak memanfaatkan layanan dari pemerintah tersebut.
Sebagai informasi, KS Bekasi merupakan program yang dikeluarkan Pemkot Bekasi sejak 2017 silam. Kartu ini menjamin layanan kesehatan gratis bagi seluruh warga dengan berbasis NIK, proses rawat inap dijamin dengan menyediakan kamar kelas tiga bagi para pengguna KS Bekasi di rumah sakit yang bekerja sama dengan Pemkot Bekasi.
“Lagi dirumuskan kalau orang kaya kan dikasi kartu sehat enggak akan pake dia, enggak mungkin dia mau pakai kelas tiga, orang dia bayar keas 1 VIP aja dia masih mampu bayar, tapikan kewajibannya negara boleh dong (memberikan jaminan kesehatan),” tegas dia.
Rahmat hari ini juga telah menggelar rapat dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, evaluasi KS Bekasi diharpakan juga dapat memberikan manfaat besar terutama warga tidak mampu.
“Kita lagi evaluasi penggunaan KS sampai dengan kewajibannya ya, terus juga penggunanya. Penggunanya itu ya kalau sekarang kelas 3 untuk warga masyarakat Bekasi, terus juga ada tanggungan 42.000 peserta yang di dinsos itu yang diputus oleh bantuan itu. Itu juga kan wajib KS,” jelas dia.
Meski keberadaan Kartu Sehat (KS) berbasis NIK Kota Bekasi memberi manfaat bagi masyakarat Kota Bekasi, bukan berarti desakan untuk permintaan audit anggaran kartu unggulan pada masa kampanye Pilkada 2017 lalu berhenti begitu saja.
Dukungan dari berbagai pihak pun berdatangan, sejumlah anggota DPRD Kota Bekasi yang baru terpilih pun serukan audit untuk transparansi anggaran yang sudah digunakan sejak 2017 silam.
Dianggap sebagai program pro rakyat (unggulan) yang diluncurkan menjelang masa kampanye Pilkada Kota Bekasi ini mendongkrak elektabilitas Walikota Bekasi saat itu.
Tak heran, banyak pihak sampai sekarang ini mengatakan bahwa kebijakan KS tersebut sarat dengan kepentingan politik. Selaras dengan penggunaannya yang juga sangat membantu masyarakat menengah ke bawah, untuk mendapat layanan kesehatan yang sempurna.
Ketua LSM Pemantau Kinerja Aparatur Negara (Pekan) RI Untung Tampubolon mengatakan, masalah Kartu Sehat berbasis NIK dari dulu sudah dikritisi oleh Masyarakat maupun LSM.
“Di awal, kartu itu (KS-NIK) diluncurkan banyak pemegang KS itu orang-orang dengan kategori menengah ke atas, seperti PNS Pemkot Bekasi, para Kasie dan Kabid bahkan Kepala Dinas dan keluarganya. Kami kritisi karena program tersebut tak tepat sasaran sebab peruntukannya terlalu bias dan tak terstruktur,” katanya.
Sebagai contoh, kata dia, menengah ke atas harusnya berbeda biaya recoverynya dengan mereka yang menengah ke bawah.
Akan tetapi, lanjut Untung, kekritisan itu tak mendapat respon baik eksekutif maupun Dewan pada periode 2014-2019. Dan yang paling mengejutkan malah Dewan mendukung naiknya anggaran 100% untuk 2019.
“Itu, tanpa menganalisa argumentasi kenaikan anggaran yang diberikan Dinas Kesehatan,” beber Untung Tampubolon.
Kalau mau jujur, kata Untung, terlalu mudah aparat hukum menemukan siapa pelaku korupsi di KS Berbasis NIK ini, sebagai contoh, apa saja kriteria yang berhak menerima KS ini dan siapa yg meloloskan sehingga melanggar aturan.
Kedua, bukankah setiap pengguna KS harus melepas BPJSnya agar tidak tumpang tindih data basenya. Lalu periksa adminstrasi para pengguna KS karena ada laporan yang menyatakan pasien KS tidak pernah menerima kwitansi dan tidak menandatangani administrasi proses perobatan.
“Ada indikasi pemilik kartu KS banyak yang mampu dari sisi finansial. Padahal jargonnya adalah untuk membantu orang tidak mampu,” jelasnya.
Untung menambahkan, kalau diperhatikan kartunya hanya berlaku 1 tahun, terus selanjutnya bagaimana dari sisi pemanfaatan di tahun berikutnya.
“Bukankah rentan untuk dimanipulasi, banyak lagi sebagai pintu masuk untuk diaudit, karena sisi administrasinya lemah dan Dinkes sebagai regulasi harus bertanggung jawab terhadap penggunaan anggaran,” tambah dia.
“Sebagai bukti kami (LSM Pekan RI) juga sudah pernah melaporkan ke Kejaksaan Tinggi Provinsi Jawa Barat perihal adanya pembelian obat untuk Puskesmas tahun anggaran 2017 yang terindikasi korupsi, namun masih mandek.
Saat ini, sudah waktunya aparat hukum seperti Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengklarifikasi terpenuhi atau tidak setiap laporan masyarakat sesuai SOP mereka, sesuai UU KIP.
“Sejatinya mereka harus menyelamatkan uang negara, jangan malah melakukan pembiaran karena batas waktu laporan ada sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya. (*)