Harian Sederhana, Bogor – Anggota Parlemen Inggris saat mengunjungi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor sempat mengingatkan untuk toleransi dalam keberagaman keagamaan di Kota Hujan tersebut. Mereka menyebut di Kota London, Inggris terdapat 410 rumah ibadah umat muslim atau masjid.
Akan tetapi di Kota Bogor untuk membangun satu gereja yaitu Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin sangat sulit realisasinya dan seakan dipertentangkan keberadaannya.
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie Rachim menyebut waktu anggota Parlemen Inggris datang berkunjung ke Balai Kota Bogor mereka mengingatkan Pemkot Bogor dalam bertoleransi antar umat beragama karena keberagaman itu dimana pun di seluruh dunia harus diperhatikan.
Bahkan parlemen Inggris menyampaikan, sebanyak 410 masjid terbangun di Kota London. Jadi untuk permasalahan GKI Yasmin, mereka meminta Pemkot Bogor segera menyelesaikannya.
“Intinya mereka meminta Pemkot Bogor menyelesaikan permasalahan GKI Yasmin dengan sebaik-baiknya,” tutur Dedie memberikan keterangan saat menghadiri rapat kerja PWI di Kota Bogor, pekan kemarin.
Sementara Sekretaris Daerah Kota Bogor, Ade Syarif menyampaikan kedatangan Parlemen Inggris waktu itu hanya untuk berkunjung. Namun mereka memang mengenal Kota Bogor ini sebagai Kota Intoleran, karena permasalahan GKI Yasmin yang isunya menjadi isu internasional.
Namun, pernyataan itu langsung dibantah oleh Ade, karena menurutnya Parlemen Inggris belum mengetahui detail duduk permasalahan perihal GKI Yasmin.
“Makanya kami bersyukur dengan kedatangan mereka, sehingga ada kesempatan menjelaskan duduk masalahnya dan mereka mengabarkan hal sesungguhnya tentang GKI Yasmin ke Dunia,” ucap Ade.
Menurut Ade, awalnya GKI Yasmin yang terletak di jalan pengadilan itu awalnya adalah posko persiapan dan pembentukan untuk membangun Gereja. Namun dalam pembangunan GKI tersebut, Ade menegaskan bahwa Pemkot Bogor tidak pernah menolak atau mempersulit hal lainnya karena jajaran pengurus GKI sudah sangat bersahabat.
“Tidak benar kalau kami disebut intoleran karena permasalahan GKI Yasmin, karena awalnya kan di pengadilan itu bukan gereja tapi posko. Kedepannya ya kami mempersilahkan pengurus GKI untuk memproses seperti perizinan dengan secara baik dan benar, termasuk perizinan wilayah dan tetangga,” tegas Ade.
Menyikapi sentilan parlemen Inggris yang menyebut Bogor Kota intoleran, Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto mengatakan seharusnya mereka memisahkan antara toleransi atau yang lainnya dengan penegakan peraturan.
Atang menyebut, dalam konteks aturan kepada siapapun pasti akan ditegakan, seperti jika ada pelanggaran aturan ya pasti akan ditindak dengan aturan yang sesuai. Begitu pun dalam konteks toleransi Pemkot Bogor terus menegakannya dengan upaya saling menghormati antar umat beragama dan tidak memaksakan peraturan agama ke pihak satu sama lainnya.
“Jadi kami mendudukan keduanya secara proporsional, antara kehidupan toleransi dalam beragama dan sosial dengan penegakan aturan dalam peraturan yang sudah disepakati bersama,” kata Atang.
Kedua perihal stigma pihak luar yang menyebut Bogor sebagai Kota Intoleran, Atang menyebut ini adalah kegagalan dalam berkomunikasi dalam memberikan informasi kondisi dan situasi di wilayah, sehingga terjadi salah persepsi.
“Jadi menurut saya baik pemerintah atau masyarakat harus bisa mengkomunikasikan ini. Tapi jika pihak luar belum memahaminya, nah disini kita baru melakukan evaluasi dan memperbaikinya menjadi lebih baik,” pungkas Atang. (*)