Menu

Mode Gelap
Perjuangan Nanu Membangun Bisnis Advertising Mulai Bisnis WO dari Nol, Kini Teh Yani Kantongi Omset Ratusan Juta Per Bulan

Sukabumi

Presiden – Kapolri Digugat Seperak

badge-check


					Foto: Istimewa Perbesar

Foto: Istimewa

Harian Sederhana, Sukabumi – Lantaran kesal jalannya ditutup oleh pihak Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri, puluhan warga dari Kelurahan Cisarua dan Cikole, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi menggerudug Pengadilan Negeri (PN) Kota Sukabumi pada Kamis (17/10).

Tujuan dari puluhan warga tersebut adalah untuk menyerahkan gugatan atas penutupan Jalan Prana oleh pihak Setukpa Polri pada beberapa waktu lalu. Mereka menggugat Presiden Republik Indonesia dan 7 pejabat lainnya sebesar Rp 1.

Gugatan warga yang didampingi tim kuasa hukum dari Kantor Hukum Andri Yules and Partners telah teregistrasi di Pengadilan Negeri (PN) Sukabumi Nomor 18/Pdt.G/2019/PN.SKB. Jadwal sidang perdana rencananya akan dihelat pada Selasa, 19 November 2019.

Gugatan warga yang didampingi tim kuasa hukum dari Kantor Hukum Andri Yules and Partners telah teregistrasi di Pengadilan Negeri (PN) Sukabumi.

“Baru saja kami menyerahkan berkas atau gugatan fisik ke PN Kota Sukabumi. Gugatannya ‘class action’ atau perwakilan kelompok terkait penutupan Jalan Prana oleh Setukpa Polri,” tuturnya Andri Yules salah seorang kuasa hukum warga kepada wartawan.

Penyerahan gugatan fisik ini dilakukan setelah sebelumnya mendaftar terlebih dahulu secara online melalui aplikasi e-court ke PN Kota Sukabumi. Dalam penyerahan gugatan fisik ini para warga turut ikut serta mengawal berjalannya proses hukum tersebut.

Penutupan Jalan Prana oleh pihak Setukpa Polri.

“Kehadiran mereka ini untuk mencari keadilan. Kami melakukan class action soal penutupan Jalan Prana oleh pihak Setukpa yang mengatakan kalau itu merupakan milik mereka. Jadwal sidang perdana rencananya digelar 19 November 2019,” bebernya.

Andri mengatakan, ada 15 tuntutan yang dilayangkan oleh warga dua kelurahan tersebut. Salah satunya adalah menuntut Setukpa Polri untuk membuka kembali Jalan Prana.

Selain itu, warga juga menuntut Kantor BPN Kota Sukabumi untuk memerintahkan Setukpa Polri mengembalikan fungsi jalan yang diklaim berdasarkan Sertifikat Hak Pakai No 18 tahun 1997 atas nama Kepolisian RI. “Sepanjang proses gugatan berlangsung, jalan dibuka seluas-luasnya untuk warga,” kata Andri.

Dalam berkas gugatan ada 8 pihak yang tercantum, masing-masing adalah Presiden RI Joko Widodo dan Kapolri Jendral Tito Karnavian sebagai tergugat II, Kepala Lemdiklat Polri tergugat III, Kepala Setukpa Lemdikpol sebagai tergugat IV, Wali Kota Sukabumi sebagai tergugat V, BPN Kota Sukabumi sebagai tergugat I, Menteri Keuangan RI sebagai tergugat II dan Gubernur Jawa Barat sebagai tergugat II.

Untuk para penggugat sendiri sebanyak 120 orang warga yang bertindak atas nama Warga dari 2 Kelurahan yakni Kelurahan Cisarua meliputi RT 002/010, RT 003/010, RT 002/012, RT 001/018, RT 002/018 dan Kelurahan Cikole meliputi RT 003/002, RT 005/002, RT 007/002, RT 004/005, RT 001/003 yang seluruhnya berada di Wilayah Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi.

Andri menegaskan, akses jalan itu sudah berada lebih dahulu serta telah digunakan oleh masyarakat sejak zaman sebelum kemerdekaan, bahkan sebelum Setukpa mendapatkan Hak pakainya. Akibat penutupan jalan, ratusan warga dari 10 RT dan 6 RW di dua kelurahan tersebut tidak dapat menikmati akses jalan yang digunakan sejak puluhan tahun lalu itu.

“Kami juga mendapat keterangan dari BPN. Dalam peta lokasi yang disusun pada tahun 1992, jalan sudah ada sebelum hak pakai itu dikeluarkan. Jalan ini dahulu bernama Gang Prana sekarang disebut dengan Jalan Prana,” katanya.

Ia berharap melalui gugatan ini, Jalan Prana bisa dipergunakan kembali secara bebas oleh seluruh lapisan masyarakat serta dikembalikan fungsinya sebagai jalan umum. Pasalnya, jalan tersebut merupakan satu-satunya akses warga dalam menjangkau pusat kota.

“Kita juga meminta ganti kerugian secara material yaitu sebanyak satu rupiah,” ujar dia.

Andri mengaku alasan pihaknya menggugat Presiden lantaran alasan Kepala Setukpa menutup Jalan Prana adalah dalam rangka pengamanan negara, maka perlu diingatkan kalau rakyat merupakan bagian dari negara.

Negara ini pun, dia melanjutkan berdiri di atas prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Hal ini pula yang melatarbelakangi hingga presiden diikutsertakan sebagai tergugat I.

“Karena presiden adalah kepala pemerintahan yang memiliki wewenang penuh yang dapat menjangkau seluruh pihak terkait. Kami juga berharap agar dalam hal ini Bapak Presiden dapat membantu menyelesaikan permasalahan jalan ini secara internal kepada semua pihak terkait karena kepentingan rakyat lebih utama di atas kepentingan yang lain,” kata Andri.

Dari data yang dihimpun, penutupan Jalan Prana muncul ke permukaan di sekitar Juli 2019. Kala itu masyarakat dan salah satu sekolah memprotes lantaran akses masuk ke tempat mereka tiba-tiba dipasangi pagar. Saat itu pihak Setukpa memastikan pagar halaman itu sudah sesuai dengan prosedur.

“Dalam rangka menertibkan aset negara yang dikelola oleh Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol). Sebelumnya, itu kelemahannya kita kan dari dalam, pendataan dari aset itu, sehingga banyak aset Setukpa yang hilang,” kata Kepala Setukpa Lemdikpol Sukabumi, Brigjen Agus Suryanto seperti dikutip dari detik.com, Selasa (30/7).

“Nah, yang kedua, itu dengan munculnya Permenkeu No 57 Tahun 2016 itu. Kita memang harus menertibkan aset-aset negara yang dikelola oleh institusi-institusi negara seperti halnya Setukpa Lemdiklat Polri. Nah, karena kita punya asrama di Setukpa ini, nah digunakan oleh orang-orang. Termasuk yayasan di sana,” sambungnya.

Agus Suryatno juga mengatakan pihaknya telah memberitahukan soal penertiban tersebut kepada semua pihak. Menurutnya, ada pihak yang sudah menerima penjelasannya itu.

“Pada saat saya tertibkan, sudah saya beritahukan semuanya. Dari mulai Prana Estate belakang itu. Kita juga sudah ada dokumennya. Bahwa dia meminjam jalan untuk mengirim material untuk membangun perumahan di sana. Sudah selesai. Ya kan, sudah selesai, sekarang dia sudah membuat jalan sendiri. Pengembang sudah mengembalikan kepada kita,” ujarnya.

Hal yang sama sudah dijelaskan kepada pihak Yayasan Pasim. Agus mengatakan pihak yayasan bisa bekerja sama dengan membuat memorandum of understanding (MoU) jika ingin menggunakan akses jalan tersebut.

“Yayasan Pasim, dia berpikir, berpandangan bahwa jalan itu adalah jalan umum. Ya kita jelaskan semuanya bahwa ini adalah asrama. Sesuai dengan sertifikat yang ada, gitu. Dan kita untuk menertibkan, mari kita kalau mau izin silakan untuk membuat MoU sehingga suatu saat nanti, itu ‘ada jelas kepemilikannya, oh ini punyanya anu’ kan gitu. Sudah clear, selesai kemarin,” papar Agus.

Lebih lanjut, Agus mengungkapkan bahwa protes terkait penutupan jalan tersebut datang dari beberapa pihak berbeda. Namun akses jalan yang diprotes hanya satu.

“Beda pihak, termasuk Perana, itu beda-beda. Saya kan menertibkan satu persatu, tapi jalannya ya satu itu aja. Cuma dilalui mereka yang dia tidak mempunyai hitam di atas putih, menggunakan jalur aset asrama itu. Kalau ada hitam di atas putih kan ‘nah ini bener miliknya ini’, nah jadi dia nggak bisa mau menguasai itu,” imbuhnya. (*)

Facebook Comments Box

Baca Lainnya

2.176 Calon Jemaah Haji Karawang Gagal Berangkat

4 Juni 2020 - 08:10 WIB

Kota Depok Siap Laksanakan AKB

4 Juni 2020 - 07:30 WIB

Angka Kehamilan di Bogor Tinggi Saat Pandemi Covid-19

4 Juni 2020 - 02:56 WIB

Depok Ajukan PSBB Proporsional 5-19 Juni

3 Juni 2020 - 22:47 WIB

Penderita Thalasemia Bersama PNS Ikuti Rapid Test

3 Juni 2020 - 22:09 WIB

Trending di Sukabumi