Harian Sederhana, Depok –Ribuan mahasiswa Universitas Gunadarma melakukan aksi unjuk rasa yang dimulai dengan melakukan longmarch dari Kampus E Gunadarma di Kelapa Dua menuju halaman Kampus D Gunadarma di Jalan Margonda Raya, Senin (09/03).
Dari pantauan Harian Sederhana, aksi longmarch yang dilakukan sekitar 2000 mahasiswa ini sempat membuat arus lalu lintas di Jalan Margonda lumpuh total. Kemacetan tak terhindar ketika massa peserta aksi sempat menutup Jalan Margonda akses menuju Jakarta selama sekira 20 menit, sebelum akhirnya masuk ke dalam area kampus.
Mereka merupakan mahasiswa dari berbagai cabang Kampus Gunadarma, antara lain Kelapa Dua, Salemba, Kalimalang, sampai Karawaci. Mereka menuntut pihak kampus membenahi sistem perkuliahan, termasuk sistem administrasi, fasilitas kampus, hingga pembayaran kuliah.
Dalam aksi ini, para mahasiswa menuntut pihak rektorat agar transparan dalam mengelola perguruan tinggi. Mereka meminta kepada pihak kampus untuk memberikan informasi secara terbuka tentang kebijakan kampus yang dinilai merugikan para mahasiswa khususnya soal kebijakan pembayaran kuliah dengan sistem baru “pecah blanko”.
Mahasiswa yang mengatasnamakan sebagai Aliansi Mahasiswa Gunadarma ini sangat menyoroti sistem “pecah blanko”. Awalnya, sistem cicilan ini diciptakan guna mempermudah mahasiswa Gunadarma yang kesulitan membayar uang kuliah per semester secara kontan.
Dalam pernyataan tertulisnya, Aliansi Mahasiswa Gunadarma menerangkan pada awalnya sistem pecah blanko menggunakan rasio 50 berbanding 50, yang mana artinya 50 persen total biaya SPP dibayarkan sedangkan sisanya sebagai tunggakan yang harus dibayarkan.
Sistem ini pun tentunya memiliki konsekuensi administratif untuk mahasiswa yang gagal memenuhi kewajiban pembayaran tersebut.
“Jika Anda sudah membayar CICIL 1 dan tidak segera ambil KRS maka Anda akan dicutikan (segera urus surat cuti di BAAK). Jika Anda tidak melunasi CICIL 2 dan tidak menyerahkan blanko CICIL 2 ke PSA Online maka ijazah Anda akan dicekal,” itulah sanksi yang berlaku seperti dikutip dari Aliansi Mahasiswa Gunadarma.
Tapi belakangan, pihak Universitas Gunadarma disebut melahirkan kebijakan baru dalam sistem pecah blanko. Yang mana pada kebijakan baru sistem pecah blanko tersebut, pihak kampus disebut telah mengubah rasio cicilan pertama-kedua, dari 50-50 menjadi 70-30.
“Kebijakan ini dirasa sangat memberatkan bagi pihak mahasiswa yang tidak mampu membayar 70 persen dari biaya perkuliahan,” ungkap Aliansi Mahasiswa Gunadarma pada keterangan tertulisnya.
Adanya kebijakan baru ini, mahasiswa terancam tidak bisa melanjutkan perkuliahan jika tidak dibayarkan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Aliansi Mahasiswa Gunadarma menilai angka 70 persen sangat memberatkan mahasiswa sebagai pihak pemohon pecah blanko.
Bukan itu saja, ancama sanksinya juga telah dimodifikasi, sehingga dirasa memberatkan mahasiswa untuk menjalani kuliah.
“Jika Anda tidak melunasi CICIL 2 dan tidak menyerahkan blanko CICIL 2 ke PSA Online, maka nilai pada semester yang bersangkutan tidak ditampilkan pada Studentsite dan tidak diperbolehkan mengikuti perkuliahan di semester berikutnya,” tulis Aliansi Mahasiswa Gunadarma.
Melihat keadaan tersebut, Aliansi Mahasiswa Gunadarma pun sepakat menuntut manajemen kampus mereka kembali ke sistem pecah blanko terdahulu.
Namun, di luar dari soal kebijakan baru pecah blanko yang digugat, Aliansi Mahasiswa Gunadarma juga mengajukan ragam tuntutan lain, seperti transparansi anggaran, pelaksanaan statuta kampus, dan kejelasan program sertifikasi profesi.
Aliansi Mahasiswa Gunadarma juga hendak mengadvokasikan keluhan mereka pada pihak rektorat soal kebijakan yang dianggap tak melibatkan mahasiswa, salah satunya soal perubahan sistem pembayaran kuliah pecah blanko.
Kemudian, mereka juga meminta manajemen kampus agar segera memeratakan fasilitas kampus di semua cabang Universitas Gunadarma. Terakhir, Aliansi Mahasiswa Gunadarma menuntut kampus mereka meninjau kembali segi kesejahteraan civitas akademika mereka.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari pihak kampus perihal unjuk rasa tersebut. (*)