Harian Sederhana, Depok – Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu mencatat ada 656 kasus dugaan pelanggaran selama proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di Jawa Barat (Jabar). Dari jumlah tersebut, tak sedikit yang masuk ke ranah pidana, diantaranya modus money politik atau politik uang.
Demikian diungkapkan Ketua Bawaslu Jabar, Abdullah saat meninjau proses pemungutan suara ulang di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 65, Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos, Depok pada Sabtu (27/4/2019).
Abdullah menjelaskan, 656 dugaan kasus itu tersebar hampir merata di wilayah Jawa Barat. 570 kasus diantaranya adalah hasil temuan jajaran Bawaslu di lapangan.
“Kalau selama pemilu kami mendapat laporan ada 656 dugaan kasus. Tidak semuanya nanti berproses tindak pidana ya. Klasifikasi pelanggaran ada dalam satu bentuk pelanggaran administratif terbesar sebanyak 372 kasus, nah yang nenarik ini dari 656 kasus itu, sebanyak 570 sekian adalah temuan kami jajaran di lapangan, dan 167 laporan masyarakat,” katanya
Abdullah mengaku sangat mengapresiasi laporan yang berasal dari masyarakat. Ia menilai, hal itu menunjukan tingkat kesadaran masyarakat yang cukup tinggi terhadap proses penyelanggaran Pemilu yang jujur dan adil. “Ini merupakan respon dari masyarakat atas fungsi dari pengawasan dan antisipasi publik, nereka datang dan berani melaporkan kami apresiasi,” katanya.
Untuk kasus pelanggaran yang mengarah pada tindak pidana, seperti politik uang, kata Abdullah pihaknya telah melakukan penindakan secara tegas. Dan sudah ada empat perkara putusan pengadilan atas kasus tersebut.
“Ketika hari tenang kami juga menemukan ada 13 kasus pidana politik uang. Mereka caleg (calon anggota legislatif) yang tersebar di 10 kabupaten dan kota, seperti di Indramayu, Pangandaran, Ciamis, Kota Bandung dan Subang. Kalau Depok belum masuk laporannya,” kata Abdullah.
Terkait hal itu, Abdullah memastikan, pihaknya akan tetap melakukan upaya penindakan karena kasus tersebut berlangsung disaat massa tenang.
“Kami tetap lakukan upaya penindakan karena ini terjadi saat hari atau massa tenang, dugaan kearah pidana kuat. Dan mulai dari hari Senin kemarin atas laporan yang masuk sudah ada proses penanganan. Tentu penanganannya bukan hanya ranah Bawaslu tapi juga melibatkan instansi terkait, seperti kejaksaan dan kepolisian yang tergabung dalam sentra Gakumdu,” ujarnya.
Temuan lainnya di saat massa tenang beberapa waktu lalu, lanjut Abdullah, yakni pada hari pelaksanaan Pemilu 17 April didominasi oleh keterlambatan pembukaan TPS, kekurangan surat suara, tertukarnya surat suara, dan yang lainnya.
“Nah dalam hal ini yang Bawaslu lakukan itu misalnya ada kekurangan logistik sehingga beberapa kabupaten dan kota TPS-nya tidak bisa pencoblosan. Rekomendasi kita ialah pemungutan suara lanjutan,” tuturnya.
“Itu terjadi di beberapa wilayah, di Cianjur ada 5 TPS, Bekasi itu hari ini ada 1 kemarin sudah 5 TPS jadi ada 6. Lalu juga ada di Subang 2 TPS. Di Jawa Barat kurang lebih ada 13 TPS yang pencoblosan ulang,” timpalnya.
(*)