Pada 21 Februari 2018 lalu, Suganda selaku pihak yang mengklaim sebagai pemilik lahan, secara spontan menutup akses jalan tersebut. Dia tidak menerima tanah miliknya digunakan sebagai akses jalan masuk kantor Kecamatan Limo.
“Sebagian jalan kecamatan ini tanah saya kok, saya punya bukti sertifikatnya. Masyarakat di sini juga tau, bahwa ini tanah milik orangtua saya, pak Joyo. Jadi otomatis, hak kami untuk menutup akses jalan ini,” kata Suganda.
Suganda yang mengaku berprofesi sebagai salah satu dokter di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat menyebutkan, sekitar 420 meter tanah miliknya terkena akses jalan masuk menuju ke Kecamatan Limo. “Bila tak berkenan ditutup, silahkan pihak kecamatan buat laporan ke polisi. Intinya saya punya hak atas tanah diakses jalan kecamatan ini, dan bisa dibuktikan di BPN,” dia menjelaskan.
Kepala Bagian Hukum Kota Depok Selviadona sudah melaporkan penutupan jalan ini ke Kepolisian Resor Kota Depok. Namun, Kepolisian Resor Kota Depok belum memberikan respons atas laporan itu.
“Kami sudah lapor ke Polres Depok, sekarang sedang tunggu tindakan dari mereka. Sudah cukup lama juga kami berikan laporan ke polres,” ungkap Selviadona, Jum’at (18/1/2019).
Polemik penutupan jalan ini bermula pada 21 Februari 2018. Selviadona menganggap penutupan itu sudah masuk unsur pidana yakni pelanggaran Undang-undang No 2 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan raya.
“Jelas penutupan jalan kecamatan ini ada unsur pidana. Ya sekarang tinggal menunggu tindakan kepolisian saja, agar akses jalan kecamatan yang ditutup segera dibuka. Jadi atas dasar itu menjadi salah satu laporan kami ke pihak Polres,” ujar Dona.
Pemerintah Kota Depok juga sudah menggugat perdata penutupan jalan Limo tersebut. Namun konten gugatan perdata ini masih dalam diperbaiki. “Harapan kami pemilik bisa secara sukarela, karena ini kan kepentingan orang banyak, dan mudah-mudahan ini bisa segera selesai,” kata Dona.
Kepala Seksi Datun Kejari Depok, Neneng Rahmadini membenarkan Pemkot Depok telah melibatkan Datun Kejari Depok, sebagai pengacara gugatan kepada Suganda sejak sekitar bulan Oktober 2018 lalu.
“Karena berbicara jalan gak ada setifikat. Itu sudah menjadi jalan umum. Meskipun, tanah milik orang lain dan untuk kepentingan umum, mau tidak mau harus rela diambil haknya, tentu dengan dibayarkan ganti rugi yang sesuai. Makanya putusan pengadilan dan mediasi yang lebih tepat,” tambah Neneng.
Akses jalan menuju kantor Kecamatan Limo beberapa kali diblokir sejak 2017 dengan pagar kawat dan bambu. Blokir sempat dibuka lagi. Pada 4 Maret 2018, Suganda, kembali memblokir dengan tong berisi beton. Akibatnya, akses jalan hanya bisa dilalui pejalan kaki dan pengendara sepeda motor.
Suganda bahkan mensomasi Kecamatan Limo yang dilayangkan ke pemerintah Kota Depok karena telah 28 tahun menggunakan lahan miliknya tanpa seizin darinya.
Pada masa camat Herry R. Gumelar, pada 12 April 2018, Suganda giliran disomasi. Somasi Herry dilayangkan setelah berkonsultasi dengan bagian hukum, namun belum ada respons dari Suganda. Ia mengancam membongkar paksa blokade itu.
Herry mengatakan sudah ada kesepakatan antara pemilik tanah, kepolisian, danramil, pemkot Depok, Satpol PP, dan Badan Keuangan Daerah. Kesepakatan itu mengenai pemberian izin pembangunan kompleks perumahaan Green Limo Residence, serta lahan yang diperkarakan menjadi tanah fasilitas umum kecamatan.
Herry ketika itu mengatakan, pemilik yang minta ganti rugi bisa memperkarakan sengketa lahan melalui gugatan ke pengadilan.
(*)