Harian Sederhana – Jalan Margonda satu nama jalan yang tak dimiliki kota-kota lain di Indonesia serta menjadi salah satu ikon di Kota Depok. Keren seharusnya tapi tak seindah namamnya. Sebuah jalan utama dan menjadi etalase Kota Depok harusnya bisa tampil lebih menarik dan keren.
Tampilan awal terkesan tidak seriusnya Pemerintah Kota Depok dalam menarik lebih banyak para wisatawan untuk masuk ke Depok. Semakin banyak orang ke Depok semakin cepat pertumbuhan kotanya dan otomatis ekonomi warga akan cepat berkembang.
Tugu selamat datang atau gapura selamat datang di Kota Depok harus diperbaiki menjadi lebih baik dan milineal. Setiap orang ingin berfoto ketika melihat kalimat “Selamat Datang di Kota Depok”. Apalagi jika malam kalimat tersebut dipasang lampu-lampu hias yang menambah cantiknya sebuah kota.
Saya rasa banyak orang pintar di dinas terkait untuk merancang hal tersebut. Ya kalo ga ada bisa juga dilombakan agar mengikutkan partisipasi warga Depok dan akan mendapatkan karya yang terbaik.
Masalah lain yang membuat Margonda kurang ramah untuk warganya adalah masalah ruang terbuka hijau. Publik dipaksa untuk berjalan-jalan diruang tertutup seperti mal dan semuanya mal.
Terbangunnya apartemen-apartemen di sepanjang Margonda harus bisa dijadikan alat pemerintaha untuk mempercantik Margonda. Ko bisa? aturan setiap apartemen membuat lahan terbuka hijau atau taman harus didepan sehingga dapat diakses oleh semua warga karena kehadiran apartemen banyak menganggu masalah lingkungan. Sudah sewajarnya mereka membuat areal publik hijau untuk ruang publik sekaligus zona resapan air.
Semerawut Margonda semakin parah dengan tumbuhnya plang-plang iklan reklame (billboard) yang tak tertata rapih. Para pengusaha billboard seenaknya meraup keuntungan dengan merusak keindahan Margonda.
Penataannya sejak dulu selalu tak pernah terlaksana. Hal ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang sengaja meraup banyak uang kepentingan untuk mereka.
Kemacetan memang sebuah keniscayaan tanda-tanda majunya sebuah kota termasuk Jalan Margonda. Pengaturan sebagai kawasan percontohan lalu lintas harus di buat baik manajemen lalulintas dan fasilitas pendukungnya.
Dibuat aturan mobil dan motor ga boleh berhenti disembarang tempat apalagi parkir ditepi jalan bahkan di badan jalan yang membuat macet. Pemberhentian hanya boleh di 3 titik. Pertama di Perempatan Juanda, kedua di alun-alun pemerintah daerah dan ketiga di Jalan Siliwangi.
Dibuatlah tempat-tempat cekungan untuk pemberhentian sementara di tiga titik tersebut. Sarana pendukung seperti trotoar yang besar dan ramah keluarga, sehingga orang nyaman berjalan ditrotoar, di kota-kota besar dunia sudah punya konsep seperti itu. Kota sehat warga sehat karena berjalan kaki bagian dari olahraga yang menyehatkan.
Terakhir, karena Margonda sebagai etalase harus menghadirkan sisi budaya Depok sehingga ciri khas kota menjadi penanda dan identitas mutlak. Destinasi pariwisata harus dibarengi dengan budaya.
Lihat Bali kalo bicara pantai mungkin didunia banyak tapi kenapa Bali menjadi lebih menarik karena muncul budaya bali yang tidak dimiliki kota-kota lain di dunia. Mimpi bagian dari cita-cita dimasa yang akan datang.