Harian Sederhana, Depok – Belakangan waktu ini dua wacana terbentuknya provinsi baru di wilayah Bogor, Depok, Bekasi, dan Sukabumi mencuat cukup kencang selepas wacana Provinsi Bogor Raya yang dihembuskan oleh Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.
Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengaku dirinya lebih memilih untuk bergabung dengan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terkait wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya. Meskipun begitu, dirinya berharap rencana tersebut melalui tahap kajian dan pembahasan yang matang.
“Kalau saya milih dari sisi mana, kalau bahasa saya memilih Bahasa Jakarta, karena saya enggak bisa Bahasa Sunda. Aktivitas warga Depok pun banyak di Jakarta,” tuturnya kepada wartawan, Selasa (20/08).
Wali Kota mengatakan bila dilihat dari sisi budaya maka hal itu tidak bisa dibatasi dari kebudayaan geografi. Kebudayaan menurutnya bisa dari kesamaan bahasa, adat, dan itu bisa dimasukkan dalam satu rumpun. Akan tetapi, lanjutnya, bila dilihat dari sejarah antara budaya Depok dan Jakarta terdapat banyak kesamaan.
“Makanya Depok ini dalam SK gubernur disebut sebagai rumpun Melayu Depok. Tidak disebut Betawi karena Betawi sudah trademark dari Jakarta,” imbuhnya.
“Kalau dari konteks itu, kalau dari sisi bahasa tidak serupa tidak sama itu dengan Jakarta dan sekitarnya termasuk Tangsel dan Bekasi. Depok juga berbahasa Sunda, tapi mayoritas kedekatannya memang bisa satu rumpun, ini budaya,” timpalnya lagi.
Kemudian, sebagai salah satu kota satelit Ibukota, Depok juga sering bekerja sama dengan Provinsi DKI Jakarta. Salah satunya pembentukan Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) se-Jabodetabek untuk mengatasi kepentingan wilayah otonomi.
“Ini untuk siasati kebutuhan wilayah tetangga yang memang sangat dibutuhkan, yang paling terkait ada 4, (yaitu) sanitasi, air bersih, udara, dan sampah. Ini yang kita seriuskan untuk kita selesaikan, jadi tidak hanya ketika DKI begini, terus egois mengatakan itu urusan DKI, tidak boleh karena itu tetangga kita,” jelasnya.
Dan jika ditinjau dari segi mobilitas, sebagian besar penduduk Kota Depok sendiri bekerja di Jakarta. Bahkan, menurut Idris, separuh lebih jumlah warga Depok beraktivitas hilir-mudik ke Jakarta.
“Iya 65 persen warga Depok komuter, 90 persen itu ke Jakarta, selebihnya ke Bogor, Bekasi. Tapi 90 persen ke Jakarta, ketika Jakarta Ibukota, nanti kalau pindah ya beda lagi,” katanya.
Idris pun berharap, wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya ini perlu intervensi pemerintah pusat. Sebab, persoalan pindah provinsi bukan perkara mudah.
“Kalau wacana kebutuhan memang ke sana, tapi kalau sisi kewilayahan asal-muasal ya Jawa Barat, nggak bisa dipisahkan dari Jawa Barat. Apalagi kota bergabung dengan provinsi lain, ini harus intervensi pemerintah kota serius membicarakan ini,” katanya.
“Seperti wacana pindahnya Ibukota enggak semudah itu. Contohnya Bogor Barat enggak selesai-selesai, padahal sebuah kebutuhan. Ini hanya memisahkan, membagi kabupaten menjadi tiga dalam provinsi yang sama. Apalagi dalam kondisi yang berbeda,” tutupnya.
Sementara itu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok, Hendrik Tangke Allo justru menilai Depok akan lebih efektif jika bergabung dengan Provinsi Bogor Raya ketimbang DKI Jakarta.
“Bogor Raya sebenarnya menurut saya akan lebih bagus bila penggabungan kabupaten-kota. Kalau dari tata kelola kita kan koordinasi jadi lebih dekat dari pada ke Jawa Barat. Dan menurut saya, potensi sumber daya alam Bogor Raya yang terdiri dari beberapa kabupaten-kota sudah memenuhi syarat,” katanya.
Politisi sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Kota Depok ini pun yakin dan optimis, bila wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya terealisasi maka akan berdampak positif pada Kota Depok.
“Depok akan jauh lebih berkembang karena koordinasi lebih cepat dan pemerintah Provinsi Bogor Raya bisa terfokus hanya pada beberapa kabupaten kota. Jadi lebih efektif,” imbuhnya.
Ketika disinggung soal banyaknya warga Depok yang beraktivitas di Jakarta, Hendrik menilai hal itu terjadi karena selama ini Jakarta menjadi sentra pusat perekonomian.
Itu artinya, lanjut Hendrik, jika pembentukan tersebut terealisasi maka pusat perekonomian pun akan berkembang dan tidak hanya di Jakarta, namun bisa meluas ke wilayah penyangga lainnya.
“Kan kalau misalnya ada Bogor Raya, nanti ada ibu kota provinsinya. Nah itu bisa jadi pusat pemerintahan dan pusat bisnis, peluang pekerjaan bagi warga yang ada, termasuk Depok. Disana lebih dekat,” katanya.
Pria yang akrab disapa HTA ini pun menambahkan akan ada peluang masyarakat Kota Depok yang selama ini mencari nafkah di Jakarta bisa lari ke Bogor.
“Misalnya terbentuk, kemudian disetujui kabupaten kota disitu (Bogor), kita secara administrasi ke sana, bisnis ke sana, pembukaan lapangan kerja pasti ke sana juga. Jadi mungkin yang mencari nafkah di Jakarta bisa ke Bogor,” imbuhnya.
Lebih lanjut Hendrik menegaskan jika salah satu alasan Wali Kota Depok, Mohammad Idris memilih gabung bersama DKI Jakarta hanya karena dari sisi budaya atau bahasa, maka itu tidaklah tepat.
“Kalau dari segi bahasa Depok kan heterogen, banyak sekali suku agama, ras termasuk bahasanya. Kalau berpatokan bahasa semua juga banyak di Depok. Artinya kita tidak setuju kalau masalah primordial yang diangkat,” imbuhnya.
Namun demikian, Hendrik berharap wacana yang bergulir itu melalui mekanisme dan tahap kajian yang menyeluruh dari setiap aspek. “Biarkanlah petinggi-petinggi memikirkan itu,” tandasnya.
Sebelumnya Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi yakin bila kebanyakan masyarakatnya lebih memilih Kota Bekasi bergabung dengan Provinsi DKI Jakarta. Pasalnya, karakteristik Kota Bekasi dengan DKI Jakarta sama dan tidak jauh berbeda.
Selain itu, lanjutnya, hampir 70 persen masyarakat Kota Bekasi bekerja di DKI Jakarta. Karenanya, pria yang akrab disapa Pepen ini mengklaim kalau warga Bekasi lebih memilih bergabung dengan DKI Jakarta. “Hampir 70 persen warga Bekasi bekerja di DKI, karenanya saya yakin mereka memilih bergabung DKI Jakarta,” katanya.
Namun, Kota Bekasi tidak setuju bila Bekasi masuk dalam Provinsi Bogor Raya karena sejarah dan kultur Bekasi lebih dengan dengan Jakarta. “Kalau jajak pendapat, pasti 60, 70, 80 persen lah, karena DKI kan punya support yang luar biasa,” katanya kepada wartawan, Senin (19/08).
Dalam kesempatan itu juga, dirinya membantah bila wacana gabungnya Kota Bekasi ke DKI Jakarta didorong oleh keinginan dari Pemerintah Kota Bekasi untuk menikmati kucuran dana DKI. Ia menyebut wacana ini semata-mata demi percepatan pembangunan di wilayah mitra DKI Jakarta.
Sebelumnya, Pemkot Bekasi mendapatkan tawaran untuk menjadi bagian dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tawaran itu datang saat Kota Bekasi di minta tanggapannya terkait wacana pemekaran Pemprov Jawa Barat menjadi Pemprov Bogor Raya yang disampaikan Wali Kota Bogor, Bima Arya dan Bupati Bogor, Ade Yasin beberapa waktu lalu.
Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi mengatakan, tawaran itu sudah sejak lama diwacanakan DKI Jakarta agar Kota Bekasi bisa masuk menjadi bagian DKI Jakarta yakni DKI Jakarta Tenggara.
“DKI mengajak Bekasi karena dirasa sangat cocok karakteristik wilayahnya dengan Jakarta, tapi kami serahkan kepada warga Bekasi mau gabung DKI atau enggak,” katanya.
Menurut dia, Pemkot Bekasi memilih tidak masuk dalam Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bogor Raya yang diwacanakan oleh Wali Kota Bogor Bima Arya dan Bupati Bekasi Ade Yasin. Namun, dia memilih untuk mewacanakan pembentukan Provinsi Pakuan Bhagasasi jika memang akan dilakukan pemekaran. (*)