Harian Sederhana, Bogor – Hari ini lima ribu mahasiswa dari lima fakultas di Universitas Pakuan atau Unpak akan mengepung Balai Kota Bogor untuk menuntut keadilan. Aksi ini merupakan lanjutan dari tindakan represif polisi yang memukuli sejumlah mahasiswa saat melakukan aksi pada Jumat (20/09).
Dekan Fakultas Hukum Unpak, R. Muhammad Mihradi mengaku sangat menyesalkan adanya konflik dan kericuhan yang terjadi. Dalam kontek demokrasi kebebasan menyampaikan pendapat diatur oleh undang-undang. Menurut dia, untuk melakukan aksi harus memenuhi aturan sedangkan aturan aturan itu sudah dipenuhi sehingga mahasiswa melakukan aksinya.
Baca juga: (Aksi Demo, Dua Mahasiswa UNPAK Terluka Dipukul Polisi)
“Kami menyesalkan dan prihatin adanya jatuh korban dari kedua belah pihak baik mahasiswa ataupun Kepolisian. Perlu adanya intropeksi dan evaluasi dari kedua belah pihak,” kata Mihradi, Senin (23/9).
Mihradi menjelaskan, yang melakukan aksi itu keluarga besar mahasiswa Unpak dan sudah seharusnya pihak kepolisian mengamankan ketika terjadi aksi atau unjuk rasa. Secara kronologis kata dia, para mahasiswa sudah menyampaikan surat pemberitahuan aksi dengan jumlah 50 orang dan aksi sudah selesai di Tugu Kujang.
Namun lanjutnya, mahasiswa melakukan longmarch dari Tugu Kujang ke Kampus Unpak, tetapi ditengah jalan tepatnya di simpang Baranangsiang, terjadi bentrokan dengan aparat kepolisian.
Untuk langkah hukum dengan adanya peristiwa itu, lanjut Mihradi, nanti akan berdiskusi dulu dengan seluruh fakultas. Semua pihak harus menahan diri dan mencari kejernihan dengan mengedepankan musyawarah. Walaupun sampai saat ini belum ada konfirmasi atau klarifikasi secara resmi dari pihak kepolisian.
“Kami masih memverifikasi para korban dari mahasiswa. Nanti akan diadakan rapat pimpinan dulu dan melakukan konsolidasi terkait langkah hukum kedepan. Kami imbau jangan sampai ada kekerasan balasan dan hindari provokasi,” tegasnya.
Sementara Alumni Fakultas Hukum Unpak, Gunara mengatakan kejadian hari Jumat dengan adanya kontak fisik antara mahasiswa dan kepolisian seharusnya tidak terjadi.
“Semuanya pasti mengecam keras tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian, termasuk dari para alumni-alumni yang menyampaikan keprihatinan,” kecamnya.
Masih kata Gunara, polisi bukannya mengamankan dan menggiring mahasiswa untuk meninggalkan lokasi tetapi malah terjadi bentrokan.
Dia menuturkan, harus secara bijak dan terukur dalam pengamanan oleh pihak kepolisian. Dengan kejadian itu menjadi pelajaran berharga baik untuk kepolisian dan mahasiswa. Kejadian itu sangat disayangkan, apalagi terjadi pemukulan hingga luka luka.
“Profesionalitas aparat di lapangan sangat diharapkan, semaksimal mungkin harus menjaga, bukan melakukan pemukulan,” tandasnya.
Di waktu yang sama, sebanyak tujuh mahasiswa yang menjadi korban aksi kekerasan diantaranya Presma Pakuan Ramdani, Robi Darwis, Zaenul Iman, Cahyo Guritno, Tauqik, Rakda Nasution, dan Wildan membeberkan kronologis dan peristiwa yang terjadi.
Mereka menuturkan, aksi dimulai pukul 13.00 WIB dari Kampus Unpak ke Tugu Kujang dan melakukan orasi hingga pukul 15.00 WIB.
Ketika akan pulang melintas di Baranangsiang, jalur dihadang oleh pihak kepolisian di simpang lampu merah Baranangsiang dan saat itu mahasiswa akan melakukan penutupan orasi dibubarkan paksa.
“Petugas langsung melakukan represif dengan memukuli para mahasiswa menggunakan tongkat, padahal mahasiswa akan pulang ke kampus,” ujar Presma Pakuan Ramdani.
Tapi kata dia, saat kejadian ada mahasiswa yang menghalau petugas dengan melempar plastik hitam ke tempat sampah, tetapi didalamnya ternyata ada botol gelasnya.
“Kami tidak tahu siapa yang memasukan botol gelas kedalam plastik itu. Semua mahasiswa hanya membuang botol botol plastik, tapi didalamnya ada botol gelas. Beruntung tidak ada yang terluka baik dari polisi atau mahasiswa ketika botol gelas itu jatuh ke aspal,” ungkapnya.
Namun demikian, tindakan represif polisi mengakibatkan delapan orang terluka dengan luka sobek di kepala, bahkan ada mahasiswa di jait hingga tujuh jahitan.
Menyikapi hal itu dan untuk langkah hukum kedepan diantaranya mahasiswa mengajukan pengaduan ke Komnas HAM dan ada sejumlah advokat yang akan membantu melaporkan secara hukum, seperti ke Propam atau ke pihak berwenang lainnya.
“Setelah berkomunikasi dengan struktural rektorat bahwa kampus akan mendukung langkah mahasiswa. Kami juga akan melakukan aksi demo akbar besar-besaran besok dengan sasaran ke Balai Kota Bogor,” jelasnya.
Masih kata dia, ada yang janggal dalam peristiwa itu diantaranya, Presma Pakuan Ramdani mengungkapkan ketika dirumah sakit, para mahasiswa yang terluka tidak diperkenankan di visum dan tes DNA harus ke PMI.
“Tetapi dengan bukti-bukti video, foto dan lainnya yang akan kami perjuangkan ke Komnas HAM atas tindakan polisi itu,” tuturnya.
Sampai hari ini lanjutnya, tidak ada perhatian dari pihak kepolisian, baik menjenguk korban yang terluka. Bahkan para mahasiswa diminta untuk meminta maaf kepada pihak kepolisian, padahal mahasiswa yang menjadi korban dalam aksi kemarin.
Ditempat berbeda, Wildan dari unsur elemen masyarakat yang menjadi korban aksi kekerasan aparat kepolisian mengaku bahwa saat kejadian dirinya sedang bersama para mahasiswa dan saat itu ada salah satu mahasiswa yang ditarik polisi.
“Ada juga mahasiswa dipukul pakai pentungan, tiba-tiba kepala saya juga ikut dipukul dan berdarah. Saya terkena delapan jahitan di rumah sakit,” pungkasnya.
Dikonfirmasi, Paur Subag Humas Polresta Bogor Kota Ipda Desty Irianti mengaku pihaknya sudah berupaya melakukan koordinasi dengan pihak Unpak, supaya kedepan saat mengamankan demo tidak terjadi lagi hal seperti itu.
Mengenai pemukulan tersebut, Desty mengatakan bahwa hal itu terjadi situasional, karena lanjut dia, saat itu yang diamankan bukan pam demo saja, tetapi pengguna jalan lain juga harus tetap tertib, “Karena mungkin ada kesalahpahaman maka terjadi seperti itu,” jelasnya.
Untuk langkah selanjutnya dalam menyikapi kasus tersebut, internal Polresta Bogor Kota bagian Propam telah memeriksa sejumlah anggota yang terlibat dalam insiden itu.
“Sesuai video yang viral itu, semua yang terlibat dilapangan semua di periksa. Mereka di pinta keterangan sebagai saksi, bagaimana kronologisnya dan kenapa terjadi seperti itu tapi tidak di lakukan penahanan,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah mahasiswa luka-luka setelah bentrok dengan kepolisian di kawasan Terminal Baranangsiang, Jumat (20/09). Mahasiswa tersebut berasak dari Universitas Pakuan Bogor. Bahkan ada mahasiswa yang kepalanya berdarah akibat dari kericuhan tersebut.
Sementara itu, Kepala Bagian Operasional (Kabag OPS) Polresta Bogor Kota, Kompol Prasetyo Purbo mengatakan kericuhan tersebut diawali penutupan akses ke jalan tol oleh rekan-rekan mahasiswa. Selain itu, kericuhan juga terjadi karena adanya dorong-dorongan antara polisi dan mahasiswa.
“Yang terluka anggota ada dua dan dua orang luka ringan dari mahasiswa,” katanya seperti dikutip dari pojokbogor saat dikonfirmasi lewat via telepon.
Pras mengungkapkan awal dari kericuhan diakibatkan karena adanya perlawanan dari pihak mahasiswa. “Sampai saat ini saya belum monitor kalau ada yang diamanin,” ucap Pras yang juga pernah menjabat sebagai Kapolsek Cibinong.
Untuk diketahui, aksi mahasiswa Universitas Pakuan itu sebagai bentuk kekecewaan kepada pemerintah yang dinilai gagal dalam menangangi berbagai permasalahan diantaranya pelanggaran HAM, pelemahan KPK hingga kebakaran hutan dan lahan. (*)