Harian Sederhana – Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok mengancam tidak akan menyalurkan dana Bantuan Operasional Sekolah atau BOS kepada sekolah swasta yang enggan menampung siswa kurang mampu. Sebabnya, ada sekitar 5000 siswa di kota tersebut yang tercatat rawan drop out alias DO.
Kepala Disdik Kota Depok, M. Thamrin menegaskan, tidak ada lagi alasan sekolah swasta menolak siswa tidak mampu sebab pihaknya telah mengalokasikan dana yang cukup besar sekitar Rp 48 miliar.
Dana tersebut dirinci untuk siswa tingkat SD swasta/MI sebesar Rp2 juta/tahun, SMP swasta Rp3 juta/tahun serta untuk siswa rawan DO.
“Untuk dana BOS yang berasal APBN sebenarnya setiap sekolah harus membantu siswa tidak mampu. Hanya saja penggunaannya tidak diperjelas dalam aturan pusat (Kementerian Dikbud). Jadi ada kalanya sekolah ada yang mengalokasikan ada yang tidak. Nah ini tidak adil shingga kami intervensi melalui APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah),” katanya, Selasa (11/12).
Thamrin menjelaskan, mekanisme penyaluran bantuan agar tepat sasaran adalah dengan mencocokan data-data siswa miskin yang telah terferivikasi oleh kepala sekolah. “Jadi status siswa miskin harus diverifikasi sekolah dan dibuat berita acara di ketahui RT/RW di tepat tinggalnya.”
Hal itu juga berlaku untuk siswa tidak mampu yang belum memiliki kartu Indonesia pintar ataupun belum masuk dalam program keluarga harapan.
“Data-data ini harus dilampirkan saat sekolah mengajukan jumlah siswa tidak mampu baru kami (Disdik) alokasikan ke sekolah-sekolah tersebut. Kami khawatir kalau ke pribadi dibelikan daging dan HP. Kita tidak mau seperti itu,” kata Thamrin
Anggaran seluruhnya atas bantuan tersebut, ucap Thamrin mencapai lebih dari Rp 44 miliar per tahun. Dan untuk siswa rawan DO yang jumlahnya sekitar 5000 siswa, baik itu ditingkat SD/SMP dan SMA akna diberikan bantuan secara langsung ke siswa. Adapun kisaran angkanya ialah untuk tingkat SD/SMP Rp 864 ribu/tahun sedangkan tingkat SMA Rp 2 juta/tahun dengan total anggaran Rp 4 miliar per tahun.
“Karena ini rawan DO nya ke anak, maka kita berikan dan sosial. Total sekitar Rp 4 miliaran/tahun. Ini termasuk sekolah negeri yang ijazahnya ditahan. Karena tingkat SMA/SMK sakarang ini kan di pegang provinsi nah cara kita mensiasatinya dengan seperti itu, dengan bantuan sosial,” jelas Thamrin.
Selain itu, agar pihak sekolah swasta bersedia menerima siswa tidak mampu pihaknya juga membantu pembiayaan gaji gaji guru honorer yang kisarannya Rp 1,2 juta hingga Rp 4 juta tergantung masa kerja. Dengan demikian tidak ada lagi guru honorer yang mendapat upah Rp 500 ribu.
Atas dasar itulah, Disdik Kota Depok ingin sekolah swasta terlibat aktif terhadap anak-anak yang tidak mampu. Sebab hal ini bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah maupun Dinas Pendidikan.
“Jika ada yang menolak, maka guru-gurunya yang tadinya bakal mendapat Rp 1 juta-Rp 4 juta tidak kami berikan. Buat apa kami berikan kalau tidak menampung siswa miskin yang sudah digratiskan dengan dana APBD.”
Thamrin mengaku pihaknya terpaksa menerapkan kebijakan tersebut untuk memberi efek syok terapi terhadap sekolah yang tidak bersedia menampung siswa miskin.
“Resikonya seperti itu, tidak diberikan kesejahteraan gurunya. Ini memberikan terapi juga pada sekolah swasta. Jangan sampai anak tidak mampu dilempar sana lempar sini, karena sekolah negeri kita terbatas. Kita harus berbagi. Kasihan kalau ada yang rawan DO. Nah APBD ini kita gunakan tepat sasaran.”
Lebih lanjut Thamrin menjelaskan, cara ini juga dinilai ampuh untuk menekan terjadinya kesemrawutan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru atau yang disebut PPDB. Sebab, kuota untuk siswa tidak mampu di sekolah negeri hanya sekitar 20 persen.
“Mau sekolah di swasta ataupun negeri sudah bebas biaya. Kita penyaluranya per semester untuk dana setahun. Seragam wajib dan kaos olahraga sudah dibebaskan,” tegas dia.
Ia mengaku bersyukur karena sudah banyak sekolah swasta menerima limpahan siswa miskin yang tidak tertampung di sekolah negeri. “Sehingga masyarakat tidak lagi mengejar ke sekolah negeri. Ini kebijkan kami atas restu walikota,” ucap Thamrin. (Zahrul Darmawan/AUS)