“Kalau program ditolak dan dipaksakan jalan, ujung-ujungnya akan menghambat program dan merugikan masyarakat banyak,” pungkasnya.
Sebelumnya Sekretaris Badan Hukum Angkutan Koperasi Jasa Angkutan Usaha Bersama (KAUBER) Yadi Indra Mulyadi mengatakan, pada prinsipnya piyaknya belum siap melakukan program tersebut karena tidak ada finance yang bisa membantu membiayai. Dan jika dipaksakan maka pengusaha angkot akan bangkrut.
Ia mengatakan, mengenai rencana pemerintah menerapkan pembatasan usia kendaraan itu harus jelas dulu. Karena SK Walikota sudah beberapa kali berubah tetapi tidak ada yang jalan.
“Saat ini usaha angkot sedang menjerit, sulit banget. Jika dilakukan peremajaan lembaga pembiayaan juga tidak ada yang mau, karena kondisinya tidak menjanjikan. Kalaupun dipaksakan ya pengusaha angkot akan bangkrut,” kata Yadi, Minggu (16/6/2019).
Menurut Yadi, mengenai penataan angkutan tersebut tahapan-tahapan di pemerintah saja belum selesai. Misalnya dulu mengharuskan masuk badan hukum, tapi ada yang hingga saat ini blm masuk badan hukum tidak ada tindakan dan ketegasan.
Masih kata Yadi, ketegasan itu perlu dan memang wajib, tapi pemerintah jangan terkesan kehabisa akal, misalnya badan hukumnya ditertibkan dulu semuanya.
Dia mencontohkan, seperti koperasi bagaimana syarat kelembagaan, RAT nya simpanan wajibnya dan sebagainya, atau PT bagaimana regulasi dan kemampuannya mengelola angkutan itu sendiri.
Melihat kondisi pengusaha angkutan dan kesiapan pemerintah, sehingga Yadi menilai kalau saat ini dilakukan program peremajaan apalagi konversi baik konversi 3:1 dari angkot ke bus sedang atau 3:2 dari angkot biasa ke angkot AC sangat tidak tepat.
Menyikapi kondisi saat ini, sebagai solusi dia berpendapat, biarkanĀ seperti biasa dulu atau berikan waktu mereka para pemilik angkot nabung dengan tenggang waktu baru dilakukan peremajaan secara serentak. Dan jangan hanya diberlakukan di jalur ini dulu atau dijalur itu dulu.
Dan dia memastikan kalau sekarang pemilik angkot harus melakukan peremajaan atau konversi maka tidak akan jalan, sebab mau beli dari mana duitnya. Iaebgaku dulu itu majunya para pemilik angkot karena dibantu biaya oleh pihak ketiga yakni finance.
“Ya sebenarnya dulu masyarakat membantu mensubsidi pemerintah, kalau pemerintah belum ada mensubsidi masyarakat. Kalau saya lihat pemetintah ini hanya mengada-ada memang ada aturannya tapi kalau diterapkan saat ini kurang tepat,” jelasnya.
Sementara Fatonah salah satu pemilik angko trayek 01 jurusan Ciawi – Baranangsiang menilai, program peremajaan yang berkaitan utuh dengan program konversi sama saja pemerintah mematikan mata pencaharian warga.
Menurutnya hal itu bukan tanpa alasan, tetali persoalan ini adalah persoalan perut banyak. Kalau para pemilik angkot dipaksa harus meremajakan angkot miliknya dengan sistem konversi sangat tidak tepat.
Dia mencontohkan, kalau pemilik angkot yang hanya memiliki angkot satu unit mengandalkan gaji sopir, servis kendaraan, kebutuhan dapur dan biaya menyekolahkan anak semua mengandalkan dari situ.