Harian Sederhana, Bogor – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini memanggil Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bogor, Dace Supriadi dan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bogor, Oetje Subagja.
Sebelumnya KPK juga sudah memanggil beberapa pejabat teras Kabupaten Bogor seperti Sekretaris Daerah (Sekda) Burhanudin, mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Yous Sudrajat dan mantan Kepala Dinas Budaya Pariwisata, Rahmat Sudjana pada beberapa waktu lalu.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menuturkan kedua kepala dinas di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor ini dipanggil dan akan diperiksa dalam kasus dugaan gratifikasi mantan Bupati Bogor dua periode, Rachmat Yasin alias RY.
“Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk kasus tindak pidana korupsi pemotongan dana dan gratifikasi eks Bupati Bogor,” kata Febri saat dikonfirmasi via seluler kepada Harian Sederhana, Kamis (25/7/2019).
Febri mengatakan, pemanggilan Dace oleh KPK ini sebagai saksi atas kasus Tindak Pidana Korupsi (TPK) Pemotongan uang dan gratifikasi oleh RY. Secara teknisnya, RY diduga kerap menerima uang dari jajaran Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) selepas menjabat sebagai Bupati Bogor.
RY juga diduga beberapa kali melakukan pertemuan baik secara resmi maupun tidak dengan SKPD yang ada di lingkungan Pemkab Bogor. Kemudian, RY disinyalir meminta para kepala dinas membantunya di setiap SKPD dengan menyetorkan sejumlah uang kepadanya.
Febri menjelaskan, setiap SKPD diduga memiliki sumber dana berbeda yang dipotong untuk memenuhi kewajiban ke Yasin. Sumber dana yang dipotong tersebut diduga berasal dari honor kegiatan pegawai, dana insentif struktural SKPD dan dana insentif dari jasa pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Total uang yang diterima RY selama 2009 hingga 2014 dari potongan dana kegiatan SKPD mencapai Rp8.931.326.223.
“Penyidik mendalami keterangan dari saksi-saksi ini perihal dengan bagaimana modus-modus pemotongan tersebut atau permintaan-permintaan pada pihak dinas-dinas. Misalnya, pemotongan dari anggaran-anggaran yang ada agar seolah-olah disebut sebagai utang,” papar Febri.
Sementara itu saat dikonfirmasi perihal pemanggilan yang tertera dalam draft buku pemanggilan oleh KPK untuk diperiksa sebagai saksi tertanggal 25 Juli 2019 ini, kedua pejabat tersebut baik Dace maupun Oetje tidak membalas maupun memberikan jawaban.
Padahal dari informasi yang dihimpun Harian Sederhana, kedua nama tersebut berada dalam buku pemanggilan KPK dan nomor urutnya pun berurutan. Dace ada di nomor urut enam sedangkan Oetje ada di nomor urut tujuh.
Seperti diketahui, RY kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sebagai tersangka atas dugaan korupsi dan gratifikasi setelah sebelumnya menghirup udara bebas pada beberapa waktu lalu.
Penetapan RY kembali menjadi tersangka merupakan pengembangan penyidikan terhadap kasus suap izin alih fungsi hutan di Kabupaten Bogor pada 2014 silam yang juga menjerat RY.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan penetapan tersangka terhadap Rahmat Yasin hasil pengembangan kasus suap terkait dengan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Bogor, Jawa Barat.
“KPK kembali menemukan ada sejumlah pemberian lain yang diduga telah diterima oleh Bupati Bogor saat itu (Rachmat Yasin). Sehingga untuk memaksimalkan asset recovery, KPK melakukan penyelidikan dan saat ini setelah terdapat bukti permulaan yang cukup, KPK membuka penyidikan baru,” tuturnya kepada wartawan saat konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).
Febri menjelaskan kasus korupsi yang menjerat RY yakni meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebesar sekitar Rp 8,93 miliar.
Uang tersebut digunakan Yasin untuk biaya operasional dirinya selaku Bupati Bogor ketika itu. “Itu juga, untuk kebutuhan kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014,” ujar Febri.
Terkait itu, Yasin duduga menerima gratifikasi berupa tanah sekitar 20 hektare untuk perizinan pembangunan pondok pesantren dan kota santri. “Itu Rahmat juga menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Vellfire, senilai Rp 825 juta itu diterima Yasin dari seorang pengusaha,” ujar Febri.
Menurut Febri, gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Rachmat dijerat Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.