HARIAN SEDERHANA – Keinginan Kota Depok untuk bergabung dengan DKI Jakarta membuat legislatif angkat bicara perihal tersebut. Mereka adalah Igun Sumarno dan Qurtifa Wijaya yang ikut berikan tanggapan perihal wacana itu.
Anggota DPRD Kota Depok dari Fraksi PAN, Igun Sumarno menuturkan bila Depok bergabung dengan DKI Jakarta maka akan banyak kerugian yang akan dirasakan oleh pemerintah kota dan masyarakatnya.
“Saya yakin warga Depok tida menerima bergabung ke Jakarta. Banyak yang akan hilang seperti kearifan lokal, ikon dan lain-lainnya. Ini sama saja tak berguna lagi nanti jika kita gabung kesana,” tuturnya, Kamis (05/09).
Igun dalam hal ini menolak jika Depok gabung dengan DKI Jakarta. Meski begitu, dirinya lebih memilih Kota Depok masuk ke Provinsi Bogor Raya yang masih diwacanakan tersebut. Alasannya karena Provinsi Bogor Raya ini merupakan provinsi baru yang mandiri dan Depok akan menjadi leader.
“Bicara kultur Depok masuk Jawa Barat. Saya tidak yakin Depok gabung ke DKI Jakarta, jadi nanti jadi pengikut kultur dan budaya,” kata Politisi PAN ini.
Lebih lanjut, jika Kota Depok masuk ke Provinsi Bogor ia optimis kota ini berpeluang menjadi daerah yang hebat dan mandiri kedepan. “Sehingga tidak jadi pengikut. Ngapain kita kudu ngekor ke Jakarta,” pungkasnya.
Sementara itu, Qurtifa Wijaya anggota DPRD Depok dari Fraksi PKS mengomentari hal itu bahwa Kota Depok lebih baik tetap seperti sekarang ini, itu menurut dia lebih baik ketimbang bergabung dengan DKI Jakarta.
“Tidak mudah juga lakukan penggabungan dengan DKI. Tapi saya mendorong agar pemkot Depok lebih banyak jalin komunikasi dan kerjasama dengan DKI Jakarta. Sehingga berbagai kegiatan pembangunan seperti frastruktur, transportasi, penanganan banjir, kebersihan dan lainya bisa terintegrasi,” kata Qurtifa.
Qurtifa menuturkan bahwa Kota Depok dibentuk dengan undang-undang dan prosesnya cukup panjang. Bahkan ia memperdiksi jika Depok bergabung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum tentu menyetujui pindah ke DKI Jakarta.
“Kota Depok dibentukkan pakai UU. Belum tentu juga Pemrov Jabar setuju. Lagi pula Jakarta itu kan kotanya, kota madya,” ulas Qurtifa.
Pria yang akrab disapa Ustadz Qury ini, menuturukan jika Depok bergabung maka nanti kepala daerah atau wali kotanya dipilih dan diangkat oleh gubernur dan Depok tidak memiliki dewan tingkat kota.
“Kalau Depok gabung, banyak yang harus dirubah. Maksud saya, untuk berbagai perubahan itu perlu banyak pengaturannya dan penyesuaianya dan seperti apa formatnya,” ujarnya.
Namun sebaliknya ada nilai baik jika Depok bergabung ke DKI Jakarta, seperti secara kapasitas anggaran tentunya akan jadi lebih besar. Sehingga bisa terjadi percepatan pembangunan di Depok.
“Pembangunan jadi mudah terkoneksi dengan DKI Jakarta. Kalau ruginya menurut saya tidak ada. Untuk sementara ini iya,” pungkasnya.
Seperti diketahui Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengaku dirinya lebih memilih untuk bergabung dengan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terkait wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya. Meskipun begitu, dirinya berharap rencana tersebut melalui tahap kajian dan pembahasan yang matang.
“Kalau saya milih dari sisi mana, kalau bahasa saya memilih Bahasa Jakarta, karena saya enggak bisa Bahasa Sunda. Aktivitas warga Depok pun banyak di Jakarta,” tuturnya kepada wartawan, Selasa (20/08).
Wali Kota mengatakan bila dilihat dari sisi budaya maka hal itu tidak bisa dibatasi dari kebudayaan geografi. Kebudayaan menurutnya bisa dari kesamaan bahasa, adat, dan itu bisa dimasukkan dalam satu rumpun. Akan tetapi, lanjutnya, bila dilihat dari sejarah antara budaya Depok dan Jakarta terdapat banyak kesamaan.
“Makanya Depok ini dalam SK gubernur disebut sebagai rumpun Melayu Depok. Tidak disebut Betawi karena Betawi sudah trademark dari Jakarta,” imbuhnya.
“Kalau dari konteks itu, kalau dari sisi bahasa tidak serupa tidak sama itu dengan Jakarta dan sekitarnya termasuk Tangsel dan Bekasi. Depok juga berbahasa Sunda, tapi mayoritas kedekatannya memang bisa satu rumpun, ini budaya,” timpalnya lagi.
Kemudian, sebagai salah satu kota satelit Ibukota, Depok juga sering bekerja sama dengan Provinsi DKI Jakarta. Salah satunya pembentukan Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) se-Jabodetabek untuk mengatasi kepentingan wilayah otonomi.
“Ini untuk siasati kebutuhan wilayah tetangga yang memang sangat dibutuhkan, yang paling terkait ada 4, (yaitu) sanitasi, air bersih, udara, dan sampah. Ini yang kita seriuskan untuk kita selesaikan, jadi tidak hanya ketika DKI begini, terus egois mengatakan itu urusan DKI, tidak boleh karena itu tetangga kita,” jelasnya.
Dan jika ditinjau dari segi mobilitas, sebagian besar penduduk Kota Depok sendiri bekerja di Jakarta. Bahkan, menurut Idris, separuh lebih jumlah warga Depok beraktivitas hilir-mudik ke Jakarta.
“Iya 65 persen warga Depok komuter, 90 persen itu ke Jakarta, selebihnya ke Bogor, Bekasi. Tapi 90 persen ke Jakarta, ketika Jakarta Ibukota, nanti kalau pindah ya beda lagi,” katanya.
Idris pun berharap, wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya ini perlu intervensi pemerintah pusat. Sebab, persoalan pindah provinsi bukan perkara mudah.
“Kalau wacana kebutuhan memang ke sana, tapi kalau sisi kewilayahan asal-muasal ya Jawa Barat, nggak bisa dipisahkan dari Jawa Barat. Apalagi kota bergabung dengan provinsi lain, ini harus intervensi pemerintah kota serius membicarakan ini,” katanya.