Kedua, soal landasan sosiologis. Hamzah mengatakan bahwa telah ditemukan secara fakta yang terjadi di Kota Depok terkait fenomena Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).
Dimana keterangan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Depok mencatat peningkatan jumlah laki-laki berhubungan seks dengan sesama, tumbuh subur di kota ini menjadi wilayah startegis. “Tercatat 2014 ada 4.932 gay dan bertambah, kini ada sekitar 5.791 gay,” kata dia.
Bahkan lebih lanjut, Dinas Sosial Depok mengungkapkan ada 114 orang dari 222 orang yang mengidap HIV adalah para gay. Data itu didapat dari organisasi dan Puskesmas yang bermitra dengan Dinsos Depok sepanjang Januari hingga Maret 2017 lalu.
“Dinas Kesehatan Kota Depok juga mencatat penderita HIV atau AIDS di kota ini mencapai 168 orang periode September 2018. Jumlah itu didominasi penderita dengan prilaku seks menyimpang, yakni pria pecinta sesama jenis alias gay,” ungkapnya.
“Ini sudah lama diusulkan dan sudah hampir tujuh fraksi yang setuju dan kami dari Gerindra meminta segera disahkan,” pungkasnya.
Reaksi Wali Kota
Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengatakan belum disahkannya Perda Anti LGBT ini lantaran belum adanya kajian yang komprehensif. “Kita kaji dulu, karena kajiannya tidak lengkap dan tidak komprehensif termasuk juga aturan perundangan diatas kan itu juga dilihat,” beber Idris.
Idris menjelaskan, perda tentang LGBT ini muncul pada saat dikeluarkan surat edaran tentang pembatasan aktivitas LGBT baru kemudian selepas itu disuarakan di DPRD.
“Edaran saya dulu itu termasuk pembatasan aktivitas LGBT. Itu saya dulu keluarkan dan dewan langsung respon masalah itu, kan sinergi. Tinggal kita lihat kajian seperti apa,” bebernya.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak ingin mengatakan penting dan tidak terkait perda tersebut. Sebab harus ada kajian yang lebih dalam. “Penting dan tidak penting hal itu nanti kita lihat, pada saat kajian baru saya bisa katakan penting dan tidak penting,” ungkapnya.
(*)