Politisi PAN tersebut mengaku belum melihat keseriusan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok dalam menangani kasus covid-19 yang setiap harinya semakin bertambah jumlah ODP maupun PDP-nya.
“Seandainya ada upaya pencegahan, kebanyakan dilakukan oleh TNI-Polri, bukan dari pemerintah. Penyemprotan dilakukan, namun tidak masif,” ujarnya.
Lebih jauh Hasbullah menjelaskan, saat ini Pemprov Jawa Barat harus mengeluarkan anggaran sekitar Rp 3,6 triliun untuk menangani masalah dan dampak Covid-19 secara keseluruhan di Jawa Barat dari total yang dibutuhkan Rp 16 triliun.
Anggaran itu rencananya akan digunakan untuk mencukupi sekitar 1,6 juta warga Jabar terdampak covid-19. Mengenai akan dialokasikan kemana anggaran tersebut, Has menjelaskan terdapat beberapa poin yang menjadi prioritas Pemprov Jawa Barat.
Yang pertama, sambung Hasbullah, anggaran akan dialokasikan kepada rumah sakit yang membutuhkan alat kesehatan (Alkes) dan berbagai sarana atau fasilitas isolasi bagi pasien.
Kemudian ada anggaran untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara luas dan dilakukan aecara masif, agar warga lebih memahami dan waspada terhadap persebaran virus corona.
“Alokasi terbesar yaitu memberikan subsidi berupa kebutuhan pokok bagi masyarakat yang benar-benar mengalami penurunan atau kegonjangan ekonomi,” ujar Hasbullah.
Hasbullah menyesalkan ketiadaan ruang isolasi khusus di RS yang ada di Kota Depok. “Pemkot Depok harusnya menyiapkan tempat khusus isolasi, kalau tidak ada kan sulit untuk meminimalisir dampak virus tersebut,” katanya.
Hasbullah membandingkan ketegasan (Pemkot) Depok dengan beberapa pemerintah daerah lainnya. Dia mengaku kerap melihat masyarakat tidak mendengarkan apa yang menjadi imbauan pemerintah pusat.
“Pernah saya melakukan penelurusan dari Cianjur, Kota Bogor kemudian Kabupaten Bogor. Disana pada pukul 18.00, mini swalayan sudah kompak menutup tokonya. Coba lihat di Depok? Jam 9 malam pun masih banyak yang buka. Itu kan berpotensi menimbulkan keramaian,” kata Hasbullah.
Dengan kondisi tersebut, ia mengaku sangat prihatin karena upaya yang dilakukan pemerintah sangat sporadis. Dengan kata lain, sambung Hasbullah, gugus tugas yang diperintahkan oleh pemerintah pusat dinilai tidak mempunyai perencanaan atau planning terutama penanggulangan yang terpapar, kemudian pencegahan dan peralatan.
“Terutama peralatan bagi mereka yang bertugas di pelayanan secara langsung oleh pasien, seperti para medis. Apakah mereka sudah terselamatkan dalam sisi medis? Barulah kita bicara tentang data,” pungkasnya. (*)