Harian Sederhana – Pada 24 Mei seluruh warga negara Indonesia khususnya kaum muslim merayakan Hari Raya Idul Fitri. Hari kemenangan bagi umat Islam dimana telah melaksanakan ibadah selama 30 hari penuh berpuasa, bertarawih, sahur dan bertilawah Al Quran.
Allah telah menjanjikan kepada kaum beriman barang siapa berpuasa di bulan Ramadan maka kita akan Allah jadikan kita sebagai orang-orang yang bertakwa.
Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 183 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa”.
Idul Fitri 1441 H sangat berbeda, bukan dalam arti makna yang terkandung hari Fitri, tapi lebih kepada kebiasaan atau budaya hal-hal yang biasa yang kita lakukan tetapi belum bisa kita lakukan dikarenakan adanya wabah Covid-19.
Salat Id tidak bisa dilaksanakan secara berjemaah di lapangan atau masjid, walaupun ada sebagian kecil yang tetap melaksanakan. Ada pengalaman menarik dari seorang teman karena tidak bisa melakukan salat Id lingkungannya sehingga memutuskan untuk melakukan sendiri di rumah bersama istri dan keluarganya.
Kata teman saya pengalaman pertama menjadi imam salat Id dan menjadi ustaz berceramah bagian dari rangkaian salat Id. Beberapa kali diprotes atau diinterupsi karena salah dalam melaksanakan salatnya.
Saya sendiri juga demikian, ini pengalaman pertama menjadi imam sekaligus khatib Salat Idul Fitri. Ternyata keterbatasan membuat kita menjadi bisa walau masih terus harus dilatih. Kebiasaan lain yang sangat sulit dihilangkan ketika Idul Fitri adalah bersilaturahmi. Berkumpul bersama keluarga.
Saling mengunjungi, terutama berkunjung ke orang tua adalah momentum satu tahun sekali bagi kaum muslimin Indonesia untuk saling berkunjung. Saling mengucapkan maaf dan mendoakan sesama agar ibadah selama bulan Ramadan diterima Allah SWT, kali ini terasa sekali sepi. Bersabar tidak berkumpul sangat dianjurkan oleh pemerintah disaat wabah Covid-19 ini.
Ketika tidak bisa salat Id berjamaah di lapangan atau di masjid kita bisa melakukan salat Id bersama keluarga. Ketika berkumpul silaturahmi tak juga bisa dilakukan akhirnya kita menggunakan teknologi zoom atau aplikasi lainnya seperti video call sebagai ajang bersilaturahmi, mendoakan dan meminta maaf. Cara berbeda tapi makna tetap sama dan tak hilang.
Ada hikmah dari krisis dari pandemi ini, yang sebenarnya sangat membantu dan mendorong kita menciptakan ide atau perubahan positif dalam skala luar biasa. Kata Ust. DR. Hidayah Nur Wahid
Dari skala individu, maka kita diarahkan untuk berpikir tentang keimanan kita, ibadah kita, bertafakkur, dan tentunya merencanakan banyak kebaikan di hari-hari kedepan.
Di level keluarga, sekarang kita memiliki kesempatan lebih luas untuk membentuk kembali hubungan dengan keluarga, mengikat minat bersama, menikmati kebersamaan kehidupan keluarga, dan memotivasi dalam kebaikan dan keshalihan.
Di tengah pandemi ini rasa kebersamaan dan kepedulian semakin tinggi. Kita saat ini saling melindungi sesama. Semoga keluarga kita selalu berkontribusi dan menjadi solusi bagi umat dan masyarakat sekitar kita. (*)