Harian Sederhana, Depok – Rapat Paripurna DPRD Kota Depok dalam rangka pelantikan pimpinan dewan periode 2019-2024 terjadi sebuah insiden yang tidak diduga. Pasalnya, dalam paripurna yang berlangsung pada Jumat (27/09) ini dibanjiri interupsi dari anggota dewan perihal sebuah pemberitaan yang menyebut soal mangkirnya 50 Anggota DPRD Kota Depok paska pelantikan.
Insiden tersebut berawal saat Ketua Fraksi PDI-Perjuangan, Ikravany Hilman meminta kepada Zamrowi selaku Sekretaris Dewan atau Sekwan untuk melakukan klarifikasi perihal pemberitaan tersebut lantaran membuat anggota dewan tersudut.
“Dari keterangan sekwan maka DPRD meminta beberapa hal. Kami ingin mempertanyakan apakah berita itu betul dikutip oleh pernyataan beliau. Kemudian kami meminta kepada Pak Sekwan menggunakan hak jawabnya,” kata Ikravany.
“Kami minta Pak Sekwan untuk mengklarifikasi hal tersebut kepada kami disini, kalau memang pernyataan tersebut tidak benar. Sampaikan ke media yang sama dan adukan ke Dewan Pers,” lanjut Ikra.
Masih ditempat yang sama, anggota DPRD dari Fraksi Gerindra, Afrizal Lalana juga ikut berkomentar perihal pemberitaan tersebut. Ia menjelaskan, pada Undang-Undang Pasal 129 Nomor 12 tahun 2018 tertera bahwa dewan baru bisa bekerja meraih aspirasi masyarakat ketika sudah ada ketetapan, ketika ada komisi.
“Itu masukan untuk kita semua. Kalau ada wartawan yang bertanya soal jam kerja, seharusnya kita bisa menjelaskan secara undang-undang,” kata Afrizal Lalana menyambung interupsi.
Namun, peserta paripurna dikejutkan dengan interupsi menohok yang datang dari Tajudin Tabri selaku Wakil Ketua DPRD Kota Depok periode 2019-2024.
Sebab dalam interupsinya Tajudin bukan saja sekwan untuk melakukan klarifikasi tapi juga mendesak agar wartawan yang memuat berita itu agar dihadirkan dihadapan anggota dewan dan tamu undangan yang hadir saat paripurna berlangsung.
“Jangan cuma sekwannya yang harus klarifikasi, tapi saya minta wartawan yang memuat dan yang mewawancarai Pak Sekwan dihadirkan juga,” katanya.
Ironisnya komentar yang disampaikan oleh Tajudin disambut dengan tepuk tangan sejumlah anggota dewan lainnya yang hadir dalam paripurna tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Zamrowi selaku Sekwan DPRD Kota Depok menanggapi interupsi tersebut. Ia bahkan menyebut berita yang menyatakan kalau 50 dewan yang sudah dilantik tidak pernah masuk DPRD Kota Depok adalah bohong.
“Saya mengatakan 50 anggota dewan telah menjalankan fungsinya. Tetapi karena saat itu AKD (alat kelengkapan dewan) belum terbentuk, seluruh anggota dewan terhimpun di dalam fraksi-fraksi dan berdasarkan fraksi-fraksi itulah anggota dewan telah menjalankan fungsinya,” katanya.
Selepas paripurna, tiga pimpinan baru yakni Ketua DPRD Kota Depok TM Yusufsyah Putra, Wakil Ketua I Yeti Wulandari, dan turut serta Tajudin Tabri selaku Wakil Ketua III DPRD Kota Depok. Mereka bertiga mengadakan konferensi pers usai paripurna tersebut.
Pada konferensi pers tersebut diwarnai oleh interupsi yang diberikan oleh Zahrul Darmawan selaku Sekretaris Pokja Wartawan Depok yang menganggap apa yang dilakukan sejumlah anggota dewan saat paripurna adalah hal keliru.
Ia bahkan menyebut apa yang dilakukan Tajudin perihal permintaan agar wartawan pembuat berita tersebut dihadirkan di tengah rapat paripurna adalah bagian penghinaan profesi.
“Ketika sebuah berita turun itu produk jurnalistik bukan lagi perorangan. Ketika sudah menjadi produk jurnalistik, ada mekanismenya, ada hak jawab, tidak perlu reporter atau wartawan dipanggil kedepan dalam forum ini (paripurna-red) untuk apa,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Kota Depok, TM Yusufsyah Putra meminta maaf kepada seluruh wartawan atas terjadinya insiden di paripurna tersebut. Ia berharap kedepan terjalin sinergitas yang baik antara anggota dewan dan wartawan, khususnya yang bertugas di Kota Depok.
“Kami mohon maaf. Kita berharap mudah-mudahan kedepan DPRD Kota Depok bisa bekerja sama dengan teman-teman media,” tandasnya.
Sementara itu Tajudin Tabri mengatakan dirinya sebagai anggota dewan tidak apa-apanya tanpa ada media. Namun, ia berharap ada sinergitas yang baik antara media dengan dewan. Dirinya sebagai pimpinan dewan berharap agar awak media disediakan tempat khusus di DPRD Kota Depok sebagai sarana atau wadah komunikasi dengan anggota dewan.
“Tidak ada apa-apanya kami tanpa adanya media. Kalau tidak ada media bagaimana sampai kepada masyarakat seperti hasil-hasil kinerja kita sebagai anggota DPRD harus dipublikasikan. Kalaupun ada sedikit-sedikit yang miring alangkah elok dan arif bijaksana kita bicara sama-sama antara anggota DPRD dengan teman-teman media,” tandas Tajudin.
Masih ditempat yang sama Yeti Wulandari selaku Wakil Ketua DPRD Kota Depok meminta maaf atas insiden yang terjadi. Pada kesempatan itu dirinya berharap sinergitas yang telah terjalin selama ini dapat terus terjaga.
“Semoga kerja sama kita sebagai mitra, karena kami sebagai anggota DPRD Kota Depok sangat membutuhkan peran media terutama dari informasi yang diberikan. Karena ini penting bagi kami dalam menjalankan tugas serta fungsi sebagai anggota DPRD Depok,” imbuh Yeti.
Merasa Diintimidasi
Terpisah, Vini Rizki Amelia selaku jurnalis yang menulis berita tersebut mengaku merasa diintimidasi atas interupsi yang dilakukan Tajudin Tabri ketika paripurna berlangsung. Vini pun menyebut apa yang dilakukan Tajudin menunjukkan arogansi sebagai anggota dewan.
“Artinya gini jangan mentang-mentang mereka anggota dewan, merasa dihormati terus bisa semena-mena begitu tanpa lihat aturan. Karena kan kalau ada keberatan (dalam pemberitaan-red) ada hak jawab,” tutur Vini.
Ia mengatakan, bila dilihat dari sisi permasalahan pemberitaan yang dipersoalkan menurutnya adalah dari sisi narasi yang dibuat. “Ketika saya kepada Tajudin, apa yang menjadi permasalahan, dia diam saja. Jadi lihat dulu pokok permasalahannya,” katanya.
Vini pun menjelaskan kalau dirinya dipermasalahkan soal konfirmasi, ia sudah menghubungi anggota dewan lainnya namun tidak ada jawaban. “Artinya kaidah jurnalistik sudah saya jalankan, konfirmasi ya sudah. Artinya jangan sampai tindakan semena-mena itu menunjukkan mereka tidak tahu UU Pers itu seperti apa,” imbuh Vini.
Ia mengatakan, awal dirinya menulis pemberitaan soal tidak masuknya anggota DPRD bermula ketika dirinya menumpang toilet di Gedung DPRD Kota Depok. Kemudian, ia melihat ada ruangan yang kosong dan kemudian wanita ini pun bertanya kepada seseorang yang bekerja di Gedung DPRD Kota Depok.
Orang tersebut mengaku kepada Vini kalau semua anggota DPRD belum ada anggota dewan yang masuk dan menjalankan tugas. “Artinya saya melihat ruangan kerja kosong, dan itu kan dari pantauan di lokasi,” bebernya.
“Soal omongan sekwan, ia mengamini kalau dewan sudah digaji ketika dilantik. Jadi kita luruskan saja dulu yang salah mana, jangan melakukan hal seperti itu. Dengan ketidaktahuan Tajudin soal UU Pers dan disambut dengan tepuk tangan anggota dewan lainnya memperlihatkan kalau mereka (anggota DPRD-red) tidak ngerti UU Pers,” tegas jurnalis Warta Kota ini.
Dinilai Kebablasan
Masih seputar yang sama, Kesit B. Handoyo selaku wartawan senior sangat menyayangkan apa yang dilakukan Tajudin Tabri. Bahkan ia menyebut hal tersebut sudah kebablasan. Sebab bila narasumber merasakan keberatan dengan sebuah pemberitaan dapat memanfaatkan saluran yang benar.
“Buat klarifikasi atau bantahan kepada media yang memberitakannya. Toh medianya jelas, wartawannya juga jelas. Narasumber memiliki hak jawab. Dalam UU 40/1999 tentang pers jelas diatur bahwa pers wajib melayani hak jawab. Bukan kemudian berkoar-koar dalam sidang apalagi meminta klarifikasi kepada yang bersangkutan,” katanya.
Kesit menegaskan, setiap wartawan yang bekerja di media pers punya redaktur, redaktur pelaksana, dan punya pemimpin redaksi yang bertanggung dalam sebuah pemberitaan yang ditelurkan. Ketika sebuah berita diturunkan berarti sudah melalui proses pengeditan dan lain sebagainya.
“Artinya berita tersebut kemudian menjadi tanggung jawab si penanggung jawab. Wartawan tidak perlu menuruti permintaan si peminta klarifikasi. Apalagi sampai di depan umum, wartawan boleh menolak,” katanya.
Kesit pun menyarankan agar si narasumber menggunakan hak jawabnya langsung ke media yang bersangkutan karena dijamin oleh undang-undang. “Dengan adanya permintaan klarifikasi di depan umum itu sama dewan tersebut sangat tidak mengerti kerja jurnalistik,” tegas Kesit.
Dirinya pun berharap agar kedepan anggota yang terhormat tersebut bisa lebih memahami tugas dan fungsi pers. Jika ada keberatan dengan sebuah pemberitaan disarankan untuk menggunakan saluran yang ada untuk menyelesaikannya.
“Wartawan dalam bertugas dilindungi undang-undang. Wartawan juga punya kode etik,” tutup Kesit.
Berawal Pemberitaan
Seperti diketahui kegaduhan yang terjadi sampai berujung intimidasi bermula dari sebuah pemberitaan yang berisikan soal mangkirnya 50 anggota DPRD Kota Depok selepas dilantik.
Dalam berita tersebut tertulis sejak dilantik awal September 2019 lalu, sebanyak 50 anggota DPRD Kota Depok periode 2019-2024 malah belum masuk kantor. Tak ayal, ruangan kerja yang diperuntukan bagi para wakil rakyat itu kosong melompong. Terkait belum aktifnya anggota DPRD bekerja, Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kota Depok, Zamrowi, mengamininya.
Hingga kini, kata dia, belum ada satu pun anggota dewan yang masuk kerja di gedung wakil rakyat. Padahal sesuai Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 12 Tahun 2018, seluruh anggota DPRD wajib melaksanakan kegiatan sehari setelah pelantikan.
Belum aktifnya para anggota DPRD Kota Depok tersebut, kata Zamrowi, lantaran hingga saat ini belum terbentuk alat kelengkapan dewan seperti pembentukan komisi, Badan Anggaran (banggar) dan Badan Kehormatan Dewan (BKD).
Zamrowi yang didampingi Kabag Humas dan Protokol Dewan, Muksit Hakim dan Kabag Persidangan dan Perundang-undangan Dewan, Yamrin Medina mengatakan, seluruh anggota DPRD baru tak hanya tidak melaksanakan rutinitas.
Tapi juga belum bisa melaksanakan kegiatan lainnya seperti penyusunan program kerja, kunjungan kerja ke luar daerah maupun dalam daerah. Saat ini, lanjut Zamrowi, Ketua sementara DPRD Kota Depok, Supariyono, baru membentuk fraksi dengan tujuan supaya ada wadah bagi DPRD untuk berhimpun.
Selain fraksi, ketua sementara DPRD Kota Depok dikatakan Zamrowi baru mempersiapkan alat kelengkapan dewan. “Seperti, Pimpinan Dewan, Komisi, Badan Musyawarah, Badan Anggaran, Badan Pembentukan Peraturan Daerah, dan Badan Kehormatan Daerah,” tutur Zamrowi.
Ketika ditanya apakah 50 DPRD yang mangkir tetap menerima gaji dan transport, Sekretaris Dewan DPRD Kota Depok, Zamrowi, mengamininya. “Terhitung sejak dilantik, 50 DPRD berhak menerima gaji dan transport. Satu anggota DPRD digaji Rp 36 juta per bulan,” kata Zamrowi.
Bagi pimpinan DPRD yang terdiri dari satu Ketua DPRD dan tiga wakil DPRD berhak mendapat fasilitas mobil. “Ketua DPRD mendapat mobil CC 2.500. Sedangkan tiga wakil mendapat mobil CC 2.300,” tutup Zamrowi. (Octa/Luki/Wahyu Saputra)