Meski ada rencana tersebut, pria yang akrab disapa RK tersebut mengatakan wacana lockdown atau karantina sejumlah wilayah zona merah Covid-19 ini menjadi kewenangan pemerintah pusat. Karena itu, RK akan menyerahkan keputusan lockdown tersebut kepada pemerintah pusat.
“Apapun itu, saya selalu berkoordinasi dengan Pak Doni Monardo (Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19) untuk meminta izin. Jadi, tidak boleh ada daerah yang melakukan lockdown tanpa izin pemerintah pusat,” ujar RK
Berbeda jika lockdown atau karantina wilayah sebatas level RT, RW atau kelurahan. Hal tersebut masih bisa dilakukan atau diterima tanpa harus ada persetujuan pemerintah pusat. “Yang level kota, kabupaten dan provinsi itulah yang harus mendapatkan izin dari pemerintah pusat,” tutup RK.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor saat ini tengah menyusun dua rencana karantina wilayah atau lockdown parsial. Sebuah dokumen rencana karantina wilayah atau lockdwn total beredar. Surat ini mengacu edaran Walikota Bogor Nomor 443.1/1057-UMUM tentang pencegahan penyebaran corona virus di Kota Bogor.
Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim membenarkan pihaknya telah melakukan pemetaan dan simulasi apabila dilakukan pembatasan wilayah atau lockdown.
Ia mengatakan, karantina wilayah secara lokal menurutnya perlu dilakukan. Hal ini lantaran masih banyaknya warga Kota Bogor atau sebaliknya yang lalu lalang di tengah situasi pandemi corona menggunakan transportasi umum.
Padahal, Kota Bogor telah melakukan beberapa pembatasan operasional mulai dari penutupan mal sampai pasar. Pemkot Bogor pun telah memperpanjang masa kerja di rumah bagi para Aparatur Sipil Negara atau ASN serta memberi imbauan kepada sektor swasta.
“Jika nanti benar lockdown maka nanti kita siapkan skemanya. Namun, kita tetap harus menjaga pasokan sembako dan obat-obatan hingga medis terpenuhi. Teknisnya sedang kita rancang bersama Bupati,” ujar Dedie.
Mengenai adanya aktivitas mudik dari wilayah Kota Bogor, Dedie menyebut, Pemkot Bogor tidak dapat melakukan pengendalian atau pembatasan. Tanpa ada suplai bantuan untuk menyokong kehidupan masyarakat, para pemudik juga tidak mungkin bertahan di Kota Bogor. Itu sebabnya, mudik ke kampung halaman menjadi pilihan.
“Sebagian besar pelaku usaha mikro dan informal berasal dari berbagai daerah. Kondisi penurunan ekonomi memaksa mereka untuk mudik karena daya dukung kehidupan di Jabodetabek dengan mengandalkan pendapatan mereka sesuai kegiatan usaha mereka tidak memadai,” ujar Dedie.
Dedie menyarankan yang harus dilakukan adalah memetakan pemudik dan memonitor ketat pemudik agar mau di isolasi mandiri selama 14 hari. Dengan cara itu, Dedie meyakini penyebaran virus corona di daerah bisa diminimalisasi.
“Pemerintah daerah asal pemudik juga ikut bertanggungjawab,” tandas Dedie.