Harian Sederhana, Depok – Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 2 Jawa Barat, Dadang Ruhyat mengatakan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 dengan sistem zonasi tidak menyisakan oknum guru dan calo yang bermain curang.
“Kalau di sini enggak mungkin ‘bermain’, karena online itu kan langsung masuk datanya ke sistem,” ujar Dadang.
Bila ada oknum guru yang nekat menggunakan cara-cara yang melanggar ketentuan. Ia menegaskan, akan menerima sanksi yang dapat berujung pemecatan.
“Kalau dia sebagai pegawai negeri ada aturan, umpamanya teguran, hingga paling beratnya itu pemecatan. Kita menerapkan aturan Pegawai Negeri Sipil (PNS),” tegas Dadang.
Diakui Dadang, tidak ada tim khusus yang bertugas mengawasi kinerja para guru dan pegawai sekolah dalam proses PPDB. Namun, lanjutnya, pihaknya mengawasi gerak-gerik para guru tanpa ada yang mengetahui.
“Pendaftaran PPDB SMA Negeri di Jawa Barat berlangsung pada 17-22 Juni 2019, yang dilanjutkan dengan verifikasi dan uji kompetensi pada 24-26 Juni 2019,” pungkasnya.
Sebelumnya Peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 51 tahun 2018 berdampak serius, banyak siswa pintar yang dikorbankan oleh sistem yang diterapkan.
Hal itu diutarakan Rini (54), salah satu dari ratusan orang tua yang harus menelan pahitnya kebijakan zonasi akibat anaknya gagal menjadi nominasi peserta didik di SMA negeri.
Rini mengungkapkan, anaknya terdepak dari urutan yang dipampang pihak sekolah idaman lantaran jarak rumahnya yang terlalu jauh, lebih dari enam kilometer. Nomor urut anaknya telah hilang sejak pagi di hari kedua pendaftaran.
“Padahal nilai rata ratanya hampir 9 mas, tapi kalah sama pendaftar yang berdomisili dekat sekolah tujuan,” kata dia kepada wartawan.
Berangkat dari Kecamatan Beji, rumah Rini terpaut hampir delapan kilometer jaraknya dari sekolah tujuan di Kecamatan Limo. Akibat kebijakan pemerintah, Rini akhirnya pasrah anaknya beraskolah di Swasta. Hal itu disebabkan di Kecamatan tempat dia tinggal tidak ada sekolah menengah atas yang berstatus negeri.
Dia juga mengungkapkan sempat ditawari seorang oknum yang mengaku bisa memasukan anaknya lewat jalur belakang. Namun dia tolak lantaran diminta mengeluarkan sejumlah uang.
Tidak tanggung-tanggung, uang yang diminta oknum teraebut dinilai sangat fantastis untuk ukuran keluarganya yang hanya berpenghasilan pas pasan, yaitu ada di kisaran belasan juta rupiah. Meski gundah, Rini akhirnya meminta anaknya untuk tetap semangat belajar meski tidak sekolah negeri.
“Sulit juga ya, punya anak cerdas jadi simalakama. Sekolah negeri hanya memprioritaskan siswa yang rumahnya dekat. Bagaimana dengan kami dan ratusan lainnya yang jaraknya jauh,” pungkasnya.
(*)