Harian Sederhana, Depok – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, suasana politik di Kota Depok semakin hangat dan memanas. Semua partai politik atau parpol sudah memanaskan mesin serta menyiapkan amunisi untuk bertempur dalam kontestasi lima tahunan ini.
Namun, sampai saat ini kekuatan petahana yang masih menduduki kursi Wali Kota Depok dinilai belum bisa digeser oleh siapapun. Meskipun begitu, dari hasil survei Klinik Digital Vokasi Universitas Indonesia itu terungkap bahwa calon yang mampu melawan petahana adalah siapa saja.
“Kami berbasis data, kenapa disebutkan siapa saja, karena masyarakat belum melihat ada satu sosok lawan dari petahana. Dan angka itu cukup besar mencapai kurang lebih 48 persen,” tutur Kepala Klinik Digital Vokasi Universitas Indonesia, Devie Rahmawati kepada wartawan, Rabu (18/09).
Selain, itu ada beberapa hal yang menjadikan petahana menjadi calon terkuat hingga saat ini. Salah satunya prestasi-prestasi yang diterima oleh Kota Depok merupakan selebrasi program Mohammad Idris selaku pemimpin di kota ini.
“Prestasi itu membuat peluang lebih dan meyakinkan publik bahwa beliau mampu menarik perhatian masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, basis massa yang kuat juga turut mendukung dia untuk menjadi calon wali kota yang terbaik saat ini. Oleh sebab itu, siapapun yang hendak mencalonkan diri pada pilkada mendatang, uraian tersebut harus menjadi sebuah pertimbangan.
“Minimalnya, penantang harus menyamai dengan apa yang dilakukan petahana (menjanjikan prestasi-red) dan mampu merangkul massa yang besar,” tandasnya.
Devi pun menegaskan, bakal calon wali kota yang akan maju di Pilkada 2020 nanti harus benar-benar serius terutama dalam menyiapkan strategi khusus.
Pasalnya, ada tembok besar kuat yang harus dihadapi yaitu petahana. Beberapa keunggulan mulai dari prestasi hingga dukungan massa pengusung yang cukup mumpuni membuatnya masih unggul hingga saat ini.
“Beliau memiliki 10 unggulan program dan itu sangat berat, beliau secara nyata juga telah merealisasikan hal tersebut,” katanya.
Menurut dia, kondisi tersebut mengisyaratkan kepada para calon untuk fokus dan serius dalam menghadapi petahana. Minimal, sebanding dengan apa yang telah dilakukan lawannya.
“Mereka harus teliti, terutama dalam memilih program yang mampu menarik perhatian masyarakat. Minimalnya, dari 10 program petahana tiga diantaranya menjadi pilihan yang fokus dan terealisasi untuk tiga hingga empat tahun kedepan,” bebernya.
Selain itu, bagi siapa saja yang siap bertarung dalam pemilihan kepala daerah harus menyiapkan konsep nyata yang menjadi daya tawar kepada masyarakat. Sehingga, kedepannya mampu mendongkrak elektabilitas dan kepercayaan.
“Elektabilitas tidak terpaku pada popularitas dari seorang calon yang terpenting adalah kerja dengan konsep berbeda,” jelasnya.
Namun, masyarakat di tiang penyangga Ibu Kota Jakarta ini diakuinya cerdas dan dewasa dalam memilih. Mereka, tidak terlalu mementingkan sosok calon pemimpin dari kalangan kepartaian yang terpenting adalah, mampu menyelesaikan permasalah yang krusial dengan nyata.
“Mereka menyerahkan pilihan yang ada atau secara konkrit calon tersebut mampu menyelesaikan persoalan yang betul-betul dirasakan. Meskipun harapan publik belum tentu bisa menjadi program yang bisa diwujudkan oleh pemimpinnya,” pungkasnya.
Diusung PKS, Idris Potensi Menang Lagi
Senada dengan hal tersebut, Bernhard selaku Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Politik Kota Depok pun berpendapat hal yang sama. Mohammad Idris disebutnya memiliki peluang paling besar untuk memimpin Kota Depok periode 2021-2026 apabila kembali mencalonkan diri di Pilkada Depok 2020.
“Apabila Calon Wali Kota Depok yang akan diusung PKS dalam Pilkada 2020 adalah Mohammad Idris maka dapat dipastikan akan menang,” tuturnya kepada Harian Sederhana.
Anggota DPRD Kota Depok periode 2014-2019 ini menuturkan penilaian tersebut didasari indikator bahwa PKS mempunyai jaringan politik sampai ke akar rumput, yakni di tingkat RT dan RW.
“Massa pemilih PKS memiliki soliditas dan solidaritas yang kuat serta memiliki militansi. Pemilih PKS juga cenderung tidak transaksional,” ujarnya.
Indikator kedua, katanya lagi, petahana merupakan simbol kekuatan politik di luar jaringan PKS. “Petahana juga memiliki jaringan kuat di kalangan tokoh-tokoh, alim ulama dan tokoh-tokoh masyarakat di tingkat akar rumput sampai tingkat RW,” ulasnya.
Lebih lanjut diutarakannya, petahana selama hampir tiga tahun telah melakukan konsolidasi dan membangun simpul-simpul politik dari segala elemen masyarakat. Berbeda dengan partai politik pesaingnya yang cenderung pragmatis dan transaksional.
“Koalisi yang dibangun oleh partai politik di luar PKS sulit akan menjadi pemenang dalam Pilkada 2020. Faktornya parpol di luar PKS cenderung pragmatis dan transaksional. Selain itu di tingkat jaringan massa cenderung massa mengambang dan menjelang beberapa bulan menjelang pilkada baru bekerja,” paparnya.
Menurutnya, parpol koalisi di luar PKS tidak pernah melakukan konsolidasi dan membangun jaringan di akar rumput, sehingga sulit untuk menang.
“Dalam kontestasi pilkada, partai koalisi yang dibangun PDIP, Gerindra, dan parpol lainnya harus memperkuat infrastruktur partai sampai ke tingkat RW dan melakukan rekruitmen kepada tokoh-tokoh elemen masyarakat dengan menawarkan program riil kepada masyarakat seperti perbaikan ekonomi kerakyatan,” imbuh Bernhard.
Program yang harus ditawarkan lainnya adalah bagaimana mengatasi persoalan pengangguran, pendidikan gratis untuk orang miskin yang tanpa dipungut biaya seragam dan buku sekolah, hingga perbaikan kesehatan rakyat yang tidak mampu.
“Kemudian partai koalisi harus membuat daftar isu- isu politik yang strategis dan membangun penggalangan opini publik secara terus menerus lewat media. Jadi dapat dipastikan Koalisi Besar yang dibangun menghadap PKS sulit untuk menang,” tegasnya. (*)