Harian Sederhana, Depok – Lima bulan menjelang pendaftaran bakal calon wali dan wakil wali kota yang akan bertarung pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Depok 2020 tampaknya semakin hangat, namun masih mencair. Pasalnya, semua kemungkinan dan siapa yang bakal maju dalam kontestasi lima tahunan tersebut masih belum bisa dipastikan sampai saat ini.
Meskipun begitu, sejumlah nama seperti petahana yakni Mohammad Idris-Pradi Supriatna yang saat ini menjabat sebagai Wali dan Wakil Wali Kota Depok pun sudah santer dikabarkan maju kembali dalam pesta demokrasi masyarakat Depok tersebut.
Selain kedua nama itu, nama-nama lain seperti Imam Budi Hartono (IBH), Farabi A. Rafiq, dan terakhir nama Qonita Lutfiyah pun sudah mewarnai Bakal Calon Wali Kota Depok. Untuk Qonita sendiri bahkan telah mendapatkan restu dari Ketua DPW PPP Jawa Barat, Ade Yasin saat menghadiri Mukercab PPP Kota Depok.
Disisi lain, petahan sendiri yakni Mohammad Idris dan Pradi Supriatna tampaknya sangat siap untuk bertarung dalam Pilkada Depok 2020. Keduanya masih bisa bersatu maupun berpisah dan segala kemungkinan bisa saja terjadi berkaca pada Pilkada Depok sebelumnya.
Meskipun digadang-gadang akan kembali mencalonkan diri dalam Pilkada Kota Depok 2020, Wali Kota Depok Mohammad Idris yang digadang-gadang akan kembali mencalonkan diri dalam Pilkada Kota Depok 2020 mengaku masih menunggu arahan serta penetapan dari partai yang akan mengusung dirinya.
“Nih belum, partai masih ragu-ragu mengusung saya. Saya nggak tahu keraguannya kenapa, bisa ditanyakan ke partai. Bukan hanya PKS, partai-partai lain juga. Saya juga siap diusung Gerindra tapi Gerindra mau nggak mengusung saya, itu masalahnya,” ujarnya.
Meski demikian, Idris menyatakan kesiapannya untuk maju kembali menjadi pemimpin Kota Depok. Hal ini didasari sudah diberikannya restu dari dua orang guru, istri, dan keluarga.
“Insha Allah saya siap maju sudah karena dua dari tiga kiai saya sudah merestui dan tentunya (restu-red) keluarga,” katanya.
Dirinya juga mengatakan akan melihat hasil survei yang dilakukan pada akhir Desember mendatang. Apabila dirinya sebagai petahana mendapatkan hasil survei sebesar 40 persen maka dirinya akan maju.
“Kalau hanya 20 persen, saya tidak pede (percaya diri). Lebih baik saya akan serahkan ke yang lain, silakan,” tandas Idris.
Senada dengan Idris, Pradi Supriatna yang saat ini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Depok mengatakan belum mengetahui secara pasti kapan akan mendeklarasikan bakal maju menjadi Calon Wali Kota Depok di Pilkada 2020.
“Kalau saya kan salah satu pengurus partai, jadi saya tetap ikut mekanisme. Tinggal kita lihat di surveinya seperti apa,” kata Pradi.
Dia juga mengatakan Partai Gerindra sejak 25 Oktober hingga 15 November membuka penjaringan bakal calon Wali Kota Depok, baik internal maupun eksternal.
Terkait adanya nama Mohammad Idris, Pradi menyebut prinsipnya partai besutan Prabowo Subianto membuka ruang bagi siapapun untuk mendaftar sebagai bakal calon dari partai Gerindra.
“Tinggal kita balapan aja nanti ya,” kata Pradi.
Untuk diketahui, Idris-Pradi merupakan pasangan yang diusung oleh PKS dan Gerindra dengan didukung oleh Partai Demokrat di Pilkada Depok 2015. Saat itu pasangan ini bertarung melawan Dimas-Babay yang diusung oleh koalisi besar seperti PDI-P, PPP, dan PKB.
Saat PKS mengusung Mohammad Idris, sedangkan Pradi diusung oleh Gerindra. Keduanya berhasil memenangkan kontestasi tersebut dan menjabat sebagai Wali dan Wakil Wali Kota Depok periode 2016-2021.
Menjelang Pilkada Depok 2020, pasangan ini santer akan ‘bercerai’ dan mencari pasangan masing-masing. Meskipun begitu, Idris dikabarkan akan kembali diusung oleh PKS sedangkan Pradi akan kembali diusung oleh Gerindra.
Banyak yang memprediksikan pada pilkada kali ini akan diisi oleh lebih dari dua pasangan calon. Hal ini mengingat syarat pencalonan harus memiliki dukungan suara parpol 20 persen di DPRD. Saat ini ketiga partai politik atau parpol yakni PKS, Gerindra dan PDIP mengantongi syarat tersebut.
Ketiga partai ini memiliki dukungan suara parpol 20 persen di DPRD, seperti PKS 12 kursi dan Gerindra-PDIP masing-masing memiliki 10 kursi. Karenanya ketiga parpol ini dimungkinkan mengusung calon kepala daerah tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.
Suasana politik di Kota Depok sendiri semakin hangat dengan digelarnya pemilihan raya (pemira) oleh PKS. Hasil dari pemira tersebut saat ini sudah memunculkan lima bakal calon wali kota dari internal seperti nama Imam Budi Hartono, Suparyono, Hafid Nasir, Amri Yusra dan T. Farida Rachmayanti.
Begitu juga dengan Gerindra dan PDI Perjuangan. Kedua parpol besar ini juga sudah memanaskan mesin partainya untuk mencari figur terbaik yang akan dijagokan pada Pilkada Depok 2020.
Seperti PDI-P, partai besutan Megawati Soekarno Putri ini telah melakukan penjaringan bakal calon wali kota. Begitu juga dengan Gerindra yang kabarnya melakukan hal serupa.
Bernhard selaku Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Politik Kota Depok pun berpendapat Mohammad Idris memiliki peluang paling besar untuk memimpin Kota Depok periode 2021-2026 apabila kembali mencalonkan diri di Pilkada Depok 2020.
“Apabila Calon Wali Kota Depok yang akan diusung PKS dalam Pilkada 2020 adalah Mohammad Idris maka dapat dipastikan akan menang,” tuturnya kepada Harian Sederhana.
Anggota DPRD Kota Depok periode 2014-2019 ini menuturkan penilaian tersebut didasari indikator bahwa PKS mempunyai jaringan politik sampai ke akar rumput, yakni di tingkat RT dan RW.
“Massa pemilih PKS memiliki soliditas dan solidaritas yang kuat serta memiliki militansi. Pemilih PKS juga cenderung tidak transaksional,” ujarnya.
Indikator kedua, katanya lagi, petahana merupakan simbol kekuatan politik di luar jaringan PKS. “Petahana juga memiliki jaringan kuat di kalangan tokoh-tokoh, alim ulama dan tokoh-tokoh masyarakat di tingkat akar rumput sampai tingkat RW,” ulasnya.
Lebih lanjut diutarakannya, petahana selama hampir tiga tahun telah melakukan konsolidasi dan membangun simpul-simpul politik dari segala elemen masyarakat. Berbeda dengan partai politik pesaingnya yang cenderung pragmatis dan transaksional.
“Koalisi yang dibangun oleh partai politik di luar PKS sulit akan menjadi pemenang dalam Pilkada 2020. Faktornya parpol di luar PKS cenderung pragmatis dan transaksional. Selain itu di tingkat jaringan massa cenderung massa mengambang dan menjelang beberapa bulan menjelang pilkada baru bekerja,” paparnya.
Menurutnya, parpol koalisi di luar PKS tidak pernah melakukan konsolidasi dan membangun jaringan di akar rumput, sehingga sulit untuk menang.
“Dalam kontestasi pilkada, partai koalisi yang dibangun PDIP, Gerindra, dan parpol lainnya harus memperkuat infrastruktur partai sampai ke tingkat RW dan melakukan rekruitmen kepada tokoh-tokoh elemen masyarakat dengan menawarkan program riil kepada masyarakat seperti perbaikan ekonomi kerakyatan,” imbuh Bernhard.
Program yang harus ditawarkan lainnya adalah bagaimana mengatasi persoalan pengangguran, pendidikan gratis untuk orang miskin yang tanpa dipungut biaya seragam dan buku sekolah, hingga perbaikan kesehatan rakyat yang tidak mampu.
“Kemudian partai koalisi harus membuat daftar isu- isu politik yang strategis dan membangun penggalangan opini publik secara terus menerus lewat media. Jadi dapat dipastikan Koalisi Besar yang dibangun menghadap PKS sulit untuk menang,” tegasnya. (*)