Harian Sederhana, Depok – Peristiwa banjir dan tanah longsor di sejumlah daerah, dan salah satu wilayah terdampak adalah Kota Depok. Karenanya, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok diingatkan untuk menyelesaikan beberapa masalah prioritas yang menimbulkan banjir terutama pada saat musim penghujan.
Anggota Komisi C DPRD Kota Depok, Sri Utami menuturkan Pemkot Depok diminta untuk menyelesaikan beberapa masalah prioritas agar di masa mendatang tidak kembali lagi bencana tersebut menghampir kota tersebut.
“Pergantian tahun 2020 mencatat sejarah muram terjadi musibah banjir dan longsor yang melanda Jabodetabek, tak terkecuali Depok. Meski Depok masih jauh titik banjir dan longsor serta korban jiwa, tapi Depok juga mencatat keprihatinan sejumlah wilayah terendam banjir. Beberapa titik terjadi longsor dan memakan korban jiwa tiga orang,” tuturnya kepada wartawan, Senin (06/01).
Salah satu permasalahan yang harus ditangani serius oleh Pemkot Depok, lanjutnya, perihal alih fungsi lahan di hulu dan sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS). Yang mana, sambung Sri Utami, di wilayah hulu banyak yang berahli dari tanaman multikultur menjadi monokultur, bahkan juga ada berahli fungsi lahan menjadi hunian.
“Hal ini menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk meresapkan air, akibatnya terjadi aliran permukaan yang terkonsolidasi ke sungai sungai,” kata Sri Utami.
Karenanya, Pemkot Depok disarankan untuk menyuarakan hal tersebut kepada pemerintah pusat agar lebih bersungguh-sungguh, untuk mengkoordinasikan wilayah tersebut agar kembali menghutankan wilayah hulu.
“Selain itu rencana pembangunan Waduk Ciawi agar secepatnya bisa direalisasikan,” ucap Sri.
Kedua peristiwa bencana banjir dan longsor di Depok sendiri juga terjadi karena ada alih fungsi lahan. Sebab, permintaan hunian yang tinggi dan pembangunan yang tidak mengindahkan prinsip ramah lingkungan.
“Depok ini telah memiliki sejumlah perda yang mengamanahkan hal tersebut. Seperti Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pedoman Perlindungan Pengelolaan Lahan dan Perda No. 3 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kota Hijau,” kata Sri.
Ia memaparkan, beberapa hal yang menjadi catatan salah satunya perlu komitmen dan keberanian dalam menganggarkan belanja Ruang Terbuka Hijau (RTH) lebih signifikan dari tahun ke tahun serta meminta komitmen swasta dan masyarakat terhadap amanah UU No. 26 tahun 2007 tentang RTH sebesar 30 persen dapat terpenuhi.
“Semakin luas RTH, maka akan semakin luas pula penampang tanah yang siap menyerap air hujan agar masuk kembali ke dalam tanah. Selain itu Pemkot Depok perlu meminta dukungan dari pemerintah pusat, provinsi dan pemprov DKI untuk hal ini,” katanya.
Sri juga menerangkan, penerapan infrastruktur ramah lingkungan, dimana tebingan, situ, dan selokan tidak dibeton agar dapat membantu penyerapan air disepanjang lintasannya. Konsep pembangunan taman-taman kota hendaknya tidak dengan semen tetapi dengan paving blok yang mudah meresapkan air.
“Demikian juga jalan drainase di lingkungan perkampungan agar tidak dibeton tetapi paving blok,” ujar Sri Utami.
Selain itu, salah satu hal penting yang harus dilakukan adalah gerakan 3R terhadap sampah. Sampah menjadi penyebab banjir karena ketidakdisiplinan warga dalam membuang sampah. Ini tidak melulu dilakukan oleh warga setempat tetapi juga masyarakat di daerah hulu.
“Perubahan lifestyle dan kemasan makanan turut memberikan sumbangan besarnya volume sampah yang mengalir bersama banjir. Untuk itu perlu ketegasan penegakan aturan penggunakan kemasan makanan berbahan stirofoam, mika dan produk sejenis yang sulit diurai alam,” katanya.
“Selain itu komitmen pelayanan pengangkutan sampah yang harus ditingkatkan, sehingga masyarakat tidak ada yang tidak terlayani dan pada akhirnya membuang sampah secara sembarangan. Semoga dengan disain pembangunan yang ramah lingkungan bencana banjir dapat diminimalisir. Hujan yang sebenarmya merupakan rahmat tidak berubah menjadi musibah,” tutup politisi PKS ini. (*)