Harian Sederhana, Depok – Proses Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB di Kota Depok sempat diwarnai kekisruhan di beberapa sekolah. Penyebabnya, selain adanya informasi bohong soal antrian nomor pendaftaran, pihak sekolah juga dianggap belum siap dalam menerapkan sistem pelayanan berbasis online. Kasus itu diperparah dengan belum meratanya jumlah sekolah di kota ini.
Hal itu pun diakui oleh anggota Sekretaris Komisi D DPRD Depok, Farida Rachmayanti. Ia menyebut salah satu permasalahan hadir adalah para orangtua calon peserta didik mengaku laman atau website pendaftaran PPDB tahun ajaran 2019 sulit untuk diakses.
“Jadi salah satu penyebabnya itu karena webnya sulit untuk diakses. Ada yang mencoba hingga dua jam. Dan ini sangat dikeluhkan oleh orang tua siswa. Saya sih inginnya diperhatikan terkait back up IT sehingga keluarga, orangtua bisa tenang melihat proses penerimaan anaknya,” tuturnya kepada wartawan, Rabu (19/06).
Menurut dia, permasalahan tersebut terjadi hampir merata di sejumlah sekolah, khususnya tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Negeri. Menurutnya, kendala tersebut bukan hanya kendala akibat penerapan sistem zonasi.
“Jadi bukan ketidaksiapan zonasi, namun yang perlu ditinjau ulang itu saya usulkan agar lebih efektif seperti jangan hanya dibuat satu zonasi, karena jumlah sekolah kita terbatas. Dan saya usulkan juga supaya dikembalikan ke sistem online murni,” tuturnya.
Farida mengatakan, kebijakan ini menyebabkan banyak orang tua murid mengeluh lantaran terpaksa izin tidak bekerja karena harus datang ke sekolah. “Kalau sistem online murni kan ayah bunda bisa mengisi data dari rumah atau kantornya,” jelasnya.
Namun disisi lain, sistem zonasi menurut Farida, cukup positif karena ramah keluarga dan dapat mendekatkan anak dengan sekolahnya, serta dapat memperluas pemerataan sistem pendidikan sehingga seluruh sekolah bisa menjadi sekolah favorit dengan tidak hanya terpatok kepada satu sekolah saja.
“Saya pribadi menganggap zonasi itu menghilangkan pandangan hanya satu atau dua sekolah saja yang menjadi favorit. Di tempat lain juga bisa menjadi sekolah favorit. Zonasi itu baik, mekanismenya saja yang harus diperbaiki,” bebernya.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini berharap, agar nilai Ujian Nasional atau UN tetap menjadi perhatian dan pertimbangan utama dalam PPDB ini agar tidak menghilangkan unsur kompetitif pada siswa.
“Bagaimanapun unsur kompetitif dapat menimbulkan outcome baik ke siswa, melatih mereka agar belajar sungguh-sungguh. Ini memotivasi siswa untuk giat belajar, jangan sampai akhirnya mereka pikir ya udahlah saya enggak usah belajar karena ada zonasi,” katanya.
Lebih lanjut Farida mengusulkan pengadaan SMA Negeri di Kecamatan Beji. Sebab, hanya Beji satu-satunya kecamatan yang belum memiliki SMA Negeri padahal posisinya ada di tengah kota. “Kita minta perhatian ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Insha Allah tahun depan mereka realisasikan,” katanya.
Farida menilai, sistem zonasi ini akan berjalan lebih lancar bila ditunjang dengan jumlah SMA Negeri yang memadai. Ia berharap agar di Kota Depok dapat menerapkan dua zona atau lebih. Menurutnya akan ideal jika jumlah sekolah di tiap kecamatan relatif lebih dari dua sekolah agar dapat menampung semua siswa.
“Jadi kemarin realitasnya jumlah penduduk dengan kesiapan Sarana dan Prasarana (Sarpras) masih timpang, sementara harapan masyarakat untuk anak – anaknya masuk ke sekolah negeri itu sangat tinggi. Mudah-mudahan usulan ini dapat direalisasikan,” jelasnya.
(*)