Harian Sederhana – Depok adalah salah satu kota yang mencanangkan Smart City. Salah satu alasan mencanangkannya terobosan tersebut melihat perkembangan teknologi serta banyaknya permasalahan. Beberapa kota besar seperti Bandung, Surabaya, dan Semarang pun sudah menjadi Smart City.
Dari berjalannya waktu dan beberapa evaluasi perjalanan Smart City di Kota Depok, kita dapat memberikan masukan agar kedepannya bisa sesuai dengan apa yang diharapkan.
Beberapa evaluasi tersebut antara lain :
- Back Office-nya masih kurang kuat. Contoh, saat pengaduan masyarakat lewat aplikasi Depok Singgle Window atau Sigap, respon yang diberikan tim Smart City masih kurang.
- Belum terintegrasinya semua data antar dinas, masih perlu waktu dan political will yang lebih kuat dari kepala daerah agar komitmen semua dinas bisa cepat disatukan untuk terwujudnya Depok Smart City.
- Pembelaan anggaran untuk akselerasi Smart City masih lemah. Tak bisa dihindari agar konsep Smart City bisa dipahami birokrasi dan warga harus bisa disosialisasikan.
- Standard operating procedure dan tata kelola IT serta data belum terstandarisasi, belum memadai dan belum optimal.
DSW (Depok Singgle Window) memang bagian dari Smart City, tetapi jangan dipahami dengan DSW Depok sudah menjadi Smart City. Beberapa konsep Smart City menjelaskan teknologi bukanlah satu-satunya menjadikan kota sebagai Smart City.
Smart City bukan cuma sekedar bergelimpangan aplikasi, punya CCTV banyak, command center yang mewah, free wi-fi, atau bentuk teknologi kekinian lainnya yang selalu digembar-gemborkan.
Ada 6 indikator sebuah kota sudah tercapainya program Smart City yang perlu diperhatikan dalam pengembangannya.
- Indikator pertama adalah Smart Economy. Mendorong berkembangnya ekonomi melalui industri kreatif pada bidang digital, merupakan contoh dari pengembangan Smart Economy.
- Smart Environment. Waste management, water management, dan energi alternatif yang ramah lingkungan menjadi objek untuk dikembangkan. Misalnya, kini pemerintah Indonesia sedang gencar mengurangi sampah plastik. Apalagi Depok yang sedang krisis pembuangan sampah di TPA Cipayung.
- Smart Government menjadi indikator Smart City yang ketiga. Sebagai salah satu agen terpenting Smart City, pemerintah harus dapat memfasilitasi perubahan, dan perkembangan social dengan baik. Misalnya, lewat regulasi ekonomi strategis yang dibuat untuk mendorong perkembangan UKM maupun industri kreatif. Bisa juga dengan regulasi denda elektronik dengan memanfaatkan teknologi untuk mengurangi campur tangan oknum yang tidak bertanggung jawab. Hasilnya, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta transparansi akan tercipta.
- Smart living yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat menjadi indikator selanjutnya. Memberikan fasilitas berupa informasi tentang kesehatan, mengembangkan kurikulum melek digital, dan membangun fasilitas ramah difabel merupakan beberapa cara untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
- Smart Mobility berfokus pada peningkatan kualitas transportasi bagi masyarakat urban. Apalagi, kemasyhuran Jakarta sebagai kota macet, MRT dan LRT dipandang sebagai solusi pengurai macet Jakarta.
- Indikator yang terakhir adalah Smart People. Bagaimana bisa menjalankan Smart City di Indonesia kalau masyarakatnya belum smart? Semua indikator kuncinya yaitu pada kualitas masyarakat dan pemerintahnya. Tanpa ada kerjasama dari kedua pihak, mustahil Smart City di Depok bisa berjalan dengan baik.
Kota-kota di Indonesia sebenernya juga belum ada yang menjalankan ke-6 indikator secara baik. Memang konsep Smart City masih terus dijalankan dan dikembangkan. Semoga Depok menjadi Smart City yang didambakan. (*)