Harian Sederhana, Jakasampurna – Warga Kampung Pulogede, Jalan Bougenvile Raya, Jakasampurna, Bekasi Barat yang merupakan korban penggusuran Pemkot Bekasi mempertanyakan apakah surat permohonan bantuan bongkar dari Kementerian PUPR melalui Pemkot Bekasi bisa dijadikan surat perintah membongkar 57 rumah warga.
Salah satu korban, F Taswin mengaku merasa aneh kenapa surat permohonan bantuan bongkar dari Sekjen Kementerian PUPR Sekjend Kementerian PUPR bernomor PS 0301-sb/221 tertanggal 17 Mei 2019 digunakan oleh Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi dijadikan sebagai surat perintah untuk membongkar 57 rumah yang diklaim sebagai tanah milik Ditjen Pengairan Kementerian PUPR.
Warga korban penggusuran di Jalan Bougenvile Raya Rt 01/011 Kelurahan Jaka Sampurna, Kecamatan Bekasi Barat, mempertanyakan kenapa hanya berupa surat permohonan bantuan penertiban bukan surat perintah bongkar dari Kementarian PUPR.
Apalagi kata Taswin Distaru melakukan pembongkaran didasarkan pada surat bernomor 640/1783/Distaru kota bekasi karena alasan melanggar aturan Perda soal izin pemanfaatan lahan dan retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta dituding menggunakan lahan pangairan.
Taswin pun mempertanyakan keganjilan kenapa pembongkaran yang dilakukan pada 25 Juli lalu tidak semua rumah dibongkar padahal rumah tersebut terdaftar dalam rumah yang akan dibongkar Distaru.
“Beberapa warga juga sudah memiliki legal standing pemilikan tanah tersebut, kenapa ada rumah warga yang tetap dibongkar dan ada yang dibiarkan berdiri,” kata Taswin heran.
Warga sebut Pemkot Bekasi tidak bersikap transparan dan tidak adil alias tebang pilih lantaran tidak semua rumah di Rt 01 /011 yang dibongkar oleh Distaru.
“Kalau memang benar ada surat perintah dari Sekjen Kementerian PUPR, buktikan dong ke warga. Apalagi ada beberapa rumah yang dibiarkan berdiri tak ikut di buldoser oleh petugas Distaru,” ucapnya kesal.
Pembongkaran rumah warga tersebut akhirnya berbuntut dilaporkannya Walikota Bekasi Rahmat Effendi dan Kepala Distaru, Junaedi ke Polrestro Bekasi Kota oleh F Taswin dan Nyonya Syamsinar belum lama ini dengan tuduhan perusakan rumah dan memasuki pekarangan orang lain tanpa izin.
Seperti diberitakan sebelumnya, Nenek Syamsinar, istri almarhum Hasanuddin seorang pahlawan melaporkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan Kepala Distaru Djunaedi ke Polres Kota Bekasi, Selasa (27/08) lantaran rumahnya di Jalan Bougenville Raya, No. 54 Jakasampurna, Bekasi Barat digusur Pemeritah Kota (Pemkot) Bekasi pada 25 Juli 2019.
Rumah Nenek Syamsinar merupakan bagian dari 57 rumah warga yang digusur Pemkot Bekasi. Dengan persoalan itulah Syamsinar melaporkanya ke polisi dengan tuduhan Pemkot Bekasi telah melakukan perbuatan perusakan rumahnya seperti dituangkannya dalam laporan tertulisnya.
Syamsinar beralasan tanah yang ditempatinya telah memiliki legal standing yang kuat. Ia menyebutkan telah melakukan pendaftaran tanah yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU Pokok Agraria.
“Saya telah melakukan proses sesuai ketentuan hukumnya, tapi kenapa rumah saya dihancurkan dengan begitu saja,” ucap Syamsinar sambil menangis.
Nenek berusia 80 tahun ini menyayangkan sikap arogan Pemkot Bekasi padahal sebelumnya keluarganya sudah menolak rencana penggusuran yang tidak melalui jalan musyawarah terlebih dulu dengan warga.
Ia pun menyesalkan Kapolres Metro Bekasi Kota, Indarto yang tidak menjalankan tugasnya karena sebelum kejadian pembongkaran, dirinya telah mengirimkan surat kepada Kapolres.
Dalam suratnya dikatakan, dirinya menempati tanah berdasarkan ketentuan hukum yang menaunginya secara legal. Untuk itu, dirinya meminta perlindungan hukum atas ancaman pembongkaran dan pendzoliman Kepala Distaru Kota Bekasi.
Nenek Syamsinar berkeyakinan hak konstitusional dirinya dijamin dalam UUD 1945 merasa dirampas. Lantaran setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi tanpa dapat diambil alih secara sewenang wenang oleh siapapun.
Terlebih dalam perayaan hari kemerdekaan RI ke-74, nenek Syamsinar hanya termenung dan tidak bisa berkata-kata memendam rasa harunya teringat perjuangan almarhum suaminya dalam merebut kemerdekaan.
Syamsinar lalu menunjukkan sejumlah piagam yang telah dicapai suaminya, yaitu Penghargaan Tanda Jasa Pahlawan dari Presiden RI Soekarno Tahun 1950 atas jasa Perjuangan Gerilya Membela Kemerdekaan Republik Indonesia.
Lalu 1957, Penghargaan Kehormatan Angkatan Perang Republik Indonesia dari Presiden RI Soekarno dengan pangkat Sersan Major Udara.
Dan 1962, Penghargaan Khusus Anggota Angkatan Perang Republik Indonesia dengan anugerah Satyalanjana Kesetiaan dari Menteri Pertahanan RI. (*)