“Dari data yang kami punya ada kurang lebih 20 tempat komersil seperti perusahaan, hotel dan apartemen yang masih menggunakan air tanah. Tentu saja ini mengkhawatirkan karena penggunaan air tanah berlebihan dapat menyebabkan kemiringan bangunan atau amblas dan berpotensi terjadinya longsor,” katanya.
Selain itu, penggunaan air tanah dalam jumlah besar di tempat-tempat komersil itu merugikan warga sekitar. Sebab, ketersediaan air tanah akan terus berkurang akibat disedot oleh pompa dengan kekuatan yang lebih besar. Imas pun mengakui ada banyak faktor penggunaan air tanah di tempat-tempat komersil masih saja terjadi di Kota Depok. Salah satunya adalah lemahnya pengawasan.
“Pengawasan dari pemakaian air tanah pada tempat-tempat komersil kurang. Ijin adanya di provinsi, sementara pengawasan masih sangat lemah,” tuturnya.
Padahal, salah satu syarat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi tempat komersil adalah menggunakan PDAM. Tapi pada kenyataannya masih ada saja yang membandel. Aksi curang itu, lanjut Imas dapat diketahui dari hasil pantauan data yang masuk ke PDAM.
Misalnya, temuan terhadap salah satu hotel yang diketahui hanya menggunakan 12 kubik air PDAM selama satu bulan. Kondisi ini janggal lantaran dalam pemakaian di rumah saja bisa mencapai 40 kubik.
“Jadi mereka ini rata-rata hanya membayar pemeliharaannya saja tapi tidak menggunakan air dari PDAM. Kita ada data disini. Tapi kami tidak bisa bersikap, kami hanya bisa ngasih laporan keluhan yang jadi permasalahan kita,” katanya.
Selain terkait dengan PAD, hal penting yang menjadi sorotan penggunaan air tanah adalah dapat memicu longsor. “Misi utama kami adalah menyelamatkan air tanah. Makanya kami juga mendorong uslan kenaikan pajak air dalam (tanah) Kami berharap harga sumur dalam lebih besar dari kita, agar beralih ke PDAM,” kata Imas.
(*)