Korbannya diketahui bernama Bripka Rahmat Effendy. Kejadian bermula ketika korban (Bripka Rahmat) mengamankan pelaku tawuran berinisial FZ ke Polsek Cimanggis dengan barang bukti sebilah celurit.
Tidak lama kemudian datang orang tua anak itu, yakni Zulkarnaen bersama Brigadir Rangga Tianto (tersangka). Pada korban, Brigadir Rangga meminta agar FZ, sang keponakan, bisa dibina oleh orang tuanya saja.
Namun, Bripka Rahmat yang mendengar pernyataan itu langsung menjawab bahwa proses sedang berjalan. Ucapan itu dilontarkan Bripka Rahmat dengan nada agak keras. Diduga hal inilah yang menyulut emosi Brigadir Rangga.
Karena tidak terima, Brigadir Rangga kemudian ke ruang sebelah dan mengeluarkan senjata api. Tak pikir panjang, pria 31 tahun itu langsung menembak sang senior sebanyak 7 kali, mengenai bagian dada, leher, paha dan perut hingga tewas di tempat.
Sontak, sejumlah polisi yang berada di dalam ruangan berhamburan menyelamatkan diri. Menurut keterangan salah satu saksi, situasi saat itu sempat mencekam. “Polisi pada ramai keluar, saya kira ada apa. Kami dengar ada letusan empat kali,” kata Amat, petugas Damkar yang berada persis di samping Polsek Cimanggis.
Selang beberapa saat kemudian, sejumlah petugas lainnya yang masih bertahan di dalam ruangan akhirnya berhasil mengendalikan situasi. Brigadir Rangga dibekuk tanpa perlawanan.
Terkait peristiwa ini Kakor Polairud, Baharkam Polri, Irjen Zulkarnain Adinegara menegaskan pihaknya bakal melakukan proses hukum secara tegas terhadap anak buahnya itu.
Ya belakangan diketahui, rupanya kedua polisi tersebut bertugas di tempat berbeda. Brigadir Rangga dinas di satuan Polairud sedangkan korban, Bripka Rahmat tugas di Samsat Polda Metro Jaya.
Zulkarnain megatakan ada tiga aturan yang dilanggar oleh pelaku, salah satunya adalah pidana umum, menghilangkan nyawa orang lain Kemudian, pelaku juga akan menjalani proses disiplin terkait penggunaan senjata api tanpa berdinas atau indisipliner dan etika profesi.
“Itu tidak beretika polisi diatur perundangan secara hukum,” katanya.
Sangsi untuk pidana umum, pelaku bisa terancam hukuman seumur hidup. “Bisa seumur hidup atau hukuman mati itu pasal 338, dan bila di rencanakan 340. Etika profesi diberhentikan tidak hormat atau dipecat,” tegasnya.
Ketika disinggung seperti apa kronologinya, Zulkarnain mengaku dirinya belum tahu secara detail. “Kalau itu bukan substantif saya. Soal luka tembak juga bukan substantif saya. kebetulan saya adalah atasan dari pelaku penembakan saya sebagai anggota polisi menyampaikan bela sungkawa sedalam dalamnya oleh karena itu saya datang kemari (rumah duka),” katanya.
Periksa Kejiwaan
Zulkarnain mengaku, dirinya tak menyangka, jika salah satu anak buahnya itu bakal bertindak bengis. “Sebenarnya dengan menggunakam senjata api jenis HS, dengan satu butir slongsong saja sudah bisa membuat seseorang meninggal dunia,” katanya.
Merujuk pada kejadian itu, Zulkarnain pun mempertanyakan kejiwaan Brigadir RT. “Nah ini dilihat dari kronologisnya sangat kejam. Dari 9 butir slongsong yang dikeluarkan 7 butir,” katanya.
Ketika disinggung lebih jauh soal penggunaan senjata api tersebut, Zulkarnain mengaku belum mengetahui secara pasti apakah Brigadir Rangga telah lulus uji tes kepemilikan atau tidak. Sebab yang digunakan saat menembak Bripka Rahmat Effendy adalah milik institusi yang dipinjamkan.