Harian Sederhana, Bogor – Duet kepemimpinan Bima Arya Sugiarto – Usmar Hariman resmi berakhir pada Ahad, (7/4) kemarin. DPRD Kota Bogor menilai, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor periode 2014-2019 telah gagal melaksanakan dua dari enam program skala prioritas. Program merujuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Ketua Pansus LKPJ akhir masa jabatan (AMJ) Wali Kota Bogor 2014 – 2019, Yus Ruswandi mengatakan, dua skala prioritas itu adalah permasalahan penataan transportasi dan pedagang kaki lima (PKL). “Jadi apa yang dituangkan dalam Perda RPJMD tentang transportasi ramah lingkungan, tak terbukti dan tidak tercapai,” kata Yus kepada pewarta di Bogor, Ahad.
Menurut Yus, program vital penataan transportasi seperti konversi angkutan kota (angkot) ke bus, rerouting, angkot modern, bahan bakar gas, pembangunan Jalan Regional Ring Road (R3), Bogor Inner Ring Road (BIRR), dan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) tak satupun ada yang berjalan.
“Padahal dalam RPJMD, untuk membangun transportasi massal, PDJT harus eksis. Ini malah bangkrut. Ke depan wali kota dalam membuat program di RPJMD harus terukur,” tegas dia.
Politikus Partai Golkar ini menjelaskan, dalam Perda RPJPD, sudah teramanatkan agar pemerintah menangani penataan transportasi. Karena itu tinggal strateginya harus jelas dan terukur. “Dalam menata transportasi harus lintas sektoral dan berkomitmen menyusun APBD sesuai program. Jangan sampai rensra A, program jadi B,” ujarnya/
Ia menuturkan, Bima Arya harus memiliki gambaran untuk menata transportasi. Sebab, dia akan melanjutkan kepemimpinan untuk periode kedua. Selain itu, harus ada keberanian dalam mengambil kebijakan, terutama Dishub. Sebab ini sudah diamanatkan jadi harus siap dengan segala risiko.
“Kalau bicara kemacetan, semua kota besar pasti macet, tapi bisa ditata. Contohnya Jakarta mereka membuat MRT, LRT dan Trans Jakarta,” tegasnya.
Masih kata Yus, di Kota Bogor, belum ada transportasi massal yang nyaman sehingga warga lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Pemkot juga sudah menerapkan Sistem Satu Arah (SSA), tapi hal itu mesti ditunjang dengan jalan-jalan lainnya sehingga tak menimbulkan kemacetan baru.
Sedangkan untuk penataan PKL, Yus menambahkan, dibutuhkan pendekatan persuasif dan konsistensi pemerintah dalam membuat zoning-zoning PKL. Tapi, sampai saat ini belum terwujud. Padahal, pemkot sudah membebaskan lahan Jambu Dua.
“Seharusnya bila proses hukum Jambu Dua selesai, PKL Muslihat dan sekitarnya bisa direlokasi. Sekarang kenapa hal itu tak bisa dilakukan?” tegas dia.
Yus membeberkan, seharusnya dengan adanya proses hukum Jambu Dua yang memakan korban dari eksekutif, mestinya dijadikan semangat untuk menata PKL. “Faktor lainnya adalah tidak sinerginya PD PPJ dengan Dinas Koperasi dan UMKM,” pungkasnya.
Pantauan Harian Sederhana di sejumlah terminal di Kota Bogor menyebutkan, keseriusan Pemkot Bogor menata ulang transportasi di kota ini patut dipertanyakan. Upaya mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi umum, bakal sulit diwujudkan. Pemerintahan Bima-Usmar terbukti tidak memperhatikan infrastruktur transportasi umum.
“Secara faktual ada tiga terminal milik Kota Bogor, yakni Terminal Bubulak, Terminal Merdeka, dan Terminal Baranangsiang, kondisinya sangat memprihatinkan. Tak ada sentuhan pembangunan. Jauh dari nyaman dan aman. Tak percaya ? Cek sendiri kondisi ketiga terminal itu,” ungkap Analis Lembaga Pengamat Kebijakan Publik (LPKP) Rahmat Syamsul Anwar kepada koran ini, Ahad kemarin.