Gagalnya proyek-proyek strategis ini dikarenakan tidak matangnya perencanaan sehingga anggaran yang terserap sangat kecil dibawah 50 persen bahkan banyak dibawah 25 persen.
“Pengaruh dari Tim Akselerasi Provinsi (TAP) dalam mendrive kegiatan sehingga dinas tak bisa banyak berbuat, hal ini terlihat dari DED (Detail Engenering Desain) yang berasal dari CSR BUMD. Hal ini perlu di tanyakan dari segi hukum keabsahannya dalam tiga hal,” ujar Imam.
“Pertama DED yang berasal dari CSR, hal ini berbau KKN. Kedua, DED dikerjakan bersamaan dengan pengerjaan fisik, hal ini tak biasa dimana seharusnya DED dikerjakan satu tahun sebelum pengerjaan fisik dilakukan. Ketiga, pemberian CSR biasanya hanya untuk kegiatan bersifat sosial,” timpalnya lagi.
Imam pun mempertanyakan kenapa Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang bukan kewenangannya. “Untuk sungai dan situ pun adalah kewenangan pusat. Sementara Creatif Center adalah kewenangan kabupaten/kota. Ada satu lagi yakni pengerjaan alun-alun yang tidak terlaporkan,” ujarnya.
Karenanya, Komisi IV DPRD Jawa Barat memberikan sejumlah rekomendasi salah satunya untuk dinas yang mendapatkan predikat kurang baik. Gubernur bisa mencari alternatif kepemimpinan di Eselon II yang lebih mumpuni karena tugas yang berat program dan kegiatan strategis gubernur.
“Kenapa tidak eselon II dapat dibantu oleh eselon III yang handal sehingga kegiatan-kegiatan bisa berjalan optimal,” ujarnya.