Harian Sederhana – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat aduan atau laporan kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan sebanyak 30 persen dari 2017 ke 2018. Padahal, Kota Bogor menyandang predikat kota layak anak. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan angka kekerasan terhadap anak yang dari tahun ke tahun cenderung melonjak.
Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime KPAI Kota Bogor, Sumedi mengatakan bahwa peningkatan kasus kekerasan kepada anak pada kasus tindakan asusila kepada anak di Kota Bogor juga mengalami peningkatan.
Selain itu, kata Sumedi, pengaduan tindakan kekerasan seksual terhadap anak juga mengalami peningkatan. Menurut dia bahwa kasus kekerasan kepada anak yang dilaporkan masyarakat kepada KPAI itu beragam.
“Kalau dari tahun 2017 kemudian ke tahun 2018 ini tingkat kekerasan ini mengalami peningkatan. Jadi kami menampung laporan dari warga masyatakat beda dengan yang melaporkan langsung kepada pihak ke polisian ya jadi ini langsung ke KPAI,” katanya.
Ia menambahkan, pihaknya mengakomodir masyarakat yang langsung melaporkan kekerasan kepada KPAI. Laporan tersebut bervariasi, ada yang melaporkan kekerasan secara fisik ada kekerasan secara verbal ada kekerasan seksual dan macem macem ya kalau di bagi faktornya memang banyak.
“Jika dipersentase peningkatan tersebut kata Sumedi berada diangka 25 hingga 30 persen,” ujarnya.
Masih kata dia, pada tahun 2017, dalam kurun waktu tiga bulan terjadi empat kasus pembuangan bayi di Kota Bogor. Bahkan kasus tersebut terjasi juga pada tahun 2018 sebanyak dua kasus dan pada awal tahun 2019 sebanyak satu kasus pembuangan bayi.
Menurut Sumedi, kasus pembuangan bayi termasuk ke dalam tindak pidana dan merupakan kasus kekerasan terhadap anak.
“Itu sangat masuk dalam kasus kekerasan terhadap anak, yang namanya anak ini menurut undang undang anak yang masih dalam kandungan sampai sebelum 18 tahun jangankan anak yang sudah bayi anak masih dalam kandungan saja ketika sengaja digugurkan (aborsi) oleh orangtuanya itu sudah masuk ke dalam kategori kekerasan,” jelasnya, Kamis (7/2).
Untuk itu, ia menyarankan agar kasus pembuangan bayi ditangani dengan serius dari segi penegakan hukum dan penyebab pelaku melakukan pembuangan bayi.
“Sebenarnya, apa sih yang menjadi pemicu tindak kekeeasan terhadap bayi ini, misalkan pemicunya adanya sex bebas, perkawinan diusia muda atau tindak kekersan yang anak anak muda sekarang,” tegasnya.
Masih kata dia, ada beberapa kasus kekerasan anak terjadi di Kota Bogor, diantaranya adalah kasus asusila kepada anak seperti dugaan pencabulan. Bahkan ada seorang pelajar hamil karena diduga mengalami tindak asusila oleh seorang kakek.
“Kasus terakhir adalah tewasnya seorang siswi SMK di Kota Bogor karena ditusuk oleh seorang pria, peristiwa tersebut terjadi pada 8 Januari 2019,” tuturnya.
Untuk menuntaskan persoalan tersebut, ia berpandapat perlu adanya kerjasama yang baik antar intansi, lembaga, Pemerintah Kota Bogor, dan pihak kepolisian untuk mewujudkan Kota Bogor benar benar ramah anak.
“Kami berharap Kota Bogor yang sudah ramah anak, karena predikat Kota Ramah Anak , Prdikat Kota Ramah Anak ini kan sudah surganya ya buat anak anak,” ucapnya.
Artinya lanjut dia, bagaiaman anak anak usia 6 tahun 10 tahun bahkan hingga 18 tahun ke sekolah dengan rasa aman dan nyaman, bagaimana anak ke sekolah tanpa di anatar.
“Bagiaman Kota Bogor kedepan menjadi kota layak anak yang betul betul tanpa ada kekerasan tanpa ada ancaman tanpa ada hal-hal yang menakutkan bagi perkembangan anak yang ada di Kota Bogor,” pungkasnya. (Asep Supriyanto/Aus)